banner 728x250

Guru Besar Ilmu Hukum: Polisi Wajib Menolak Laporan Ormas Babel Soal Bambang Hero

Guru Besar IPB Bambang Hero Saharjo dipolisikan terkait penghitungan kerugian keuangan negara dalam perkara dugaan korupsi tata kelola pertambangan di PT Timah. (Foto: istimewa)

ABNnews — Guru Besar IPB Bambang Hero Saharjo dipolisikan terkait penghitungan kerugian keuangan negara dalam perkara dugaan korupsi tata kelola pertambangan di PT Timah.

Menanggapi laporan tersebut, Guru Besar Ilmu Hukum Unsoed, Hibnu Nugroho menilai sebagai langkah keliru. Hibnu seperti dikutip detikcom, meminta polisi untuk menolak laporan.

“Jadi suatu sangat keliru ketika ahli di dalam persidangan itu dilaporkan ke polisi. Polisi wajib menolak, polisi wajib memahami esensi dari ahli di persidangan,” kata Hibnu.

Ia menjelaskan, ahli di persidangan berfungsi mengutarakan pendapat terhadap sesuatu yang dinilai sebagai keahliannya. Pandangan dari ahli itu menjadi pegangan hakim untuk memutus perkara.

“Ahli merupakan keterangan bebas, kalau saksi mengikat. Bisa dipakai bisa tidak. Ahli dihadirkan kalau ada keraguan tentang suatu objek yang diperiksa. Kalau ada diragukan, akan ditolak hakim,” ucap Hibnu.

Menurut Hibnu, jika pandangan saksi ahli bermasalah, hakim tak akan menggunakannya menjadi dasar putusan. “Ahli menyampaikan kapasitas tentang keilmuannya. Ketika berpendapat keilmuan, tak masalah tak usah dipakai (oleh hakim), bukan dilaporkan ke polisi,” ujarnya.

Terpisah, tanggapan juga datang dari Rektor IPB University, Arif Satria. “Kami melihat bahwa gugatan terhadap saksi ahli atas keterangan di persidangan dapat merusak tatanan hukum di Indonesia,” kata Arif dalam keterangannya.

Arif mengatakan, jika semua saksi ahli yang dihadirkan dalam persidangan dapat digugat atau dikriminalisasi pihak tertentu, maka tidak akan ada lagi ahli yang mau ditugaskan sebagai saksi ahli di pengadilan. Jika ini terjadi, kata dia, maka akan semakin mempersulit hakim dalam mengambil putusan dalam kasus perkara tertentu.

“Kami meminta agar negara melindungi semua dosen yang menjadi saksi ahli. Terlebih lagi yang dilakukan oleh Prof. Bambang Hero, yang ditunjuk sebagai saksi ahli untuk membela negara melawan perusahaan yang melakukan perusakan lingkungan,” ujarnya.

Diketahui, Bambang Hero Saharjo dilaporkan ke Polda Bangka Belitung pada Rabu, 8 Januari 2024 lalu oleh Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Putra Putri Tempatan (Perpat) Babel, Andi Kesuma.

Ia mengatakan, ada beberapa alasan dirinya membuat laporan polisi. Salah satunya terkait status Bambang Hero yang bukan ahli keuangan negara.

Karena itu, metode penghitungan Bambang Hero dianggap tidak jelas dan yang bersangkutan tidak melaksanakan tugas sebagai saksi ahli sesuai ketentuan.

“Yang bisa menghitung kerugian negara adalah ahli keuangan, bukan Bambang Hero yang cuma ahli lingkungan. Saat persidangan, bahkan dia berkata, malas menjawab pertanyaan yang ditujukan kepadanya. Padahal sudah disumpah,” ujar Andi.

Menurut Andi, kejanggalan yang paling terlihat adalah perhitungan kerusakan lingkungan akibat pertambangan di dalam wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah seluas 170,3 ribu hektare.

Dia mengatakan yang bekerja di dalam IUP bukankah sudah ada izin, diawasi, hingga membayar jaminan reklamasi yang nilainya tidak sedikit.

“Kalau seperti ini diterapkan di industri pertambangan seluruh Indonesia terutama batubara dan nikel, semua penambangan baik itu penambangan rakyat atau korporasi bisa kena pidana korupsi lingkungan meski telah bekerja di dalam IUP,” tuturnya.

Perpat Bangka Belitung juga mempersoalkan Bambang Hero yang mengambil sampel hanya dari foto satelit melalui aplikasi gratisan. Perpat mempertanyakan akurasi data tersebut.

“Kami minta buktikan apa dasar audit investigasi, status legal dan aliran dana keuangannya. Berapa banyak pohon dan lahan yang dirusak, di mana lokasi dan siapa pelakunya. Harus jelas disampaikan,” ujarnya.

Bila benar kerugian akibat kerusakan lingkungan mencapai Rp 271 triliun, kata Andi, Perpat Bangka Belitung ingin uang itu dikembalikan ke daerah agar bisa dinikmati masyarakat setempat. “Tapi untuk melihat kebenaran harus dibuktikan, dalam hal putusan saja jelas-jelas tidak mencapai Rp 271 triliun,” katanya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *