banner 728x250
Opini  

Kebijakan BUMDes Mematikan Koperasi

banner 120x600
banner 468x60

Oleh: Eddy Junaidi

Joko Widodo adalah orang yang paling bertanggungjawab atas “matinya”
Gerakan Koperasi di Indonesia.

banner 325x300

Salah satu “cita” dari Nawacita Joko Widodo adalah pembangunan dari desa ke kota. Implikasinya diubah dari Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal menjadi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Sekaligus dengan skema dana desa Rp1 miliar per desa, dengan dorongan pembangunan lembaga Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai motor penggerak.

Koperasi Diganti BUMDes

Ulah oknum koperasi memanfaatkan lembaga koperasi untuk kepentingan pribadi, sehingga citra koperasi hancur. Maklum, koperasi dan UMKM adalah salah satu heritage Orde Baru.

Semenjak Orde Reformasi, koperasi dan UMKM tidak lagi didukung penuh oleh pemerintah. Padahal saat krisis moneter 1998 Indonesia tertolong salah satunya oleh koperasi dan UMKM. Namun puncak kehancuran koperasi pada era Joko Widodo ketika virus korporasi dipaksakan lewat BUMDes.

Koperasi didasari kebersamaan dengan filosofi gotong-royong. Koperasi berangkat dari ekonomi pedesaan yang terbentuk secara natural. Bahkan dulunya pernah ada sistem barter antar desa dari komoditisi sesuai produksi kebutuhan antar desa. Secara kelembagaan mereka bentuk pelembagaan koperasi sebagai payung hukum. Berbeda sekali dengan azas korporasi (BUMDes) yang profit oriented Joko Widodo dalam sepuluh tahun terakhir ini terkesan daulat investor, sehingga kedaulatan rakyat dalam ekonomi tercerabut sebagai sistem sosial. Joko Widodo all-out (melakukan dengan sepenuh tenaga) untuk daulat investor, sehingga apa saja kebijakannya untuk kepentingan investor, nyaris tidak ada “untuk rakyat” dalam setiap kebijakannya.

Koperasi Soko Guru Ekonomi Indonesia

Founding father telah menempatkan koperasi sebagai soko guru ekonomi Indonesia. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, tercapainya masyarakat adil dan makmur adalah salah satu tujuan bernegara. Hal ini
dipertegas oleh keberadaan Pasal 33 UUD 1945, sangat tegas orientasi pembangunan ekonomi untuk seluas-luasnya kepentingan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Kebijakan ekonomi Joko Widodo yang liberal terhadap pasar tanpa kendali pemerintah menghidupkan kehadiran kartel hampir untuk seluruh komoditi. Hal ini diperburuk pelaku ekonomi swasta besar yang dikuasai oleh satu etnis (Cina).

Kita tahu bahwa koperasi dan UMKM di Indonesia seluruhnya berjumlah hampir
59,2 juta. Joko Widodo menempatkan relawan Teten Masduki sebagai Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah memegang kendali. Teten Masduki sama sekali tidak mempunyai latar belakang di bidang tersebut.

Keberadaannya pada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) adalah di bidang hukum, sama sekali tidak berkontribusi pada dunia koperasi dan UMKM di Indonesia.

Kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) 20% pun tidak lagi dinikmati koperasi dan UMKM, karena perbankan membeli port folio dari bank yang konsentrasi dari segmen tersebut. Semenjak Bank Indonesia menghilangkan Divisi UMKM dengan mendirikan PT. Permodalan Madani Indonesia, perannya hanya dalam membentuk Bank Muamalat, setelah itu nyaris tidak terdengar kiprahnya.

Prabowonomics Jika Ingin Welfare State Harus Menyadari dan Mengevaluasinya

Jika Prabowo Subianto ingin ke Mazhab ekonomi kesejahteraan, sistem ekonomi
saat ini perlu dikoreksi total. Ekonomi kita mencerabut jatidiri bangsa tentang
kebersamaan dan gotong-royong. Mazhab ayahanda, Prof. Soemitro Djojohadikoesoemo yang sudah menyadari masalah ketimpangan ekonomi ini sejak tahun 1951 membuat program Benteng yang memberi peluang pengusaha pribumi sebagai importir, dan dukungan alokasi kredit dengan sistem ekonomi inklusif.

Sangat penting nanti siapa yang akan duduk dalam tim ekonominya. Jika melihat yang menyiapkan Badan Penerimaan Negara saat ini, mayoritas adalah mantan pejabat ekonomi Orde Baru, perlu ekonom pasar yang mempunyai pengalaman teknokratis.

Kepemimpinan Prabowo Subianto yang solid mampu membuat stabilitas politik sebagai syarat dari akselerasi pertumbuhan. Pertumbuhan 8–9% menjadi target pertumbuhan ekonominya. Perlu skema jitu dalam pengelolaan ekonomi bisnis. Perlu harmonisasi dan sinkronisasi antara swasta besar dan UMKM,serta BUMN.

Skema SWF (Sovereign Wealth Funds) dengan Indonesia Incorporated menjadi pilihan tepat untuk berkompetisi di kancah global. Pembenahan ekonomi domestik dan restrukturisasi utang, menjadi fokus utama dengan memperluas ruang fiskal dari PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) secara spesifik memperbesar skema bagi hasil dengan industri migas dan pertambangan. Kebijakan hilirisasi menjadi nilai tambah yang diikuti dengan kebijakan uang ekspor, harus kembali ke tanah air.

*) Yayasan Kalimasadha Nusantara

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *