ABNnews – Di tengah ketidakpastian global dan pelemahan ekonomi di negara mitra dagang seperti Amerika Serikat, Eropa, Jepang, dan Tiongkok, industri manufaktur nasional justru menunjukkan performa yang makin solid.
Indeks Kepercayaan Industri (IKI) per Juli 2025 tembus ke 52,89, naik signifikan dibanding Juni (51,84) dan lebih tinggi dari capaian Juli 2024 (52,40). Angka ini menandakan bahwa sektor manufaktur Indonesia masih berada dalam fase ekspansi.
Peningkatan ini didorong naiknya seluruh komponen IKI, yakni indeks pesanan ke 54,40, persediaan produk ke 54,99, dan produksi ke 48,99. Meski angka produksi masih di bawah batas ekspansi, lonjakannya sebesar 2,35 poin jadi sinyal positif pemulihan.
“Permintaan terus tumbuh, baik dari pasar ekspor maupun domestik. Ini tak lepas dari dukungan kebijakan pro-industri seperti Perpres 46 Tahun 2025 soal pengadaan barang dan jasa,” ujar Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif dalam rilis IKI, Kamis (31/7/2025).
Ekspor Melejit, Domestik Tak Kalah Kencang
Sektor ekspor terus mencatatkan kinerja positif. IKI ekspor Juli 2025 naik ke 53,35, dibanding Juni (52,19). Komoditas unggulan datang dari industri logam dasar (USD4,6 miliar), makanan (USD3,9 miliar), bahan kimia (USD1,9 miliar), dan elektronik (USD1,08 miliar).
Yang paling mencolok, industri perhiasan dan media rekaman yang mencetak lonjakan ekspor hingga di atas 150% secara bulanan (month-to-month).
Tak hanya pasar luar negeri, permintaan dalam negeri juga tetap kuat. IKI domestik naik dari 51,32 ke 52,16, didorong momen liburan sekolah dan tahun ajaran baru.
Dari 23 subsektor industri pengolahan, 22 tercatat ekspansi, menyumbang 99,9% terhadap PDB industri nonmigas. Dua sektor paling moncer pertama, Industri Alat Angkutan Lainnya (KBLI 30) Didongkrak oleh peningkatan penjualan sepeda motor (509.326 unit) dan ekspor kendaraan CBU (756.611 unit), serta pesanan ekspor gerbong kereta dan maritim ke Selandia Baru.
Kedua, Industri Pengolahan Tembakau (KBLI 12) – Menguat akibat lonjakan permintaan ekspor, khususnya ke Amerika Serikat sebelum diberlakukannya tarif proteksionis (dijuluki tarif Trump).
Selain itu, Industri Kulit dan Alas Kaki (KBLI 15) juga ekspansi, terbantu oleh investasi baru di Jawa Tengah dan peningkatan pesanan ekspor menjelang tarif dagang AS.
Satu-satunya subsektor yang mengalami kontraksi adalah Reparasi dan Pemasangan Mesin (KBLI 33). Penurunan terjadi di semua variabel, dari pesanan, produksi, hingga persediaan.
Kondisi ini dipengaruhi siklus pengadaan barang dan masih lesunya sektor jasa perawatan industri, termasuk otomotif dan maritim.
Kemenperin juga mendorong pelaku industri ekspor untuk lebih agresif memanfaatkan peluang dagang dari kesepakatan IEU–CEPA dan kerja sama dengan AS.
“Kami dorong industri pakaian, alas kaki, dan furnitur meningkatkan produksi dan daya saing. Kita harus banjiri pasar global dengan produk Indonesia,” kata Febri.
Langkah strategis lainnya mencakup pembangunan kawasan industri baru berbasis ekspor, peningkatan TKDN, dan optimalisasi insentif seperti Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT).
Sebanyak 77,1% pelaku industri melaporkan usaha mereka stabil atau membaik. Optimisme terhadap kondisi enam bulan ke depan naik dari 65,8% ke 67,6%, sementara pesimisme turun jadi hanya 7,1%.
Faktor pendukung lainnya: naiknya Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) ke 117,8, serta penjualan ritel yang tumbuh 2,0% (yoy) ke level 233,7 di Juni 2025.
Sebagai bagian dari upaya memperkuat kontribusi industri terhadap program prioritas Presiden Prabowo Subianto dalam Asta Cita, Kemenperin berkomitmen mendukung agenda seperti, Makan Bergizi Gratis (MBG), Ketahanan energi dan pangan, Perumahan rakyat, Kesehatan gratis dan Penguatan koperasi (Koperasi Merah Putih)
Program prioritas Kemenperin akan menyasar hilirisasi, ekosistem industri hijau, penguatan hulu-hilir, hingga peningkatan SDM industri agar siap bersaing di rantai pasok global.