banner 728x250

10 Ribu Anggota Grup Facebook Tertutup LGBT, Lamongan Bergerak

Ilustrasi (Unsplash/Dawid Sokolowski)

ABNnews – Masyarakat Lamongan dan sekitarnya tengah dihebohkan dengan kemunculan sebuah grup Facebook tertutup bernama “Gay Tuban, Lamongan, dan Bojonegoro”, yang diduga menjadi wadah komunikasi komunitas LGBTQ+ di wilayah tersebut.

Grup tersebut ternyata telah dibuat sejak tiga tahun lalu dan kini tercatat memiliki lebih dari 10 ribu anggota. Sorotan publik semakin tajam lantaran grup ini diduga memuat konten yang dianggap menyimpang dari norma sosial serta mengandung ajakan untuk melakukan aktivitas seksual yang dinilai melanggar nilai-nilai agama dan budaya lokal.

Keprihatinan masyarakat bertambah dengan adanya fitur “peserta anonim” yang disediakan oleh Facebook, memungkinkan anggota grup untuk membuat unggahan tanpa mengungkapkan identitas pribadi. Hal ini dinilai memperbesar potensi penyalahgunaan dan penyebaran konten negatif tanpa pertanggungjawaban.

Menanggapi hal ini, Asisten I Sekretariat Daerah Kabupaten Lamongan, Joko Nursiyanto, menegaskan bahwa keberadaan komunitas daring dengan konten semacam itu tidak sejalan dengan regulasi hukum dan norma yang berlaku di Indonesia.

“Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, tidak ada pengakuan terhadap perkawinan sesama jenis. Pasal 1 menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita. Selama ketentuan ini belum diubah, maka praktik LGBT dalam konteks pernikahan tidak memiliki dasar hukum di Indonesia,” ujarnya, Selasa (3/6/2025).

Lebih lanjut, Joko juga mengingatkan bahwa semua agama yang diakui di Indonesia memiliki sikap yang sama: menolak hubungan sesama jenis. Ia pun mendorong aparat penegak hukum serta otoritas digital untuk segera melakukan evaluasi dan penanganan atas fenomena ini agar tidak menyebar lebih luas di tengah masyarakat.

Sementara itu, Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Lamongan, Muhlisin Mufa, menyoroti pentingnya pendekatan spiritual dan edukatif dalam menangani fenomena sosial tersebut.

“Penanganan persoalan LGBT tidak cukup dengan pendekatan hukum atau penindakan semata. Penguatan nilai keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan harus menjadi pondasi utama,” katanya.

Ia mengajak seluruh elemen masyarakat mulai dari tokoh agama, pendidik, hingga keluarga untuk aktif membimbing generasi muda agar tidak terpapar perilaku menyimpang.

“Pendidikan karakter dan nilai-nilai agama harus ditanamkan sejak dini, baik melalui jalur formal di sekolah maupun di lingkungan keluarga. Masyarakat juga harus proaktif mengawasi konten yang beredar di media sosial,” imbuhnya.

Muhlisin menegaskan bahwa edukasi publik mengenai bahaya perilaku yang bertentangan dengan ajaran agama dan nilai luhur bangsa harus ditingkatkan, tanpa mengesampingkan pendekatan yang manusiawi dan solutif.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *