banner 728x250

Frans Ekodhanto Purba Luncurkan Buku Puisi Monolog Hujan, Berkisah tentang Kecemasan pada Tali Kebudayaan dan Tali Kebijaksanaan

banner 120x600
banner 468x60

ABNnews – Penyair Frans Ekodhanto Purba kembali meluncurkan buku puisi. Ini kali, Frans meluncurkan buku puisi “Monolog Hujan”.

Kelahiran buku puisi tunggal ketiga Frans inidirayakan di Aula HB Jassin, Lt. 4,Gedung Ali Sadikin,Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, pada Sabtu, 13 Juli 2024.

banner 325x300

Perayaan buku puisi Monolog Hujan karya Frans Ekodhanto Purba ini menghadirkan keynote speaker penikmat seni yang juga Staf Khusus Presiden Diaz Hendropriyono dan kawan bicara anggota DPR Willy Aditya serta seniman Vukar Lodak. Diskusi tersebut dipandu oleh sastrawan Fanny J Poyk.

Dalam kesempatan tersebut juga ditampilkan pembacaan puisi dari pemerhati seni budaya- aktivis dan pembina Gerakan TurunTangan M. Chozin Amirullah, perupa Syahnagra Ismaill, teatrawan Ical Vrigar.

Selain itu, perayaan buku puisi Monolog Hujan ini juga menampilkan pertunjukan dari Teater Moksa Dara Wita Anastasia dan pertunjukan dari Komunitas Sastra Jakarta Timur.

“Puisi-puisi yang termaktub dalam buku Monolog Hujan mengajukan tiga (3) tajuk. Pertama, sejarah. Kedua, mitologi dan perjuangan. Ketiga pulang,” ujar Frans.

Frans menjelaskan, judul puisi yang selanjutnya dijadikan judul buku, “Monolog Hujan” ini secara intrinsik dan ekstrinsik berkisah tentang kecemasan pada ‘tali kebudayaan’, tali kebijaksanaan, tali.’ yang mengikat diri setiap pribadi yang mulai longgar/kendur ikatannya, bahkan talinya mulai rapuh. Sehingga setiap kita, termasuk masyarakat urban acapkali gagap, gugup bahkan keliru dalam memahami/memaknai serta menyikapi peradaban, perkembangan zaman, bahkan perubahan iklim dan perkembangan teknologi.

“Akhirnya, letupan-letupan kecil dari setiap kecemasan itu tidak tumbuh menjadi kebijaksanaan, menjadi daya kreativitas dan energi estetik yang berdampak baik bagi diri sendiri, orang lain/lingkungan sekitar bahkan dalam berbangsa dan bernegara,” jelas Frans.

“Dan saya termasuk orang yang beruntung, karena melalui puisi saya bisa berdialog dengan diri sendiri bahkan bercakap-cakap dengan banyak orang. Paling tidak bisa menenangkan letupan-letupan emosi menjadi energi baik untuk kewarasan dan kesehatan.”

Frans berharap, buku puisi “Monolog Hujan” ini juga bisa menjadi titik pijak untuk menumbuhkan budaya literasi yang kurun waktu belakangan ini mulai memudar.

“Harapannya, budaya literasi di kota ini, di negeri ini bisa bergeliat kembali. Karena, bagi saya, dengan menggeliatnya budaya literasi, mimpi untuk menjadi bangsa yang maju, Indonesia emas bisa tergapai. Semoga.”

Prolog yang ditulis dalam buku, Monolog Hujan, Rahayu Saraswati D. Djojohadikusumo menyampaikan apresiasi yang sangat tinggi untuk puisi-puisi karya Frans Eko Dhanto yang begitu memikat dan mendalam.

Karya-karya beliau, seperti “Mencari Si Pitung”, “Kampung Itu Bernama Pancoran”, dan “Murtado Si Macan Kemayoran”, adalah contoh manifestasi dari kejeniusan dan kepekaan sang penyair terhadap sejarah, budaya, dan perjuangan rakyat Betawi.

Frans Eko Dhanto dengan piawai membawa kita menyusuri jejak-jejak legendaris danmengenang kembali sejarah dengan bahasa yang kuat dan penuh emosi. Setiap bait dalam puisinya menghidupkan kenangan akan keberanian dan perlawanan, menjadikan karya-karya ini sebagai seruan untuk tidak menyerah pada ketidakadilan.

“Dalam karyanya, kawan saya, Mas Frans juga menampilkan ide yang penuh cinta pada warisan budaya dan semangat juang masyarakat. Puisi-puisi ini menggambarkan dengan sanga tindah bagaimana tekad dan pengorbanan diterjemahkan dalam kehidupan sehari-hari, mengajarkan kita tentang nilai kesetiaan dan pengorbanan yang abadi,” tandasnya. ***

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *