banner 728x250

Gibran Saltum Pakai Baju Adat Papua, Pengamat: 10 Tahun Terakhir Masyarakat Disuguhkan Nasionalisme Dangkal

Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Rakat gunakan pakaian adat Papua yang biasa dipakai emak-emak. (Foto: istimewa)
banner 120x600
banner 468x60

ABNnews — Ada momen menarik saat Upacara peringatan HUT ke-79 RI di Istana Merdeka, Jakarta. Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka tampil mengenakan baju adat Papua lengkap dengan ikat kepala rumbai.

Penampilan Gibran mengundang perhatian publik. Namun siapa sangka, ternyata ia salah memakai kostum (Saltum). Pasalnya kostum yang digunakan Gibran biasa dipakai emak-emak di Papua.

banner 325x300

Saya sebagai orang Papua senang2 saja liat dia menggunakan pakaian Papua. Tapi Papua bagian mana yg pakaian adatnnya seperti yg dia kenakan? Noken dan sali itu untuk perempuan, kenapa mas nya malah pake itu Semoga yg menghias dia bukan org asli Papua, kalo orang Papua yg hias dia, kam yg hias agak laen sdh!,” tulis salah satu warganet, membalas Threads gibran_rakabumiing.

Made Supriatma, Visiting Research Fellow di ISEAS-Yusof Ishak Institute, Singapura, sekaligus jurnalis independen, menilai Gibran salah kostum dan salah memahami kebudayaan Papua. Menurutnya, tindakan Gibran ini mencerminkan apa yang disebut sebagai “nasionalisme dangkal” atau banal nationalism, konsep yang diperkenalkan oleh sosiolog Michael Billig.

“Selama sepuluh tahun terakhir, masyarakat Indonesia telah disuguhkan dengan nasionalisme dangkal yang sering muncul dalam berbagai acara kenegaraan. Bentuk nasionalisme ini terlihat dari penggunaan simbol-simbol negara seperti istana, kendaraan, bendera, bahasa, hingga pakaian adat,” jelas Made Supriatma seperti dikutip The Jurnal Papua.

Made Supriatma mengatakan, keberagaman budaya di Indonesia sering kali dirampas dan dipaksakan menjadi kesatuan yang homogen, tanpa menghormati keaslian dan nilai-nilai budaya lokal.

Menurutnya, banyak elit negara, termasuk Gibran, tidak benar-benar memahami kebudayaan bangsa sendiri, meskipun mereka merasa berhak menentukan identitas budaya dari berbagai suku di Indonesia.

Lebih lanjut, Made Supriatma mengkritik bahwa pakaian adat Papua sering kali hanya digunakan dalam upacara kenegaraan, sementara masyarakat adat yang menjadi pemilik asli budaya tersebut justru terpinggirkan.

Ia menyoroti masalah perampasan tanah adat di Papua, seperti yang terjadi di Merauke, di mana tanah-tanah adat dijadikan lahan perkebunan atau eksploitasi sumber daya alam.

“Sama seperti pakaian adat Papua ini. Pakaiannya dipakai untuk acara resmi kenegaraan. Namun manusianya? Saya kira, dalam nasionalisme dangkal, si anak yang memakai pakaian ini, dialah orang Papua,” ujar Made Supriatma dalam kritiknya.

Ia juga mengingatkan bahwa meskipun tindakan Gibran mungkin terlihat sepele, kenyataannya ada banyak anak muda Papua yang ditangkap hanya karena ingin mengingat New York Agreement 1962, sementara kekayaan alam di tanah mereka terus dieksploitasi.

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *