ABNnews – Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia, Prof. Dr. KH. Ma’ruf Amin mengatakan, saat ini Kyai hanya menjadi maf’ul bihi. Hanya dijadikan tempat minta doa dan restu. Atau Kyai hanya jadi daun salam saat memasak sayur. Ketika sayur sudah matang maka daun salam dibuang.
“Kyai harus jadi fail dalam pengambilan kebijakan politik demi kemaslahatan bangsa,” kata KH. Ma’ruf Amin saat melakukan Safari Dakwah Kebangsaan ke Jawa Barat, Sabtu (17/11/2024).
Safari Dekwah dmulai dengan bersilaturrahim ke Pondok Pesantren Al Mizan, Majalengka, dan berdialog dengan 100 Kyai serta hadir dalam acara Haul KH. Fuad Hasyid ke-20 di Buntet Pesantren, Cirebon.
Para tokoh ulama besar turut hadir dalam acara dialog dengan 100 Kyai di Majalengka. Antara lain Buya Husein Muhammad, KH. Dr. Sarkosih Subkhi, KH. Anwar Sulaiman, dan KH. Sulaiman. Dialog yang dilakukan dengan kuota terbatas membahas tentang gerakan politik kyai.
KH. Ma’ruf Amin menegaskan bahwa tugas kyai ke depan sudah tidak lagi sebatas mengajar kitab, memimpin pondok pesantren atau membaca doa dalam kegiataan keagamaan. Kesadaran politik Kyai harus kembali dibangun demi menjaga manhaj kebangsaan. Indonesia dibangun sebagai sebuah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan pondasi kuatnya adalah peran serta kyai di dalamnya.
“Saat ini telah terjadi pelemahan kesadaran politik dan gerakan politik para kyai. Padahal, saat perjuangan kyai selalu berada di garda terdepan dalam pengambilan keputusan,” tegasnya.
Lebih lanjut, KH. Ma’ruf Amin mengatakan bahwa kesadaran dan gerakan politik kyai faktor penting untuk dipahami para kyai dan ulama di Indonesia. Karena dari politik lahir keputusan-keputusan penting dalam menentukan kemajuan bangsa. “Melemahnya kesadaran dan gerakan politik kiai terjadi karena tidak ada lagi konektivitas antara kiai di Indonesia,” jelasnya.
Begitu pentingnya peran kyai dalam menentukan masa depan bangsa maka perlu kembali membangun kesadaran dan gerakan politik kyai ini dengan beberapa cara. Di antaranya menjalin komunikasi antar kyai, menyambung kembali konektivitas antar kyai, serta memiliki sikap tangguh dalam menghadapi persoalan bangsa di depan.
“Jihad politik ini bisa kita perjuangkan dengan mengedepankan keputusan nasional untuk masyarakat Indonesia. Perjuangan ini bagian dari maqoshid syari’ah. Salah satunya tentang hifdzul wathan (menjaga negara),” katanya.
Sementara itu saat mnghadiri acara Haul KH Fuad Hasyim yang ke-20 di Buntet Pesantren, Cirebon, Jawa Barat, KH Ma’ruf Amin menceritakan bagaimana perjalanannya bersama Gus Dur, KH. Fuad Hasyim, dan Habib Luthfi Bin Yahya sebagai empat serangkai membawa misi silaturrahim ke pondok pesantren di seluruh Indonesia sebagai upaya membangun konektivitas antara para kyai agar mengambil peran dalam pembangunan bangsa.
“Saya berharap konektivitas dan komunikasi antara kyai dan ulama saat ini bisa dibangun lagi seperti dulu, sehingga dapat membuat keputusan bersama untuk kepentingan bangsa. “Kiai harus jadi fa’il dalam pengambilan kebijakan di daerah, pusat, dan Indonesia sebagai sebuah bangsa yang merdeka dan berdaulat,” kata KH. Ma’ruf Amin.***
Bagus Iswanto