banner 728x250

OECD Bukan Cuma Gengsi, Ini Jurus RI Lepas dari Middle Income Trap!

Diskusi CIPS di Jakarta, Senin (28/7). Foto dok Kemenko Perekonomian

ABNnews – Pemerintah Indonesia serius tancap gas menuju Indonesia Emas 2045. Salah satu langkah krusialnya bergabung ke Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Tapi ini bukan sekadar cari label atau gengsi internasional.

“Aksesi OECD bukan hanya formalitas. Ini kita desain sejak awal sebagai pengungkit transformasi ekonomi nasional,” tegas Sekretaris Kemenko Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, dalam acara diskusi CIPS di Jakarta, Senin (28/7).

Menurutnya, Indonesia butuh lompatan besar untuk keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap) dan naik dari tren pertumbuhan ekonomi yang stagnan di angka 5% dalam satu dekade terakhir.

Lewat keanggotaan OECD, Indonesia akan mengadopsi praktik-praktik terbaik dunia, mulai dari tata kelola perusahaan, pemberantasan korupsi, pengelolaan pasar keuangan, hingga persaingan usaha yang sehat dan transparan. Kepercayaan investor pun dipastikan akan meningkat.

“Dengan aksesi ini, kita akan punya standar global yang bisa jadi pegangan reformasi menyeluruh,” ucap Susiwijono.

Langkah konkret sudah dilakukan. Pada Juni 2025 lalu di Paris, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyerahkan dokumen Initial Memorandum kepada Sekjen OECD. Dokumen ini berisi analisis kesenjangan (gap analysis) terhadap 240 instrumen hukum di 32 bidang.

“Ini tepat satu tahun sejak roadmap aksesi kita serahkan. Progresnya disiplin dan cepat. Ini bukti komitmen kuat semua K/L dan stakeholder,” ujar Susiwijono.

Hasil asesmen menunjukkan bahwa 90% regulasi Indonesia sudah sesuai dengan standar OECD. Tapi masih ada ruang pembenahan untuk menyempurnakan regulasi, demi mendorong ekonomi yang lebih kuat dan inklusif.

Pemerintah juga telah membentuk Tim Nasional OECD melalui Keputusan Menko Perekonomian No. 232/2024. Tim ini melibatkan 64 Kementerian, Lembaga, dan Mitra Non-Pemerintah.

“Kita butuh kerja kolektif dan kolaborasi berkelanjutan. Forum-forum seperti ini penting untuk membahas rekomendasi OECD agar sesuai konteks kebutuhan nasional,” kata Susiwijono.

Ia pun mengapresiasi kontribusi kalangan akademisi, lembaga riset, dan think tank.

“Kolaborasi riset dan kebijakan sangat strategis untuk masa depan ekonomi kita,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *