ABNnews — Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghentikan penyidikan kasus korupsi izin tambang Konawe Utara pada 2007-2014, menuai sorotan. Surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kasus yang merugikan negara Rp2,7 triliun itu ternyata sudah terbit sejak tahun lalu.
Sejumlah pihak menilai keputusan lembaga antirasuah menerbitkan SP3 dirasa janggal dan mencederai kepercayaan publik. Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik langkah KPK tersebut. Kepala Divisi Hukum dan Investigasi ICW, Wana Alamsyah mengatakan, penghentian perkara dapat berpotensi bukan didasarkan atas pandangan objektif, melainkan dari penilaian subjektif yang sulit untuk ditagih akuntabilitasnya oleh publik.
“SP3 yang dikeluarkan oleh KPK bukan hanya menambah daftar panjang perkara yang dihentikan, namun juga dapat dilihat sebagai hasil dari penghancuran KPK secara sistemik pada 2019 lalu,” kata Wana dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Selasa (30/12).
Diketahui, kasus dugaan korupsi ini melibatkan mantan Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman. Wana mengatakan, KPK menyampaikan bahwa SP3 dikeluarkan pada Desember 2024.
Berdasarkan penelusuran ICW terhadap laporan tahunan KPK dan Dewan Pengawas KPK, nama Aswad Sulaiman tidak masuk di dalam laporan tersebut. Karenanya, ICW mempertanyakan alasan KPK butuh waktu satu tahun untuk menyampaikan informasi tersebut ke publik.
Padahal, kata dia, berdasarkan Pasal 40 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2019 dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XVII/2019, penghentian penyidikan dan penuntutan harus dilaporkan ke Dewas paling lambat 14 hari terhitung sejak dikeluarkannya SP3.
“Mengapa informasi tersebut tidak segera disampaikan kepada publik? Publik patut mempertanyakan alasan mengapa KPK tidak berlaku transparan?” ujarnya.
Wana mengatakan, dalam kasus korupsi yang menyeret nama Aswad Sulaiman, terdapat dua pasal yang dikenakan KPK, yakni kerugian keuangan negara dan suap-menyuap.
Dia mengatakan, jika menerbitkan SP3, KPK harus menjelaskan untuk perkara terkait kerugian negara atau suap. “Jika perkara suap-menyuap yang dihentikan, KPK wajib memberikan penjelasan tentang perkembangan pemeriksaan yang dilakukan pada tahun 2022 lalu,” ucap dia.
Dalih Kedaluwarsa, KPK SP3 Korupsi Tambang Konut
Sebelumnya, KPK mengatakan, kasus dugaan korupsi izin tambang nikel yang menyeret nama Bupati Aswad Sulaiman dihentikan sejak 2024 karena terkendala penghitungan kerugian negara.
“Benar. Penerbitan SP3 oleh KPK sudah tepat, karena tidak terpenuhinya kecukupan alat bukti dalam proses penyidikan yang dilakukan, Pasal 2, Pasal 3 (UU Tipikor), yaitu terkendala dalam penghitungan kerugian keuangan negara,” ujar Budi kepada wartawan, Minggu.
Budi menyinggung kasus perkara izin tambang yang sudah kedaluwarsa. Dengan begitu, kata dia, SP3 perlu diberikan agar ada kepastian hukum terhadap pihak-pihak terkait.
“Kemudian dengan tempus perkara yang sudah 2009, ini juga berkaitan dengan daluwarsa perkaranya, yakni terkait pasal suapnya,” ujarnya.
Budi menekankan bahwa pemberian SP3 juga sesuai dengan asas-asas pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK yang diatur dalam Pasal 5 UU Nomor 19 Tahun 2019.
Dia menyebutkan, KPK mengedepankan kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, proporsionalitas, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.













