ABNnews – Kuasa hukum mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Muhammad Said Didu, Gufroni, meminta proses hukum atas kliennya setelah dilaporkan karena mengkritik pembangunan Proyek Strategis Nasional Pantai Indah Kapuk 2 (PSN PIK-2) di Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Serang, Banten, dihentikan. Apalagi Maskota, pelapor Said Didu juga tidak memiliki legal standing.
“Kami dengan tegas mengecam upaya kriminalisasi yang dialami oleh Bapak Said Didu, seorang tokoh publik dan mantan pejabat negara, yang selama ini secara konsisten menyuarakan ketidakadilan di berbagai daerah, termasuk di PSN PIK-2,” kata Gufroni dalam keteranganny, Selasa (3/9/2024).
Gufroni menyayangkan kritik Said Didu tentang pembangunan PSN PIK karena dinilai tidak adil justru dihadapkan dengan ancaman kriminalisasi berupa pelaporan ke polisi lantaran dianggap telah melanggar UU ITE.
Dia mengatakan pelaporan terhadap Said Didu oleh Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Tangerang, Maskota, adalah wujud pembungkaman.
“Kami melihat tindakan ini sebagai bentuk pembungkaman terhadap kebebasan berpendapat yang dilindung oleh konstitusi.”
“Ancaman ini bukan hanya mencederai hak asasi Bapak Said Didu sebagai warga negara, tetapi juga mengirimkan sinyal yang menakutkan kepada seluruh rakyat Indonesia bahwa menyuarakan kebenaran dan keadilan dapat berujung pada proses hukum yang menekan,” katanya.
Selain itu, Gufroni juga menganggap pelaporan terhadap Said Didu oleh Maskota semakin memperburuk citra demokrasi di Indonesia serta menurunkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia. Dia pun mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mengawal kasus yang dialami oleh Said Didu tersebut.
Gufroni menegaskan, saat ini, Said Didu telah didampingi 10 lembaga hukum sebagai pengacara yaitu LBHAP PP Muhammadiyah, YLBHI, LBH Jakarta, PBHI, dan AMAR Law Firm.
Serta, adapula dari LBH Syarikat Islam, Themis Indonesia, Ekomarin, FIAN Indonesia, dan Kontras.
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani juga mempertanyaakan legal standing Maskota, orang yang melaporkan Said Didu ke Polres Kota Tangerang, atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
“Tidak memiliki relevansi hukum atau legal standing atau kedudukan sebagai korban,” ujar Julius di Jakarta, Selasa (3/9/2024).
Menurut Julius, dalam kasus tersebut seharusnya laporan Maskota tidak bisa diterima penyidik. Alasannya, ia tidak memiliki relevansi hukum atas kritikan yang digaungkan Said. “Secara hukum jelas nggak bisa, tapi problemnya kemudian siapa yang membantu akses pelaporan itu hingga dapat diterima penyidik,” ujar Julius.
Saat ini kasus Said sudah naik ke tahap penyidikan. Ia dilaporkan atas dugaan pelanggaran Pasal 28 Ayat 2 atau Pasal 28 Ayat 3 UU ITE tentang penyebaran informasi yang sifatnya menghasut dan menimbulkan kebencian serta penyebaran berita bohong. Dan atau Pasal 310, Pasal 311 KUHP tentang pencemaran nama baik. Menurutnya laporan itu adalah bentuk pembungkaman terhadap kebebasan berpendapat yang dilindungi oleh Konstitusi.
Sebelumnya, Said Didu melontarkan kritik lewat media sosial tentang ketidakadilan dalam penggusuran di sembilan Kecamatan di Kabupaten Tangerang dan Serang. Lokasi yang digusur itu akan digunakan untuk pelaksanaan proyek strategis nasional PIK-2. Dalam kritiknya, Said Didu tidak pernah menyinggung nama Maskota. Pelapor diketahui merupakan Kepala Asosiasi Pemerintahan Desa Indonesia (APDESI) Kabupaten Tangerang.***
Bagus Iswanto