banner 728x250

SESPIM LEMDIKLAT POLRI : Moralitas, Tegas, Humanis

Gerbang Sespim Polri, Lembang (Foto Arsip CDL)
banner 120x600
banner 468x60

ABNnews – Sespim (Sekolah Staf dan Pimpinan) Lemdiklat Polri (Sespim) merupakan sekolah pengkaderan atau untuk menyiapkan calon pimpinan tingkat lokal, regional, nasional dalam tugas kepolisian.

Polisi menyelenggarakan tugasnya pada ranah birokrasi dan ranah masyarakat, itu yang dikenal dengan Pemolisian. Maka hakekat dari Sespim adalah: Pendidikan bagi calon Pemimpin dalam Pemolisian dalam level Pertama, level Menengah maupun Level Tinggi yang paradigmanya “Keamanan Dalam Negeri yang mendukung Proses Pembangunan Nasional”

banner 325x300

Pemolisian dapat dipahami sebagai segala usaha dan upaya kepolisian dalam menyelenggarakan tugasnya pada tingkat manajemen maupun operasional dalam ranah birokrasi, maupun ranah masyarakat, dengan atau tanpa upaya paksa untuk mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial (keamanan, ketertiban masyarakat *Kamtibmas*).

Sespim sejatinya lembaga pendidikan yang berbasis pada moral, yang maknanya adalah pada kesadaran, tanggung jawab dan disiplin. Selain itu juga menegakan kejujuran, kebenaran dan keadilan.

Sespim Polri secara konseptual dapat dilihat dalam konstruksi : Pendidikan, Pemimpin, Polisi.
Dengan demikian Sespim merupakan Lembaga Pendidikan yang Membangun dan Merawat Peradaban bagi Semakin Manusiawinya Manusia, dalam konteks Keamanan Dalam Negeri yang Mendukung Pembangunan Dalam Negeri. Hakekat polisi dalam pemolisiannya adalah : kemanusiaan, keteraturan sosial dan peradaban.

Keteraturan sosial dalam konteks polisi dan pemolisiannya terefleksi dari sistem keamanan dan pengamanan hingga terjaminnya keamanan dan rasa aman secara pribadi, di ranah publik, ranah lingkungan hidup dan kehidupan, ranah ekonomi dan industri, ranah mayantara hingga ranah forensik. Keamanan dalam negeri dalam pendekatan pemolisian di era kenormalan baru dijabarkan pada pemolisian yang berbasis wilayah, berbasis fungsi dan berbasis dampak masalah secara konvensional, elektronik dan forensik.

Konteks pemolisian yang fungsional ditunjukan adanya sinergitas dan harmoninya model konvensinal dan konterporer yang mampu diimplementasikan secara proaktif dan adanya penyelesaian masalah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Keamanan dalam negeri menjadi simbol peradaban kedaulatan ketahanan dan daya saing suatu bangsa.

Keamanan dalam negeri konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia dibangun berlandaskan demokrasi yang mencakup :
1.Supremasi hukum
2.Adanya jaminan dan perlindungan HAM
3.Transparansi
4.Akuntabilitas
5.Berorientasi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat
6.Adanya pembatasan dan pengawasan kewenangan

Keamanan dalam negeri dalam konteks mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan memberdayakan kekayaan dan keindahan serta kebhinekaan salah satunya melalui masyarakat yang sadar wisata.

Sistem pengamanan untuk keamanan dalam negeri dibangun melalui :
1.Tegak dan kokohnya idiologi bangsa
2.Political will yang kuat
3.Keamanan secara ekonomi
4.Keamanan secara sosial budaya
5.Keamanan secara siber maupun forensik
6.Keamanan infrastruktur dan sistem sistem pendukungnya
7.Sumber daya manusia yang profesional, cerdas, bermoral dan modern
8.Sistem sistem pelayanan publik yang prima
9.Sistem monitoring dan evaluasi serta sistem akuntabilitas kepada publik yang transparan dan akuntabel
10.Sistem sistem yang siap dalam kondisi emerjensi maupun kontijensi.

Keamanan dalam negeri merupakan dasar bagi suatu bangsa untuk dapat bertahan hidup tumbuh dan berkembang. Menjaga dan merawat kedaulatan bangsa agar dapat berdayatahan, berdaya tangkal bahkan berdaya saing. Di samping hal itu juga untuk mendapatkan pengakuan dari bangsa bangsa lain di dunia.

Keamanan di dalam negeri secara astagatra dapat dilihat dari sisi : geografi, sumberdaya alam, demografi, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan, keamanan. Delapan pendekatan tersebut dapat dikembangkan dalam hukum, teknologi,dan media.

Konflik antar sesama anak bangsa dapat menggunakan isu-isu dari gatra dari semua lini. Konteks konflik sosial dari isu akan menjadi labeling hingga kebencian. Penggunaan media di era post truth dengan hoax akan sangat berdampak tatkala masyarakatnya mudah terprovokasi atau mudah percaya atas sesuatu informasi. Model berita hoax didesain orang yang memiliki kompetensi mengaduk aduk fakta dengan kebongan mengubah kebenaran menjadi pembenaran, yang terus diviralkan hingga diyakini sebagai kebenaran.

Keamanan dalam negeri merupakan keteraturan sosial untuk mendukung produktifitas agar masyarakat dapat bertahan hidup tumbuh dan berkembang. Dalam konteks melindungi mengayomi melayani dan menegakkan hukum maka keamanan dan rasa aman wujud harmoni dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.

Bisnis keamanan biasanya dikuasai atau dilakukan dengan gaya premanisme. Premanisme merupakan benalu bagi kehidupan sosial yang kontra produktif anarkis dan merusak peradaban. Apa yang dilakukan para preman memaksa, mengancam, bahkan melakukan anarkisme sehingga aman namun tidak ada rasa aman.

Terjaminnya keamanan dan rasa aman masyarakat merupakan refleksi peradaban suatu bangsa. Dalam konteks ini tentu saja berbasis pada demokrasi di mana supremasi hukum dapat diimplementasikan sebagai mana hukum menjadi panglima. Supremasi hukum ditunjukan tegaknya hukum secara beradab, terkontrolnya keteraturan sosial dan adanya jaminan dan perlindungan HAM. Pembangunan dan perbedayaan infrastruktur dan sistem sistem teknologi untuk adanya keteraturan sosial merupakan bentuk perlindungan dan pengayoman

Tingkat kualitas keteraturan sosial dapat ditunjukan pada indeks keamanan yang meliputi :
1.Ideologi
2.Politik
3.Ekonomi
4.Sosial budaya
5.Keamanan dan rasa aman

Di era digital indeks keamanan dilihat secara virtual maupun secara aktual

Mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial di era digital model smart policing dapat menjadi model yang menharmonikan dan mensinergikan antara conventional policing, electronic policing dan forensic policing. Basis implementasinya di dukung back office, application yang berbasis artificial intellegent, internet of things yang menampilkan indeks keamanan dalam wujud info grafis, info statistik maupun info virtual secara real time.

Keamanan dalam negeri dalam memberikan pelayanan kepada publik pada konteks negara demokrasi. Pelayanan keamanan, keselamatan, hukum, administrasi, informasi dan kemanusiaan dilakukan oleh aparat yang profesional cerdas bermoral dan modern. Yang mengikis bahkan menghilangkan model premanisme dan anarkisme. Keamanan dan rasa aman menjadi standar bagi warga masyarakat untuk beraktifitas menghasilkan produksi untuk dapat hidup dan meningkat kualitas hidupnya.

“Non scholae, sed vitae discismus”
Kita belajar bukan untuk sekolah, tetapi untuk hidup.

Pendidikan apapun latar belakangnya, tujuannya adalah mendidik. Mendidik dalam konteks pendidikan adalah untuk memanusiawikan manusia atau semakin manusiawinya manusia. Pendidikan landasan utamanya moralitas yang dibangun dengan pendekatan kesadaran. Pendidikan yang keras dan tegas untuk menanamkan disiplin agar kelak mampu menghadapi berbagai masalah atau tantangan atas hidup dan kehidupan, namun tetap humanis yang penuh welas asih. Tujuannya tetap bagi kemanusiaan, agar kelak para pemimpin dengan kekuatan dan kewenangannya mampu mengambil keputusan untuk memanusiakan manusia demi semakin manusiawinya manusia dalam lingkup maupun konteks level apapun.

Pendidikkan yang di luar bagi semakin manusiawinya manusia sejatinya bukan pendidikkan karena bisa menjadi anti bagi kemanusiaan, keteraturan sosial maupun peradaban. Pendidikkan yang ada bisa menjadi semacam balas dendam, mengeksploitasi para murid atau peserta didik. Bisa saja dirasuki unsur kebrutalan yang merusak peradaban, karena dihasilkannya adalah kaum luka batin yang berdampak pada berbagai penyimpangan atas kemanusiaan.

Pendidikkan dimulai dari gurunya atau pengajarnya. Peran dan fungsi guru berpengaruh besar atas hasil didik dari pendidikkan. Kualitas guru bukan sebatas pada intelektualnya namun juga moralitasnya. Guru menjadi kunci bagi keberhasilan suatu pendidikkan. Pendidikkan yang mendidik dan memcerahkan setidaknya dapat dilihat dari :
1.Lembaga atau wadah yang merupakan institusi pendidikkan menjadi ikon pencerahan dan pencerdasan bagi Otak, Otot dan Hatinuraninya
2.Implementasi atas visi dan misi pendidikan dilaksanakan berbasis pembangunan karakter secara konsisten dan konsekuen
3.Kualitas guru sebagai tenaga pengajar pendidik adalah orang-orang yang mampu menjadi ikon dan layak dijadikan panutan atas pikiran perkataan dan perbuatannya
4.Sistem pengajaran pelatihan dan pengasuhannya berbasis pada standar-standar pendidikan yang universal dan global walaupun dapat menggunakan kearifan lokal
5.Kurikulum pelajarannya berbasis pada pencerdasan intelektual, emosional dan sosial
6.Pola pengajarannya dibangun dengan landasan kesadaran, tanggung jawab dan disiplin
7.Infrastruktur dan sistem-sistem pendukungnya atau sarana prasarananya untuk mendukung proses belajar berlatih dengan pendekatan holistik dan sistemik yang dinamis sesuai dengan perubahan maupun kebutuhan kekinian
8.Tradisi dan nuansa akademis yang membudaya dalam lingkungan lembaga pendidikkan
9.Ada wadah bagi penampungan pemikiran dan ide-ide kreatif seperti jurnal maupun penerbitan
10.Kualitas rekrutmen peserta didik berbasis pada kejujuran transparan akuntabilitas secara moral, secara administrasi, secara hukum yang berbasis pada standar nasional maupun internasional
11.Para peserta didik dapat merasakan dirinya tercerahkan
12.Prestasi hasil didik yang mampu menjadi ikon kemanusiaan, keteraturan sosial dan peradaban
13.Pengakuan dan apresiasi dari masyarakat luas atas prestasi dan kinerja hasil didik yang profesional cerdas bermoral dan modern

Masih banyak yang dapat dikembangkan untuk membangun lembaga pendidikkan. Namun ke 13 point tersebut setidaknya dapat menjadi acuan bagi upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan upaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Pendidikan bukanlah sebatas persyaratan untuk karier melainkan untuk membangun suatu kesadaran, meningkatkan kualitas sumbe rdaya manusia dalam suatu peradaban. Moralitas menjadi salah satu kunci penting atas hasil pendidikan. Bisa dibayangkan bagaimana orang yang secara akademik maupun keterampilannya tinggi namun moralnya rendah, ia bisa menjadi orang jahat yang membahayakan bagi hidup dan kehidupan. Kepandainya tidak lagi bagi kemaslahatan banyak orang. Bisa juga dengan kepandaiannya menipu bahkan menjajah rakyatnya.

Bagian lain dari pendidikan adalah: “patuh, taat pada hukum bukan karena keterpaksaan atau ketakutan melainkan adanya kesadaran untuk memahami bahwa hidupnya tidak hanya sendiri yang juga memikirkan bagi orang lain yang hidup bersama dengan dirinya”. Membangun hukum yang menjadi kesempatan atau hidup bersama dalam keteraturan sosial dan dapat ditegakan dengan berbasis moralitas yang ditunjukan dari kejujuran, kebenaran dan keadilan.

“Sivis pacem parabelum”, kalau ingin berdamai harus siap untuk berperang. Kempuan memerangi kebodohan, kemiskinan, sikap moralitas yang buruk, korupsi, kolusi, nepotisme dan banyak hal lain yang kontraproduktif inilah musuh biang keladi kehancuran suatu peradaban. Membangun dan menyelenggarakan pendidikan bukan sebatas mencerdaskan melainkan juga mencerahkan dan mampu menemukan bahkan mengembangan imajinasi. Pencerahan pada suatu pendidikan adalah untuk menemukan keutamaan. Tatkala pendidikan sebatas persyaratan maka cara-cara instan hingga yang melanggar etikapun akan dihalalkan.Tatkala guru status sosialnya rendah maka kualitas pendidikan akan jauh dari memuaskan.

Hasil didik merupakan cermin dari kualitas lembaga pendidikan. Maka pendidikan wajib mengajarkan dan menanamkan kesadaran tanggung jawab dan disiplin untuk menemukan keutamaan kepada para siswanya. Pendidikan memang bukan segala-galanya namun melalui pendidikan dapat mengetahui segala sesuatu.

Pendidikan menjadi ruang transformasi pengetahuan keterampilan moralitas agar semakin manusiawinya manusia. Guru sebagai kunci pendidikan menjadi energi transformasi yang mencerahkan hidup dan kehidupan para muridnya. Kualitas guru dalam hidup dan kehidupannya harus dirawat dan diperhatikan kesejahteraanya. Tatkala para guru sulit dalam hidup dan kehidupannya dan tidak mendapatkan tempat yang layak dalam stratifikasi sosial maka pendidikan akan redup bahkan padam. Tatkala para guru kehilangan semangatnya maka tinggal menunggu waktu bencana suatu bangsa akan tiba. Bukan diserang dari luar melainkan saling serang sesama anak bangsa. Karena tidak mampu hidup dalam suatu peradaban dan mudah diadu domba. Hidup dalam suatu peradaban diperlukan kemampuan untuk memahami, membatasi, empati, peduli, saling menghormati, dan mampu saling menghidupi.

Peserta didik di era digital kadang merasa sudah lebih tahu dari guru gurunya. Maka para guru bukan sekedar memberitahu apa dan bagaimana namun menjadikan siapa melalui pengajaran akan : moralitas, nilai nilai kemanusiaan, soliditas, merawat kebhinekaan, patriotisme. Kecerdasan intelektual saja tidaklah cukup dalam mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Romo Mangun mengatakan : ” Pada Pendidikanlah Tergantung Masa Depan Bangsa”. Jangan berharap masa depan lebih maju kalau pendidikannya amburadul. Di sinilah Guru kadang dituntut menjadi superman yang bisa segala hal, namun energi menjadi super terabaikan. Mungkin kalau dikritik tajam ada yang membantah dan membela diri dengan memamerkan segala seremonialannya. Puja puji dan pengakuan serta penghargaan disana sini. Namun dalam fakta lagi lagi guru dijadikan ganjel pelengkap pemderita. Cerita duka lara ada di mana mana. Namun sejatinya karya guru-guru yang mencintai pekerjaannya tidaklah sia-sia.

Setiap jaman ada orangnya setiap orang ada jamannya. Guru tetaplah menjadi pilar bangsa. Muridmu yang bengal sekalipun mengakui siapa guru yang mulia. Entah ia kelak menjadi apa saja, akan tetap ingat keteladananmu. Walau sikap dan perilakunya nyebelin itu tanda sayang dan cinta kepada guru. Memandaikan manusia memang bukan hal mudah. Tidak mungkin dengan teriakan : siap grak, pinter grak. Semua membutuhkan proses panjang dan perjuangan.

Lembaga pendidikan kepolisian merupakan pengejawantahan atas ” Pengembangan Ilmu Kepolisian”. Ilmu kepolisian sebagai ilmu antar bidang yang mempelajari tentang:
1.Masalah sosial khususnya yang berkaitan atau berdampak pada keteraturan sosial
2.Hukum dan keadilan
3.Kejahatan dan penanganannya
4.Pemolisian
5.Isu-isu penting yang terjadi dalam masyarakat.
6.Teknik dan teknis dasar umum dan khusus kepolisian

Paradigma ilmu kepolisian dapat dilihat secara :
1.Filosofis :
Pengembangan ilmu kepolisian dapat dikaji dan dijelaskan secara epistimologi, ontologi, metodologi maupun aksiologi.
2.Geo politik dan geo strategis
Pengembangan ilmu kepolisian menjadi pilar NKRI dan konteks keamanan dan keteraturan sosial
3.Yuridis
Pengembangan ilmu kepolisian dilandasi aturan hukum dan dapat dikembangkan sesuai dengan perundang undangan yang berlaku
4.Globalisasi dan modernisasi
Pengembangan ilmu kepolisian merupakan suatu kebutuhan atas perubahan yang begitu cepat
5.Akademis,
Pengembangan ilmu kepolisian dapat di kembangkan berbagai strata keilmuan (S1, S2 dan S3), pengembangan kepemeimpinan dan majerial, kompetensi khusus dan fungsional (cyber, forensik, untuk hal-hal yang bersifat ekstra ordinar)
6.Pragmatis,
ilmu kepolisian dapat dikembangkan pada konsentrasi : keselamtan (safety) contoh (safety driving centre), keamanan (private security, industrial security, public security, cyber security maupun forensic security)

Pengembangan ilmu kepolisian sejalan dengan yang ilmu yang dipelajari (Masalah sosial khususnya yang berkaitan atau berdampak pada keteraturan sosial, Hukum dan keadilan, Kejahatan dan penanganannya, Pemolisian, Isu-isu penting yang terjadi dalam masyarakat) setidaknya dapat dikembangkan pada Fakultas :
1.Polisi dan pemolisian
2.Keamanan
3.Keselamatan
4.Intelejen
5.Hukum dan penegakan hukum
6.Penyelidikan dan penyidikan
7.Forensik
8.Siber dan teknologi kepolisian
9.Kajian konflik sosial
10.Kajian Terorisme
11.Kajian kejahatan luar biasa
12.Manajemen sekuriti

Kurikulum dan pengajaranya dapat dikategorikan sebagai berikut :
1.Pengajaran dasar di Sespim :
a. Keindonesiaan
b. Kebhayangkaraan
c. Kepemimpinan dalam berbagai model managerialnya
d. Etika Publik sebagai pembelajaran anti korupsi

2.Pengajaran pokok ilmu kepolisian
a. Ilmu-ilmu sosial
b. Ilmu hukum, penegakan hukum dan keadilan
c. Ilmu kriminologi
d. Ilmu administrasi dan operasionalnya
e. Ilmu teknologi informasi
f. Hubungan antar suku bangsa (konteks masayarakat Indonesia yang multikultural)
g. Ilmu humaniora

3.Kapita Selekta yang berkaitan demgan isu-isu penting dan aktual yang terjadi dalam masyarakat antara lain :
a. Idiologi
b. Politik
c. Ekonomi
d. Sosial budaya
e. Keamanan
f. Pertahanan

Pendukung pembelajaran di Sespim Polri dengan adanya
1. Pusat penelitian dan pengkajian
2. Lembaga lembaga independen pendukung penelitian dan pengkajian
3. Forum atau asosiasi dosen pengajar, alumni maupun pemerhati ilmu kepolisian
4. Penerbitan buku
5. Jurnal ilmiah
6. Laboratorium sosial

Pengembangan pendidikan untuk kompetensi khusus dan pragmatis yang dapat dikembangkan antara lain :
1.Safety driving centre
2.Security training centre
3.Sekolah penyidik
4.Kursus-kursus singkat
6.Pelatihan-pelatihan bagi master trainer dan trainer

Sespim Polri yang Presisi merupakan lembaga pendidikan yang mendidik dan menyiapkan kader pemimpin Polri masa depan sebagai polisi yang profesional Cerdas Bermoral dan Modern ( PCBM) berbasis pada literasi.

Literasi Polisi dan Pemolisiannya Landasan Pendidikan Kepolisian

Keutamaan polisi dalam pemolisiannya adalah bagi :
1. Kemanusiaan
2. Keteraturan Sosial
3. Peradaban

Memaknai peradaban yang begitu kompleks namun setidaknya dapat dipahami dengan : memahami aturan dan menerapkannya dalam kehidupan untuk adanya keteraturan sosial bagi semakin manusiawinya manusia.

Hubungan Polisi dengan peradaban melalui pemolisiannya dapat dipahami dari penegakan hukum dan keadilan bagi keteraturan sosial dan bagi semakin manusiawinya manusia.

Polisi dan pemolisiannya menegakan hukum sejatinya bagi pembangunan, menjaga dan merawat peradaban. Hukum digunakan sebagai upaya menyelesaikan konflik secara beradab dan untuk mencegah pelanggaran hukum yang kontra produktif.

Semakin patuh hukum, keteraturan sosial terjaga dan kemanusiaan semakin meningkat kualitas hidupnya, dapat dikatakan semakin beradab.

Bagaimana membangun peradaban dalam pemolisian? Dengan membangun literasi. Literasi pilar peradaban. Literasi yang cukup atau memadai maka akan ada pencerahan, pengkayaan, pemberdayaan dan sebagai polisi pemolisiannya menjadi : profesional, cerdas, bermoral dan modern. Demikian juga sebaliknya.

Membangun literasi dengan berbasis moral pada keutamaannya yaitu bagi : kemanusiaan, keteraturan sosial maupun peradaban.

Pendidikan menjadi dasar membangun literasi, melalui olah jiwa, olah rasa, olah raga sehingga ada kesadaran, kepekaan, kepedulian, tanggung jawab dan disiplin bagi keutamaannya.

Keteladanan dan kebijakan para pemimpin menjadi sangat penting bagi pembangunan literasi. Para pemimpin di semua lini wajib hukumnya memiliki kesadaran, tanggung jawab dan disiplin untuk mengimplementasikan melalui pemolisiannya.

Literasi dapat dimulai dari :
1. Lingkungan hidupnya yang asri dan ngangeni
2. Referensi yang memadai
3. Manajemen Media yang menjadi wadah bagi produk-produknya
4. Guru, pendidik dan mentor yang mencerahkan dan menjadi teladan
5. Kurikulum pembelajaran yang menstimuli untuk berpikir kritis, visioner, memecahkan masalah
6 .Sumber daya manusia yang profesional, cerdas, bermoral dan modern
7. Program-program unggulan bagi kemanusiaan, keteraturan sosial maupun peradaban
8.Pikiran, Perkataan, Perbuatan dan Bela Rasanya bagi Kebaikan, Kebenaran, Perbaikan, Pembangunan untuk meningkatkan kualitas hidup banyak orang
9. Menjaga, Merawat Nilai-Nilai Luhur Bangsa dan Kebhinekaanya
10. Mampu menjadikan Ikon atau Simbol Kemanusiaan, Keteraturan Sosial dan Peradaban

Masih banyak hal yang dapat dikembangkan untuk literasi melalui aturan atau hukumnya, sumber daya manusianya maupun infrastruktur dan teknologinya.

Dialog Peradaban dalam Pembelajaran Membangun Literasi

Dialog peradaban merupakan model transformasi dalam membimbing maupun mencerahkan kepada para calon pemimpin di masa depan menemukan keutamaannya sebagai polisi dalam pemolisiannya.

Polisi dalam pemolisiannya dituntut sehat, semangat dan smart dengan jiwa bahagia yang merdeka. Semua itu dapat dicapai dengan membuka ruang dialog peradaban bagi semakin manusiawinya manusia.

Menyiapkan polisi di masa depan maka Lembaga Pendidikan dan Larihan Kepolisian dalam proses pembelajarannya melalui suatu “Dialog Peradaban”.

Keutamaan pembelajaran bagi polisi di masa depan dengan mentransformasi dan mencerahkan atas keutamaan kepolisian (Kemanusiaan, Keteraturan sosial dan Peradaban) dalam dialog kebijakan atau pengambilan keputusan dalam menghadapi situasi ekstrim, fakta brutalemergensi/ kontijensi ).

Bagi calon pemimpin kepolisian mengacu pada keutamaan pemimpin yaitu pantas dan benar, layak dan menyelamatkan dengan keberanian dan kemampuannya mengambil keputusan bagi menjaga kehidupan, membangun peradaban dan perjuangan kemanusiaan. Yang dapat dijabarkan dalam keutamaan pemimpin dalam kepemimpinannya.
1. Menjadi role model. Menjadi suatu ikon/role yang menginspirasi dan menjadi panutan serta kebanggaan
2. Memotivasi memberi spirit untuk menumbuhkan daya juang dan kratifitas serta nyali untuk melakukan kebaikan dan perbaikan
3. Memahami keutamaan apa yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya
4. Memiliki kesadaran untuk belajar dan memperbaiki kesalahan di masa lalu,
5. Siap menghadapi berbagai tantangan, tuntutan dan harapan di masa kini
6. Menyiapkan masa depan yang lebih baik
7. Visioner, proaktif dan problem solving, mampu memprediksi, mengantisipasi dan memberikan solusi
8. Komunikatif dan membangun Soft Power maupun Smart Power
9. Dinamis dan mampu mengatasi disrupsi dengan kreatif dan inovatif
10. Membawa dampak positif, dipercaya dan memdapat dukungan secara internal maupun eksternal

Ekspresi dialog peradaban untuk membangun karakter yang berbasis pada moralitas dalam kesadaran, tanggung jawab dan disiplin.

Kesadaran merupakan landasan moralitas bagi manusia sebagai apa saja, apalagi sebagai pemimpin kepolisian. Dengan adanya kesadaran, meyakini dan menjalankan pilihan hidup dan panggilan hidup dengan baik dan benar tanpa ada tekanan aatu paksaan.

Kesadaran sebagai anak bangsa menunjukan moralitas bangsa, sehingga menunjukan sikap dan perilaku yang menjaga nama baik bangsanya dan bekerja semaksimal demi kebesaran dan kejayaan bangsa.

Demikian halnya menjadi apa saja sebagai profesi apa saja tatkala kesadaran menjadi landasan moralnya makan profesionalisme akan dapat tumbuh dan berkembang. Dengan adanya keasadaran maka akan muncul tanggung jawab dan buahnya adalah disiplin.

Tanpa kesadaran maka yang dilakukan adalah semu, kepura-puraan tidak tulus, hanya kucing-kucingan, dan berbuat baik karena dipaksa atau pamrih untuk sesuatu. Tanpa kesadaran sebenarnya ambang kehancuran, tanpa harga diri berbuat munafik, tidak ada ketulusan dalam menjaga kebaikan dan kebenaran yang dipikirkan hanya kesenangan, kepentingan sesaat dan tanpa hati nurani peduli setan orang lain susah karenanya.

Membangun kesadaran adalah pendidikan sepanjang hayat, menanamkan kecintaan dan kebanggaan akan kebenaran, hal-hal yang produktif, peka dan peduli akan kemanusiaan, keberanian, patriotisme, nilai-nilai luhur dan sebagainya.

Membangun kesadaran sama dengan membudayakan yang baik dan benar sehingga seluruh komponen bangsa ikut bertanggung jawab dan ikut menjaga, bahkan menumbuh kembangkan sehingga sikap disiplin menjadi cermin karakternya.

Membangun kesadaran dan tanggung jawab serta disiplin bagi petugas polisi dilakukan dalam pembelajaran di Sespim Lemdiklat Polri berbasis: Moralitas, Tegas dan Humanis :

1. Dimulai dari hal-hal kecil dalam kehidupan sehari-hari di asrama pengecekan dimulai setelah bagun pagi, kegiatan olah raga pagi, makan pagi, mengikuti perkukialahan dan pelatihan, makan siang, kegiatan pengasuhan sore hari, makan malam, belajar apel malam sampai istirahat malam semua diatur secara ketat dalam etika peserta didik yang berisi: apa yang harus dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan dan sanksinya.
2. Pola pendidikan dengan model Mentorship/pengasuhan oleh wali kelas dan asisten yang secara terus menerus mendampingi para peserta dididik untuk menemukan karakternya.
3. Pendidikan sepanjang hayat saling asah asih dan asuh walaupun telah selesai pendidikan.
4. Pengajaran tentang dasar sebsgai patriot di era milenial
5. Pengajaran yang berkaitan dengan profesionalisme bernasis kepolisian ilmu kepolisian
6. Kapita selekta untuk studi kasus, problem solving dan menemukam kebaruan dalam menghadapi issue-issue penting yang terjadi dalam masyarakat
7. Olah jiwa dikaitkan dengan pembinaan spiritual keagamaan
8. Olah raga dapat dikembangkan sesuai hobi dan kompetensinya di samping itu juga bela diri kendo dan judo, penanaman kejujuran kebenarian ketangguhan dan rasa percaya diri.
9. Olah Rasa dikaitkan dengan pembinaan seni budaya dan penataan lingkungan yang bersih asri dan ngangeni
10. Acara tradisi yang menjadi ikon kebhinekaan, penghayatan akan nilai nilai luhur bangsa

Keutamaan bagi petugas polisi yang humanis peka peduli dan berani berbela rasa akan kemanusiaan merupakan produk dari kecintaan, perhatian, empati, pemberian kepercayaan, dan keteladanan.

Para alumninya kelak saat menjadi pemimpin mampu mewujudkan Polri dalam Pemolisiannya sebagai :
1. Penjaga Kehidupan,
2. Pembangun Peradaban
3. Pejuang Kemanusiaan.

Kepolisian dapat dimaknai sebagai institusi, sebagai fungsi dan sebagai petugas yang PCBM
sebagai penjaga kehidupan pembangun peradaban dan pejuang kemanusiaa dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Polisi yang profesional menunjukkan pada kompetensi atau keahliannya yang berbasis pada ilmu kepolisian dalam mengimplementasikan smart policing. Petugas yang ahli memiliki mental dan fisik yang siap menjadi pelayan pelindung dan pengayom masyarakat. Di samping itu juga sebagai aparat penegak hukum dan keadilan bangsa dalam mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial. Yang mampu diimplementasikan pada operasi yang bersifat rutin, khusus atau kontijensi yaitu kondisi ekstrim sekalipun, agar tetap terwujud dan terjaga keteraturan sosial

2. Cerdas bermoral mampu ditunjukkan bahwa polisi merupakan jalan hidup atau panggilan hidup sabagai patriot bangsa. Yang dibangun atas dasar kesadaran tanggung jawab dan disiplin serta mampu menunjukkan kreatifitas maupun inovasinya. Untuk mewujudkan polisi sebagai penjaga kehidupan, pembangun peradaban sekaligus pejuang kemanusiaan. Yang memiliki spirit kebangsaan nasionalisme yang tinggi sebagai anak bangsa dalam membangun dan membuat bangsa menjadi berdaulat bertahan dalam kondisi aman damai dan sejahtera. Spirit patriotisme merupakan spirit rela berkorban dengan penuh kesadaran tanggung jawab dan disiplin karena kecintaan dan kebanggaan dalam profesi dan sebagai anak bangsa.

3. Modern konteks pemolisian yang berbasis pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu mendukung pada sistem smart policing yang tergelar dalam model conventional policing, electronic policing dan forensic policing. Sehingga mampu memberikan pelayan prima (cepat tepat akurat transparan akuntabel informatif dan mudah diakses) di bidang pelayanan : keamanan, keselamatan, hukum, administrasi, informasi dan kemanusiaan.

4. Penjaga Kehidupan
Polisi dengan pemolisiannya sebagai penjaga kehidupan yaitu keberadaan polisi adalah mampu menjamin keamanan dan rasa aman sehingga warga masyarakat dapat beraktifitas untuk berproduksi. Produktifitas tersebut membuat masyarakat dapat bertahan hidup tumbuh dan berkembang. Polisi sebagai “co producer” tidak bermain-main dengan hal-hal yang ilegal dan tidak membiarkan penyimpangan yang contra productive ktidak terima suap dan tidam melakukan pemerasan).

5. Polisi sebagai pembangun peradaban di mana keberadaan Polisi sebagai penegak hukum dan keadilan mampu menunjukkan bahwa hukum sebagai simbol peradaban. Di dalam proses penegakkannya adalah untuk menyelesaikan konflik secara beradab. Mencegah agar jangan terjadi konflik yang lebih luas. Membangun budaya tertib. Agar ada kepastian. Bagian dari mencerdaskan kehidupan bangsa.

6.Polisi sebagai pejuang kemanusiaan
Walaupun dengan upaya paksa sekalipun konteks humanisme ini yang menjadi dasar yaitu pada produktifitas dan peradaban serta keteraturan sosial, sehingga segala usaha dan upaya yang dilakukan pada tingkat manajemen maupun operasional dengan atau tanpa upaya paksa adalah tetap bagi semakin manusiawinya manusia.

Ketiga kredo tadi dibangun dengan kesadaran. Kesadaran konteks ini adalah mampu memahami peran dan fungsinya sebagai polisi penjaga kehidupan, polisi sebagai pembangun peradaban dan polisi sebagai pejuang kemanusiaan. Birokrasi kepolisian menjadi ikon peradaban. Ikon kecepatan kedekatan dan persahabatan. Keberadaan polisi mampu mengurangi rasa takut warga masyarakat akan adanya gangguan kriminalitas. Polisi dengan pemolisiannya bekerja secara proaktive problem solving. Membangun kemitraan, mengutamakan pencegahan dan keberaannya diterima dan didukungbwarga masyarakat yg dilayaninya.

Pada era digital dan era kenormalan baru maka konteks pemolisian dikembangkan dalam model “smart policing” yang merupakan contemporary policing yang berbasis community policing sehingga adanya harmoni antara conventional policing, E policing dan Forensic policing yang mampu memberikan pelayanan prima (cepat tepat akurat transparan akuntabel informatif dan mudah diakses) kepada masyarakat.

“Polisi kehebatannya bukan pada pangkat jabatan, kepandaian atau kewenangannya, melainkan pada perilakunya, manakala mampu menhadi role model/ikon dan panutan yang dipercaya masyarakat. Sejalan dengan spirit polisi penjaga kehidupan, pembangun peradaban dan pejuang kemanusiaan yang PCBM, Maka semangat atau spirit sespim sebagai lembaga pendidikan bagi calon-calon pemimpin di masa depan di level first line supervisior, midle manager maupu top manager dalam menyelenggarakan pendidikannya menunjukkan lembaga pendidikan kepolisian yang dinamis dan modern yang memiliki visi membangun kader-kader pimpinan kepolisian bahkan sebagai pimpinan bangsa di berbagai lini kehidupan yang mampu membawa bangsa yang memiliki daya tahan, berdaulat, rakyatnya aman, sejahtera, adil dan makmur.

Untuk mewujudkan proses pengkaderan bagi penyiapan calon polisi yang PCBM dan kader pimpinan Polri di masa depan maka beberapa point-point penting yang dibutuhkankan antara lain sebagai berikut:
1. Kebijakkan pimpinan sebagai political will mendukung perwujudan visi misi dan tujuan Sespim
2. Pemimpin yang Transformatif
3. Menyiapkan dan membangun infrastruktur dan sistem-sistem pendidikan dan latihan yang visioner modern dengan model-model :
a. Implementasi conventional policing, E policing dan Forensic policing
b. Penanganan operasi yang bersifat rutin, khusus maupun kontijensi
c. Studi kasus atas issue-issue penting yang terjadi dalam masyarakat
d. Manajemen media untuk mengatasi dan menghadapi era post truth,
e. Forensik Policing untuk menghadapi :”gangguan keteraturan sosial atas serangan teror dari nuklir, mikro biologi dan kimia dan sebagainya”
f. Pemolisian yang berbasis wilayah, berbasis fungsional dan dampak masalah seperti: ideologi politik ekonomi, sosial budaya hingga penanganan konflik-konflik sosial skala besar dalam negeri termasuk terorisme hingga bencana alam,
g. Model-model intelejen dan fungsi teknis kepolisian lainnya
h. Model kajian dan rekayasa sosial dalam masyarakat yang modern dan demokratis dan sebagainya
i. Model infrakstruktur dan sistem-sistem ini bisa dibangun dalam model laboratorium, simulator dan paktek lapangan yang sesuai konteksnya.

4.Membangun dan menyiapkan SDM yang profesional sebagai tenaga staf pengajar dan pelatih yang memiliki kualitas sebagai guru mentor dan panutan. Karena guru merupakan Ikon Pendidikan. Guru menjadi kunci dalam pendidikan dan merupakan tokoh sentral dalam pendidikan untuk mengajarkan, mentransformasi, memotivasi, menginsprasi, mendampingi, menjadi konsultan bagi para taruna untuk memiliki karakter sebagai prajurit patriot yang profesional. Spiritualitas guru inilah yang hendaknya menjadi acuan dalam pendidikan berkrakter untuk menyadarkan dan menanamkan rasa tanggung jawab, jiwa korsa dan semangat kemanusiaan. Pendidikan menjadi ikon kejujuran, kebenan dan keadilan dimana guru- guru adalah para pejuang kemanusiaan.

5.Program-program pendidikan dan pengasuhan dapat dibangun dalam berbagai model dinamis
a. Pola pendidikan yang mencakup akademik secara konsep teoritikal, training untuk skill problem solving (dengan model-model yang tercakup pada point 2 dan skenario-skenario melalui sistem-sistem simulasi modern maupun laboratorium serta praktek lapangan) dan penanganan berbagai isu aktual yang terjadi agar para taruna juga memahami dunia luar apa yang menjadi isu aktual. Semua itu dalam pengaturan silabus yang mencakup teoritikal dan model proaktif prediksi, antisipasi dan solusi.
b. Pengasuhan ini sebagai sistem transformasi olah raga dan olah rasa ( religi, seni, tradisi, hobby, komuniti hingga teknologi) model-modelnya dapat disesuaikan secara dinamis. Penerapan art policing pada pembinaan mentaf fisik dan spiritual.
c. Disamping itu pola mentorship pola coach dibangun pola-pola penanaman budaya kepolisian sehat, edukatif dan visioner dalam membangkitkan jiwa polisi yang PCBM dengan berbasis kesadaran, tanggung jawab dan disiplin.
d. Pola tanggap tanggon trengginas dikembangkan dengan pola-pola visioner modern sebagai pengkaderan pimpinan masa depan.

6. Sistem belajar mengajar dengan nuansa akademis, nuansa kepolisian yang modern dan nuansa kehidupan yang menjadi ikon peradaban untuk menumbuhkan jiwa-jiwa pemimpin Polri yang PCBM bahkan pemimpin bangsa di masa depan.

7.Sistem monitoring dan evaluasi prestasi dan berbagai kendala pendidikkan atas para anggota tetap, dosen, instruktur, pelatih hingga para peserta didik secara online dan dalam sistem big data sehingga sistem pendidikan ini fair dan mampu menunjukkan pola pendidikan yang mampu menjadi icon world class education.

8.Sistem reward and punishment yang berbasis pada sistem-sistem penilaian kinerja atau SOP atau etika taruna yang termaktub dalam peratutan-peraturan Kalemdiklat maupun kode etik peserta didik sespim atau berbagai peraturan lainnya secara konsisten dan konsekuen diimplementasikan dan ditegakan.

9.Sistem pendidikan lanjutan secara nasional maupun internasional pada jenjang akademik, training dan benchmark serta untuk seminar atau berbagai kegiatan simposium nasional maupun internasional.

10.Pemeliharaan dan perawatan semua aset-aset pendukung pendidikan :
a. lingkungan kampus dan perkantoran, lingkungan latihan, lingkungan pembinaan-pembinaan olah raga dan olah rasa ( religi, seni, tradisi, hobby, komunitas dan teknologi) dan sebagainya.
b. Pembinaan karier personil Akpol dalam promosi, mutasi dan demosi.
c. Kesejahteraan personil pada asrama dan lain-lain.
d. Infrastruktur sarpras/ logistic.
e. Rumah sakit dan pelayanan kesehatan.
f. Tempat ibadah dan sebagainya.

Lembaga pendidikan menjadi ikon peradaban kekuatan kedaulatan dan kemajuan hingga modernitas suatu bangsa. Sespim dengan spirit-spirit di atas menjadi lembaga pendidikan acuan kebanggaan yang berstandar World Class Executif Studies.

Polisi dan Pemolisiaannya yang Presisi diwujudkan dan polisi yang PCBM. Polisi bekerja dalam ranah birokrasi dan ranah masyarakat, benang merahnya itulah yang dikatakan pemolisian. Policing pemolisian ) merupakan segala upaya kepolisian pada tingkat manajemen maupun operasional, dengan atau tanpa upaya paksa untuk mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial.

Dengan demikian spirit polisi dalam pemolisiannya secara manajerial maupun operasional adalah untuk kemanusiaan dengan PCBM ( profesional, cerdas, bermoral dan modern) dalam memberikan pelayanan kepada publik. Pelayanan kepolisian kepada publik mencakup :
1. Pelayanan keamanan
2. Pelayanan keselamatan
3. Pelayanan hukum
4. Pelayanan administrasi
5. Pelayanan informasi
6. Pelayanan kemanusiaan

Standar pelayanan kepolisian kepada publik adalah : cepat tepat akurat transparan akuntabel informatif dan mudah diakses.

Polisi dalam menegakan hukum adalah demi semakin manusiawinya manusia, yang merupakan upaya membangun peradaban agar terwujud dan terpeliharanya keteraturan sosial. Konteks inilah yang dikatakan tujuan pemolisian adalah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan terjaminnya keamanan dan rasa aman serta terwujudnya keteraturan sosial.

Pola-pola pemolisian bisa dikembangkan sesuai dengan corak masyarakat dan kebudayaannya yang berbasis wilayah, berbasis fungsi dan berbasis dampak masalah. Model pemolisian dapat dibuat sebagai acuan pengembangan kualitas kepemimpinan, infrastruktur dan model modelnya sebagai berikut :
1. Model pemolisian yang berbasis wilayah :
a. Border policing (pemolisian di kawasan perbatasan)
b. Maritime policing (pemolisian di kawasan maritim atau kepulauan atau kawasan pantai)
c. Industrial policing (pemolisian di kawasan industri)
d. Disaster policing (pemolisian di kawasan rawan bencana)
e. Bisa dikembangkan dari model orientasi kegiatan masyarakatnya (community oriented policing) pada masyarakat perkotaan, pertanian, nelayan, perkebunan, buruh dan sebagainya.

2.Model pemolisian yang berbasis pada fungsinya : fungsi utama, fungsional maupun fungsi pendukung sebagai berikut:
a. Road safety policing (pemolisian berbasis pada road safety atau lalu lintas)
b. Paramilitary policing, model pemolisian ala paramiliter
c. Cyber policing, pemolisian dalam memberikan pelayanan secara virtual
d. International policing, pemolisian internasional seperti : pasukan misi perdamaian PBB, laision officer, hubungan kerjasama internasional dalam penanganan kejahatan, studi banding dan pertukaran kemampuan polisi, dan sebagainya.
e. Emergency policing, model pemolisian menghadapi situasi kegawat daruratan.

3.Model Pemolisian yang berbasis dampak masalah :
a. Democratic policing
b. Electronic policing, pemolisian secara elektronik yang merupakan model pemolisian di era digital atau era revolusi industri 4.0
c. Forensic policing sebagai model pemolisian di era kenormalan baru

Memahami polisi dan pemolisiannya dari model di atas adalah secara holistik atau sistemik yang tidak dipahami secara parsial. Polisi dalam pemolisiannya dalam bertindak tegas sekalipun spiritnya tetap untuk: melindungi, mengayomi dan melayani agar ada keteraturan sosial.

Hal ini menunjukan bahwa manusia adalah aset utama bangsa maka di situlah hakekat pemolisian untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa. Polisi dengan pemolisiannya dalam menegakan hukum untuk :
1. Menyelesaikan konflik atau masalah dengan cara yang beradab
2. Mencegah agar konflik meluas atau semakin besar
3. Melindungi mengayomi melayani korban dan pencari keadilan
4. Membangun budaya tertib
5. Adanya kepastian
6. Edukasi

Keberhasilan pelakasanaan tugas polisi dengab pemolisiannya bukan semata-mata pada pengungkapan perkara namun juga dilihat dari keteraturan sosial dan tingkat kepercayaan publik serta kualitas pelayanannya. Polisi dalam pelayanannya kepada publik merupakan ikon atau simbol : kemanusiaan, peradaban dan keteraturan sosial. Polisi dalam pemolisiannya dilihat dari tingkat : profesionalismenya, kecerdasannya, moralitasnya dan modernitasnya.

Membangun kepolisian yang profesional, cerdas, bermoral dan modern dapat dibangun melalui :
1. Pembangunan pendidikan yang berlandaskan kesadaran, tanggung jawab dan disiplin
2. Kepemimpinan yang tranformasional
3. Keteladanan
4. Penanaman nilai nilai kemanusiaan, peradaban dan keteraturan sosial
5. Membangun infrastruktur dan sistem sistemnya yang berefek pada budaya malu dan kualitas pelayanan publik yang prima. Polisi melalui pemolisiannya merupakan bagian bahkan refleksi dari masyarakat yang dilayaninya. Soft Power dari Kebiasaan yang baik akan membawa kepada hati nurani yang baik

Kalau kita melihat siaran NHK (TV Nasional Jepang) yang disiarkan suasana teduh damai dengan berbagai pendekatan seni budaya. Hal tersebut dilakukan dan dipertontonkan serta diajarkan bagaimana mempertahankan hidup dengan tetap menghargai kehidupan.

Ada film tentang sikap pemain dan suporter sepak bola yang kalah bertanding tetap menunjukan sikap yang hormat ada rasa terimakasih dan juga menunjukan sesuatu yang humanis beradab. Sebelum meninggalkan stadion mereka membersihkan sisa-sisa kotoran dan menunjukan stadion bisa lebih bersih dari sebelum pertandingan.

Ada sebuah analogi just kiding/joke antara polisi Jepang dengan polisi Indonesia. Pada saat polisi Indonesia berkunjung ke Jepang dan melihat polisi Jepang melakukan tindakan yang humanis, dialogis, polisi Indonesia memuji mujinya. Polisi Jepang itu heran, mengapa harus dipuji. Dan mengatakan ini hal yang biasa karena merupakan pekerjaan kami.

Pada suatu kesempatan polisi Jepang ke Indonesia dan melihat polisi Indonesia melakukan tindakan kekerasan, melakukan hal-hal yang berbeda dengan sebagaimana keutamaan polisi, polisi Jepang komplain : mengapa anda melakukan penyimpangan? Polisi Indonesia terheran-heran, saya tidak menyimpang, Ini pekerjaan saya. Kita bisa melihat tata cara adat orang Jepang meminum teh ” cha no yu” betapa mereka sangat lembut dan menghormati dan menikmati atas nikmat rasa meminum teh.

Saya bukan memuja muja Jepang lebih hebat, namun yang ingin saya tunjukan adalah kebiasaan yang baik akan membawa kepada hati nurani yang baik. Kebiasaan ini diajarkan dilatihkanb terus menerus sehingga menjadi habitus dan semua dijalankan secara reflek. Bangsa berbudaya akan menghargai seni budaya dan mampu menata keteraturan sosial dan mengemas menjadi pariwisata. Sumberdaya yang ada akan dibangun dalam kemanusiaan, keteraturan sosial dan peradaban. Kebiasaanpun akan menjadikan suatu keahlian . “Kebiasaan yang baik membawa kita pada hati nurani yang baik”.

Kebiasaan sebagai sesuatu yang telah terpola, berulang dari waktu ke waktu untuk mengerjakan sesuatu yang terstruktur. Kebiasaan hampir-hampir mendekati insting (reflek), kalau dilatih terus menerus akan menjadi suatu kepekaan dan keahlian. Sering kali kita melihat pemain-pemain acrobat, mereka sangat mahir melakukan berbagai atraksi yang tidak semua orang bisa/berani melakukan. Kebiasaan melakukan sesuatu yang baik memang harus dilatih dengan penuh ketekunan, apalagi kebiasaan yang memerlukan kompetensi. Tanpa pendidikan dan latihan sulit bagi seseorang mempunyai kebiasaan yang baik. Kebiasaan yang baik akan menjadikan seseorang memiliki hati nurani yang baik.

Keahlian yang berguna/ bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia dimulai dari pendidikan dan latihan untuk membiasakan yang baik. Dasar dari pendidikan dan latihan yang baik dimulai dari kesadaran dan tanggung jawab. Membangun kesadaran dan tanggung jawab melalui sistem/mekanisme untuk merubah mind set seseorang.

Membangun mind set, dalam masyarakat diperlukan rekayasa sosial yang didukung dengan sistem, program dan teknologi. Kebiasaan yang baik perlu dijabarkan indikator-indikatornya, sehingga kebiasaan yang baik dapat dinilai kompetensinya. Dalam suatu organisasi maupun institusi, kebiasaan yang baik dapat dikategorikan sebagai perilaku organisasi. Perilaku organisasi dapat dibuat acuan pada etika kerja yang berisi apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Etika kerja menjadi bagian dari SOP (standard operational procedure) yang terdiri dari, job description dan job analysis, standar keberhasilan tugas, sistem penilaian kinerja, dan sistem reward dan punishment.

Kebiasaan baik tidak akan muncul tatkala banyak peluang untuk menyimpang, kesadaran tanggung jawabpun akan ikut menghilang tatkala tidak ada sistem yang unggul. Tatkala kebiasaan yang baik tidak ada maka keahlianpun tidak didapatkan. Menjadi ahli karena terbiasa dan mempunyai kompetensi. Tatkala disatukan pada komitmen dan keunggulan yang akan menjadi karakter. Karakter dapat dipahami dari komitmen, integritas dan keunggulan. Itu semua dimulai dari sang pemimpin dan kepemimpinannya. Tatkala pemimpin mampu menunjukan sesuatu dengan penuh dengan cinta dan kasih sayang untuk melindungi, mendidik dan mampu menjadi ikon maka ini juga akan mampu bagi pembangunan karakter dan untuk menyiapkan masa depan yang lebih baik.

Prof Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa polisi adalah kumpulam orang baik. Polisi bekerja melalui O2H ( otak otot dan hati nurani ). Maka pemimpin dalam kepemimpinannya perlu empati, kepekaan kepedulian dan bela rasa.

Empati Seorang Pemimpin

Sebuah cerita klasik dari relief candi Mendut, tentang burung berkepala dua bisa kita jadikan analogi untuk melihat pemimpin dan kepemimpinannya. Kepala bagian atas memakan buah-buahan dan makanan-makanan yang segar, enak, dan manis. Kepala yang satunya (kepala bawah) memakan sisa-sisa dari apa yang dimakan oleh kepala atas. Suatu ketika kepala bawah protes kepada kepala atas agar sesekali diberinya makanan yang enak seperti yang dimakannya. Tak disangka kepala atas mengatakan: “Wahai kepala bawah, terimalah dan syukurilah apa yang kau nikmati. Kita toh satu tembolok. Jadi, makanlah apa yang menjadi makananmu.” Mendengar jawaban seperti itu, kepala bawah merasa dilecehkan. Dalam hati ia berkata: “Kalau begitu aku akan makan sembarangan, toh satu tembolok juga”. Pada suatu hari kepala bawah nekat makan jamur beracun. Matilah burung berkepala dua tadi.

Cerita di atas dapat dikaitkan kepada pemimpin dan gaya kepemimpinannya yang kelihatan anggun dan berwibawa. Ia menempatkan posisi pada menara gading dikelilingi kemewahan puja puji dan berbagai kenikmatan duniawi. Di lain pihak, anak buah yang menjadi bawahannya seakan budak yang dijadikan ganjalan penyangga kemegahannya itu. Ia tak mempedulikan kesedihan dan kesusahan bawahannya. Ia juga tidak mempedulikan kesengsaraan masyarakat luas akibat kebijakan yang diambilnya.
Cepat atau lambat bawahan, anak buah ini bisa saja nekad, melakukan harakiri, melakukan tindakan fatal yang muaranya memang pimpinan tadi akan rontok di singgasananya. Mereka bisa saja nekad karena pemimpin sudah lupa Pemimpin tidak jarang malahan menyakiti mereka. Anak buah sudah biasa sengsara, tidak usah dimanja nanti malah nglunjak dan repot mengatasinya, demikian pikir sang pemimpin.

Bayangkan saja, betapa tega seorang pemimpin menjadikan bawahannya sebagai ganjel kesuksesan dan keberhasilannya. Empati seorang pemimpin terhadap anak buah seharusnya merupakan kesegaran roh dan jiwa mereka dalam bekerja.

Pemimpin yang berempati tidak mematikan tetapi menyadarkan, membangkitkan, menghidupkan, memberi daya gerak dan daya untuk menjadi dinamis tumbuh dan berkembang. Dirinya bukan menjadi matahari tetapi justru menjadi bulan, memberi pencerahan dan penerangan di saat kegelapan. Di saat terjadi kesesatan, di saat terjadi kelesuan, di saat terjadi keputusasaan pemimpin tampil sebagai sang penuntun, pembimbing, bintang pedomam, arah, dan tujuan. Hidupnya siap berkorbaan dalam membangun dan mencapai sasaran. Tak gentar terhadap hambatan, tantangan, ancaman yang bisa merusak dan mematikan dirinya maupun keluarganya.

Jiwa solidaritas seorang pemimpin akan melegenda. Pemimpin dikenang bukan dari kekayaannya, kezalimannya, tetapi karena kerendahatiannya, empatinya, rasa senasib sepenanggungan, kerelaan berkorban, kemampuan membawa kemajuan, menempatkan pada tempat sebagaimana yang seharusnya. Dadi ratu kudu ono lelabuhane, ora ono lelabuhane ora ono gunane. Ratu iku anane mung winates dadi kawulo tanpo winates.

“Saya lebih senang dan bangga berada di tengah-tengah anak buah saya,” demikian dikatakan oleh Jend. Sudirman. Walau sakit dan harus ditandu, ia ikut bergerilya untuk merasakan apa yang menjadi penderitaan anak buahnya. Kehebatan seorang pemimpin bukanlah pada dirinya dan tebar pesonanya, tetapi ada suatu transformasi menjadi kebaikan dan selalu ada pebaikan. Mahatma Gandi sebagai pemimpin berani dan mau memberi teladan dengan menenun sendiri pakaiannya. Ia tidak harus dengan berjas dasi. Martin Luther King Jr, pemimpin pergerakan antirasialis di Amerika, pun memperjuangkan hak-hak kaumnya dan berempati untuk tidak dengan kekerasan. Bahkan, ia pun menjadi korban kekerasan yang menghilangkan nyawanya. Demikian pula Mahatma Gandhi.

Lagi-lagi pemimpin memang yang akan memberi warna menjadi bintang pedoman arah dan tujuan. Menginspirasi, mampu memberdayakan dan mengajak anak buahnya mewujudkan mimpi-mimpinya. Di zaman modern ini pemimpin diituntut untuk berani, cerdas, dan murah hati, yang melayani. Dia mau menjembatani dan mau memahami bahkan menjadi role model bagi rekan dan bawahannya.

Ki Hajar Dewantoro tokoh pergerakan nasional pendidikan mengajarkan filosofi
1. Ing Ngarso Sung Tulodo
2. Ing Madyo Mangun Karso
3. Tut Wuri Handayani.

Keutamaan Pemimpin dalam Kepemimpinannya setidaknya mencakup :
1. Menjadi role model. Menjadi suatu ikon/ role yang menginspirasi dan menjadi panutan serta kebanggaan
2. Memotivasi memberi spirit untuk menumbuhkan daya juang dan kratifitas serta nyali untuk melakukan kebaikan dan perbaikan
3. Memahami keutamaan apa yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya
4. Memiliki kesadaran untuk belajar dan memperbaiki kesalahan di masa lalu,
5. Siap menghadapi berbagai tantangan, tuntutan dan harapan di masa kini
6. Menyiapkan masa depan yang lebih baik
7. Visioner, proaktif dan problem solving, mampu memprediksi, mengantisipasi dan memberikan solusi
8. Komunikatif dan membangun Soft Power maupun Smart Power
9. Dinamis dan mampu mengatasi disrupsi dengan kreatif dan inovatif
10. Membawa dampak positif, dipercaya dan memdapat dukungan secara internal maupun eksternal

Penulis
Cdl

Kasespim Lemdiklat Polri
Irjen Pol. Prof. Dr. Chryshnanda Dwilaksana, M.Si.

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *