ABNnews — Situasi Timur Tengah semakin memanas. Israel mengalihkan perhatian dari Gaza ke perbatasan Israel dengan Lebanon. Negara Zionis itu menarget kelompok militan Hizbullah yang didukung Iran.
Pada akhir Juli lalu media Lebanon melaporkan, Israel menembakkan sekitar 40 roket yang menargetkan beberapa titik di wilayah Lebanon Selatan yang diidentifikasi sebagai markas Hizbullah.
Serangan Israel itu menewaskan wakil pemimpin Hizbullah, di pinggiran Kota Beirut, Fuad Sukhr dan warga sipil.
Juru bicara militer Israel (IDF), Daniel Hagari berdalih serangan di Lebanon Selatan itu tindakan membela diri dan “secara proaktif menyingkirkan ancaman” dari Hizbullah.
“Beberapa waktu lalu, militer Israel mengidentifikasi organisasi teroris Hizbullah yang bersiap menembakkan rudal dan roket ke wilayah Israel,” ucap Hagari dalam pernyataannya.
“Dalam tindakan membela diri untuk menyingkirkan ancaman ini, militer Israel menyerang target teror di Lebanon, tempat Hizbullah berencana untuk meluncurkan serangan mereka terhadap warga sipil Israel,” ujar Hagari menambahkan seperti dikutip Al Jazeera.
Serangan militer Israel mendapat respons. Pada Minggu (25/08) dini hari waktu setempat, Hizbullah meluncurkan lebih dari 320 roket ke Israel.
“Jumlah roket Katyusha yang diluncurkan hingga saat ini lebih dari 320. menargetkan 11 pangkalan dan barak militer Israel,” demikian pernyataan Hizbullah.
Hizbullah mengklaim fase pertama pembalasan terhadap Israel berakhir dengan kesuksesan. Aksi ini merupakan respons atas serangan Israel yang menewaskan Fuad Sukhr.
Atas kejadian ini Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Perdana Menteri Lebanon mendesak Israel dan Hizbullah untuk meredam diri.
“menyerukan kepada semua pihak untuk gencatan senjata dan menahan diri dari tindakan eskalasi lebih lanjut”, kata pernyataan bersama, yang menggambarkan perkembangan terbaru sebagai “mengkhawatirkan” seperti dikutip dari AFP.
“Kembalinya penghentian permusuhan, diikuti dengan penerapan resolusi Dewan Keamanan PBB 1701, adalah satu-satunya cara berkelanjutan ke depan,” tambah pernyataan itu.
Resolusi tersebut mengakhiri konflik tahun 2006 antara Israel dan Hizbullah dan menyerukan agar tentara Lebanon dan pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa menjadi satu-satunya angkatan bersenjata yang dikerahkan di Lebanon selatan.
Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati pada hari Minggu (25/8) mengatakan kepada para menteri dalam sebuah pertemuan darurat bahwa ia telah mengadakan “serangkaian kontak dengan teman-teman Lebanon untuk menghentikan eskalasi”.
“Yang diperlukan adalah menghentikan agresi Israel terlebih dahulu, dan menerapkan Resolusi 1701,” kata sebuah pernyataan dari kantornya.
Mikati juga menekankan “dukungan Lebanon untuk upaya internasional yang dapat mengarah pada gencatan senjata di Gaza”, menurut pernyataan tersebut.