ABNnews — Putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep, menyambangi Gedung ACLC KPK Jakarta, Selasa (17/09). Kaesang mendatangi Direktorat Gratifikasi KPK terkait soal jet pribadi yang ditumpanginya ke AS bersama istrinya, Erina Gudono.
Mantan Juru Bicara KPK, Febri Diansyah menyoroti kedatangan Ketua Umum PSI itu ke lembaga antirasuah sehari sebelum batas waktu pelaporan gratifikasi.
“Satu bulan kurang satu hari sejak diketahui naik private jet pada 18 Agustus 2024. Ini bagus dan belum terlambat. Karena batas waktu pelaporan gratifikasi maksimal 30 hari kerja (30 September),” ujarnya melalui akun X (Twitter), Selasa (17/09).
Pasal 12B UU Nomor 20/2001 mengatur soal hukuman denda dan pidana kepada pegawai negeri atau penyelenggara yang terjerat kasus gratifikasi.
Namun pada Pasal 12C, hukuman itu tidak berlaku bila pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi itu melaporkan ke KPK paling lambat 30 hari sejak gratifikasi itu diterima.
Terlepas dari aturan tersebut, Febri berkata hal yang masih menjadi misteri adalah tujuan kedatangan Kaesang ke KPK pada hari ini.
Apakah untuk melaporkan gratifikasi sebagaimana Pasal 18 UU KPK atau hanya klarifikasi ke bagian Direktorat Gratifikasi.
“Apakah ada pegawai dari bagian Pengaduan Masyarakat yang juga ikut klarifikasi? Kenapa? Karena konsekuensi hukumnya berbeda,” kata Febri.
Febri menjelaskan, jika Kaesang datang dalam kapasitas sebagai pelapor gratifikasi, maka Pasal 12C UU 20 tahun 2001 (UU Tipikor) berlaku untuk pelapor.
Dalam hal ini pelapor diberikan perlindungan hukum tidak bisa diproses atau dibebaskan dari pidana gratifikasi.
“Setelah lapor, dalam waktu maksimal 30 hari kerja juga, KPK wajib memutuskan dan menetapkan apakah gratifikasi tersebut milik negara atau tidak. Bahkan apakah itu gratifikasi atau bukan,” jelasnya.
Jika hasil analisis KPK menyimpulkan gratifikasi tersebut milik negara, maka penerima wajib menyetorkan sejumlah uang yang setara dengan fasilitas yang diterima ke kas negara.
Namun, jika kesimpulan KPK sebaliknya, lanjut dia, maka penerima tidak perlu membayar ke kas negara dan berhak menikmati fasilitas tersebut.
“Tapi apapun hasil analisis KPK, Kaesang dan isteri ataupun penyelenggara yang terkait dengan penerimaan fasilitas private jet tersebut akan lebih lega. Kenapa? Karena tidak bisa diproses dengan pidana gratifikasi. Lalu bisa jadi pembelajaran ke depan, apakah penerimaan seperti itu boleh atau tidak boleh,” ucap Febri.
Febri kembali menegaskan Pasal 12 B dan C UU Tipikor menyebut konsekuensi (perlindungan) hukum jika ada pelaporan gratifikasi, termasuk batas waktu dan kewajiban KPK memproses gratifikasi tersebut.
“Jadi klir ya, jika Kaesang datang untuk pelaporan gratifikasi, maka ada konsekuensi hukum yang positif untuk Kaesang, isteri dan pejabat yang terkait,” tegasnya.