banner 728x250

Dikecam Dugaan Larangan Berjilbab untuk Dokter dan Perawat Perempuan di RS Medistra

Ilustrasi perawawat muslimah berjilbab/ Pixabay

ABNnews -Sejumlah pihak mengecam larangan berjilbab untuk dokter dan perawat perempuan yang berlaku di RS Medistra, Jakarta. Padahal Indonesia sudah 79 tahun merdeka, tapi ternyata masih saja ada lembaga yang Islamofobia. Sebelumnya larangan berjilbab juga diterapkan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) untuk petugas Paskibraka perempuan.

Sikap tak Pancasilais itu terungkap setelah surat terbuka dokter Diani Kartini kepada manajemen RS Medistra beredar di dunia maya. Surat terbuka itu pun viral diberbagai platform media sosial (medsos). Sampai kini belum jelas respon manajemen atas kegaduhan tersebut.

Diantara pihak yang mengecam RS Medistra adalah Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis. Ia merespons sikap tidak Pancasilais RS Medistra tersebut dengan mencuit di akun C (Twitter) pribadinya.

“Rumah Sakit yang masih phobia hijab begini baiknya tak usah buka di Indonesia karena kita sudah merdeka dan dijamin kebebasan untuk menjalankan ajaran agamanya masing-masing. Tolong pihak berwenang agar kasus di RS itu diusut ya agar tak menjadi preseden buruk,” kata Kyai Cholil Nafis di akun X @cholilnafis, Minggu (2/9/2024).

Ketua Sementara DPRD Provinsi Jakarta Achmad Yani juga mendesak Dinas Kesehatan (Diskes) Jakarta segera melakukan investigasi terkait dugaan pihak RS Medistra yang melarang dokter umum dan perawat muslimah memakai hijab. Ia menegaskan, pelarangan penggunaan jilbab bagi dokter umum dan perawat muslimah oleh manajemen RS Medistra merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM).

“Jangan coba-coba berbuat sesuatu yang melanggar dan membatasi orang untuk menjalankan keyakinannya, apalagi sampai ada aturan untuk melepas hijab di tempat bekerja. Jika ada, ini jelas pelanggaran HAM dan harus ditindak tegas,” kata Yani melalui keterangannya, Minggu (1/9/2024).

Yani menuturkan, aturan kerelaan melepas hijab sudah tak lagi relevan. Sebab, aturan itu berpotensi melanggar dan menghalangi hak asasi seseorang untuk melaksanakan keyakinannya.

Anggota Fraksi PKS DPRD Provinsi Jakarta ini juga mendorong manajemen RS Medistra untuk melakukan klarifikasi atas dugaan aturan pelepasan hijab bagi tenaga medis muslimah di lingkungan RS Medistra. Klarifikasi diperlukan agar isu yang berkembang tak semakin liar.

“Pihak rumah sakit harus segera klarifikasi atas isu tersebut karena sudah menimbulkan keresahan di masyarakat,” ujar Yani.

Dia menambahkan, pihaknya juga telah membuka kanal aspirasi bagi masyarakat yang ingin melaporkan kasus serupa. Ia meminta masyarakat untuk tidak ragu melapor apabila mengalami pelanggaran HAM, terutama di tempat kerja di wilaya Jakarta.

“Silakan laporkan ke kami. Sebagai wakil rakyat Jakarta, Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta akan berjuang membela hak rakyat,” kata dia.

Dugaan pembatasan jilbab untuk perawat dan dokter umum perempuan itu terungkap setelah surat protes dilayangkan salah satu dokter spesialis yang bekerja di Medistra, Dr dr Diani Kartini, SpB Subsp.Onk (K) beredar di jagat maya. Surat yang tertulis 29 Agustus 2024 dan ditujukan kepada direksi RS Medistra.

Hingga berita ini diturunkan belum ada keterangan dari RS Medistra.***

Bagus Iswanto

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *