banner 728x250

Ini Alasan Kenapa Anda Harus Belajar AI Mulai dari Sekarang

Iluatrasi. (Foto: istimewa)

ABNnews — Teknologi kecerdasan buatan atau AI bukan lagi sekadar teknologi masa depan. Saat ini, AI telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, mulai dari fitur rekomendasi di TikTok, chatbot, seperti ChatGPT, hingga kendaraan otonom.

Dalam dunia yang terus bergerak cepat, AI bahkan telah menjelma menjadi fondasi dalam hampir semua aspek kehidupan, dari sistem rekomendasi di layar ponsel hingga pengambilan keputusan di ruang operasi.

Di tengah perkembangan pesat ini, kebutuhan akan talenta AI kian mendesak, baik di Indonesia maupun secara global. Laporan Work Trend Index 2024 dari Microsoft dan LinkedIn menunjukkan fakta yang mencerminkan perubahan signifikan pemanfaatan AI di dunia kerja.

Melansir dari antaranews, sebanyak 69 persen perusahaan di Indonesia menyatakan tidak akan merekrut kandidat yang tidak memiliki keterampilan AI.

Sementara 76 persen perusahaan, bahkan lebih memilih kandidat dengan pengalaman kerja minim, asalkan memiliki penguasaan AI yang kuat.

Indonesia, seperti disampaikan Kementerian Komdigi, diproyeksikan kekurangan sembilan juta talenta digital hingga tahun 2035.

Sementara itu, dunia industri telah mulai mematok kecakapan AI sebagai prasyarat rekrutmen. Artinya, krisis ini bukan lagi soal relevansi, melainkan soal keberlangsungan.

Transformasi sistem pendidikan menjadi sangat mendesak. Institusi pendidikan tinggi, baik negeri maupun swasta, perlu bergerak lebih progresif dalam mengintegrasikan AI ke dalam inti kurikulum.

Salah satu pendekatan yang layak dicermati adalah upaya kampus-kampus yang merancang kurikulum berbasis praktik, menggabungkan, aspek teknis seperti deep learning, Natural language processing, dan computer vision, dengan pembelajaran etis dan lintasdisiplin.

Dalam diskursus global yang mulai mengangkat topik Artificial General Intelligence dan Superintelligence, dunia pendidikan harus mengasah para pemikir, bukan hanya teknisi.

Karena ketika AI masuk ke ruang-ruang pengambilan keputusan, pertanyaannya bukan hanya “bisa atau tidak”, tetapi “boleh atau tidak”.

Namun tanggung jawab membangun pendidikan AI tidak bisa dibebankan pada segelintir institusi swasta.

Negara harus hadir, memastikan bahwa perguruan tinggi negeri, politeknik, hingga universitas daerah mendapat ruang, dukungan, dan mandat yang sama untuk mengembangkan program serupa.

Jika tidak, ketimpangan digital akan menjelma menjadi jurang sosial yang dalam, teknologi tersedia, tapi hanya segelintir yang mampu menjangkau dan memanfaatkannya.

Kebijakan afirmatif sangat dibutuhkan dari pendanaan riset AI di universitas negeri, pengembangan kurikulum AI di politeknik, hingga kolaborasi riset antaruniversitas dan magang internasional yang terstruktur.

Pemerintah harus menyusun peta jalan pengembangan pendidikan AI nasional yang berpihak pada inklusivitas dan pemerataan.

AI bukan hanya untuk Jakarta, Bandung, atau Surabaya, namun harus menjadi bagian dari ekosistem pendidikan di Kupang, Wamena, Pangkalan Bun, hingga ke seluruh pelosok negeri ini.

Jika tidak, maka AI hanya akan menegaskan bahwa teknologi bisa membuat dunia lebih sempit bagi yang tertinggal.

Institusi pendidikan tinggi harus menjadi titik mula dari revolusi ini. Kampus harus memosisikan diri sebagai lokomotif, bukan hanya pengajaran AI, tetapi juga penjamin bahwa revolusi teknologi ini tidak meninggalkan siapa pun. AI adalah alat.

Bagaimana AI digunakan, untuk siapa AI bermanfaat, sangat tergantung pada manusia yang mendidik dan dididik hari ini.

Ini penting, karena di masa mendatang, dunia akan membutuhkan profesi-profesi yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya, seperti AI engineer, machine learning engineer, AI developer, AI analyst, atau juga AI research scientist.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *