ABNnews – Industri kerajinan dalam negeri terus menunjukkan taringnya. Tak main-main, sektor kriya ini berhasil menyumbang nilai ekspor sebesar USD 679,02 juta (sekitar Rp10 triliun) sepanjang 2024, dan di awal 2025 sudah mencapai USD 158,78 juta.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melalui Ditjen Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA), menggandeng Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas), Dekranasda, dan Pemda untuk terus mendongkrak performa industri kerajinan nasional.
“Ini jadi sinyal kuat kalau peluang ekspor kriya nusantara masih terbuka lebar,” kata Dirjen IKMA sekaligus Sekjen Dekranas, Reni Yanita, Minggu (22/6).
Dekranas sendiri adalah lembaga nirlaba yang berdiri sejak 1980 dan fokus membina UKM dan IKM di sektor kerajinan. Kolaborasi intens antara Dekranas dan Kemenperin menjadi kunci tumbuhnya sektor ini, bahkan setelah terpukul pandemi.
Reni menyebut, Indonesia kini nangkring di posisi ke-15 dunia sebagai eksportir produk kerajinan. Negara tujuan utama antara lain China, Taiwan, AS, Jepang, dan Belanda.
“Tantangan makin kompleks, jadi kekuatan industri kriya harus diperkuat, mulai dari branding, packaging, sampai desain,” ujar Reni.
Tak hanya soal ekspor, Reni juga menekankan pentingnya edukasi perajin tentang tren pasar, teknologi produksi, hingga standar global. Ia menyoroti bahwa penguatan SDM, akses pasar, dan rantai pasok global adalah fondasi utama industri kerajinan masa depan.
Sementara itu, Ketua Dekranasda Kalimantan Barat, Erlina Ria Norsan, menyampaikan komitmennya dalam mengangkat produk kerajinan Kalbar ke level yang lebih strategis.
“Kerajinan Kalbar harus jadi penggerak ekonomi masyarakat, bukan cuma simbol budaya,” tegasnya dalam Rapat Kerja Daerah (Rakerda) dan pengukuhan pengurus Dekranasda Kalbar 2025–2030.
Rakerda yang diikuti pengurus kabupaten/kota se-Kalbar ini mengangkat tema: “Melestarikan Warisan, Menciptakan Nilai Regenerasi, Kolaborasi dan Inovasi untuk Kerajinan Kalbar Berdaya Saing.”
Kalbar sendiri punya banyak produk khas seperti anyaman, tenun, dan ukiran yang sarat budaya dan nilai ekonomi. Untuk bisa bertahan dan berkembang, menurut Erlina, perlu kolaborasi lintas sektor.
“Kita harus rajin gandeng pusat, akademisi, dan komunitas kreatif. Baru bisa naik kelas,” tutupnya.