banner 728x250

Hujan di Jakarta Mengandung Mikroplastik, Ini Bahayanya

Ilustrasi. (Foto: istimewa)

ABNnews — Peneliti BRIN, Muhammad Reza Cordova mengungkap fakta mengejutkan. Ia mengatakan, hasil penelitian lembaganya sejak 2022 menunjukkan keberadaan mikroplastik dalam setiap sampel air hujan di Ibu Kota.

Partikel-partikel plastik mikroskopis tersebut terbentuk dari degradasi limbah plastik yang melayang di udara akibat aktivitas manusia.

“Mikroplastik ini berasal dari serat sintetis pakaian, debu kendaraan dan ban, sisa pembakaran sampah plastik, serta degradasi plastik di ruang terbuka,” kata Reza melalui keterangan tertulisnya.

Reza menjelaskan, mikroplastik ini umumnya berbentuk serat sintetis dan fragmen kecil plastik, terutama polimer seperti poliester, nilon, polietilena, polipropilena, hingga polibutadiena dari ban kendaraan. Peneliti menemukan rata-rata 15 partikel mikroplastik per meter persegi per hari pada sampel hujan di kawasan pesisir Jakarta.

Menurut Reza, fenomena ini terjadi karena siklus plastik kini telah menjangkau atmosfer. Mikroplastik terangkat ke udara melalui debu jalanan, asap pembakaran, dan aktivitas industri, kemudian terbawa angin dan turun kembali bersama hujan.

Proses ini dikenal dengan istilah atmospheric microplastic deposition. “Siklus plastik tidak berhenti di laut, tapi naik ke langit, berkeliling bersama angin, lalu turun lagi ke bumi lewat hujan,” tutur Reza.

Temuan BRIN, kata dia, menimbulkan kekhawatiran karena partikel mikroplastik berukuran sangat kecil. Lantaran lebih halus dari debu biasa, partikel ini mudah terhirup manusia atau masuk ke tubuh melalui air dan makanan.

Plastik juga mengandung bahan aditif beracun, seperti ftalat, bisfenol A (BPA), dan logam berat, yang dapat lepas ke lingkungan ketika terurai menjadi partikel mikro atau nano.

Di udara, menurut Reza, partikel ini juga bisa mengikat polutan lain, seperti hidrokarbon aromatik dari asap kendaraan.

“Yang beracun bukan air hujannya, melainkan partikel mikroplastik di dalamnya karena mengandung bahan kimia aditif atau menyerap polutan lain,” ujarnya.

Meski penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan, studi global menunjukkan bahwa paparan mikroplastik dapat menimbulkan dampak kesehatan serius, seperti stres oksidatif, gangguan hormon, hingga kerusakan jaringan.

Dari sisi lingkungan, air hujan yang mengandung mikroplastik berpotensi mencemari sumber air permukaan dan laut, yang akhirnya masuk ke rantai makanan.

Reza menilai gaya hidup urban modern menjadi salah satu penyebab utama meningkatnya mikroplastik di atmosfer. Dengan populasi lebih dari 10 juta jiwa dan kendaraan lebih dari 20 juta unit, Jakarta menghasilkan limbah plastik dalam jumlah besar setiap hari.

“Sampah plastik sekali pakai masih banyak dan pengelolaannya belum ideal. Sebagian dibakar terbuka atau terbawa air hujan ke sungai,” ucapnya.

Untuk mengatasi persoalan ini, kata Reza, BRIN mendorong langkah konkret lintas sektor. Pertama, harus ada penguatan riset serta pemantauan kualitas udara dan air hujan secara rutin di kota-kota besar.

Solusi kedua adalah pengelolaan limbah plastik di hulu, termasuk pengurangan plastik sekali pakai dan peningkatan fasilitas daur ulang.

Ketiga, butuh dorongan kepada industri tekstil agar menerapkan sistem filtrasi pada mesin cuci guna menahan pelepasan serat sintetis.

Edukasi publik juga menjadi kunci penting. Reza mengajak masyarakat mengurangi penggunaan plastik, memilah sampah, dan tidak membakar limbah sembarangan.

Hujan yang kini mengandung partikel plastik, menurut Reza, merupakan refleksi perilaku manusia terhadap bumi.

“Langit Jakarta sebenarnya sedang memantulkan perilaku manusia di bawahnya,” katanya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *