ABNnews – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus tancap gas memperkuat komitmennya dalam penerapan Smart Industrial Safety (SIS) lewat kolaborasi bareng Jepang melalui Indonesia–Japan Consortium for Smart Industrial Safety (IJCSIS).
Langkah ini jadi upaya nyata mendukung penerapan teknologi Industri 4.0 dan kecerdasan buatan (AI) demi meningkatkan keselamatan dan keamanan kerja di sektor industri manufaktur nasional.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan, penerapan teknologi digital seperti Artificial Intelligence (AI), Machine Learning, Internet of Things (IoT), Big Data, hingga Cybersecurity bisa jadi game-changer dalam menjaga keselamatan kerja industri.
“Dengan teknologi digital dan sistem cerdas, Smart Industrial Safety bukan hanya menjaga K3, tapi juga meningkatkan efisiensi proses industri,” kata Menperin di Jakarta, Jumat (31/10/2025).
Sektor industri kimia jadi fokus utama penerapan SIS karena dikenal punya risiko keselamatan tinggi.
Kemenperin pun hadir dalam Seminar dan Penandatanganan Perjanjian Implementasi Smart Industrial Safety (SIS) di Science Techno Park UI, Depok, yang diwakili oleh Direktur Industri Kimia Hulu Wiwik Pudjiastuti.
“Industri kimia adalah tulang punggung ekonomi nasional dan pilar penting dalam rantai pasok global,” ujar Wiwik.
Pertumbuhan sektor ini memang mencengangkan. Di semester pertama 2025, industri kimia, farmasi, dan tekstil tumbuh 6,70% dengan kontribusi 3,82% terhadap PDB nasional, ekspor USD 25,89 miliar, dan investasi Rp 93,93 triliun.
Meski tumbuh pesat, Wiwik mengingatkan pentingnya menjaga keamanan bahan kimia berbahaya.
“Pertumbuhan industri tak boleh hanya soal produktivitas. Keselamatan kerja harus jadi fondasi utama,” tegasnya.
Kerja sama antara Indonesia dan Jepang lewat IJCSIS melibatkan berbagai pihak: pemerintah, akademisi, hingga pelaku industri.
Dari Indonesia hadir UI, ITB, FIKI, dan Responsible Care Indonesia (RCI).
Sementara dari Jepang ada Tokyo University of Agriculture and Technology (TUAT), Yokohama National University (YNU), JEMIMA, dan JEITA.
Kolaborasi ini ditujukan untuk membangun sistem keselamatan industri berbasis teknologi canggih—terutama di sektor kimia berisiko tinggi.
Selain kerja sama teknologi, Kemenperin juga fokus meningkatkan kompetensi tenaga kerja lewat pelatihan berbasis teknologi keselamatan industri.
“SDM berwawasan teknologi adalah ujung tombak penerapan Smart Industrial Safety,” jelas Wiwik.
Kemenperin sebelumnya juga sudah menerbitkan Permenperin No. 19 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Keadaan Darurat Bahan Kimia, yang mewajibkan industri melakukan identifikasi risiko dan menyusun prosedur darurat bahan kimia.
Menutup pernyataannya, Wiwik menyerukan pentingnya menjadikan keselamatan sebagai investasi jangka panjang bagi industri nasional.
“Melalui sinergi antara pemerintah, industri, dan akademisi, kita bisa membangun industri kimia yang tangguh, aman, dan berkelanjutan,” pungkasnya.













