ABNnews — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango menyoroti laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) para pejabat selaku wajib lapor. Menurutnya, masih ada indikasi dugaan suap dan gratifikasi yang terendus dari LHKPN para pejabat.
“Pemeriksaan LHKPN masih menemukan indikasi penerimaan suap dan gratifikasi,” kata Nawawi saat memberikan sambutan dalam acara Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (9/12).
Nawawi menyampaikan, upaya pencegahan korupsi dilakukan KPK sebagaimana amanat Undang Undang 19 Tahun 2019. Salah satu upaya yang dilakukan, yakni melalui pendaftaran serta pemeriksaan LHKPN.
Hanya saja, dia menyoroti soal kebenaran LHKPN para pejabat. “Namun, kebenaran isi laporan masih memprihatinkan,” ujar Nawawi.
Oleh sebab itu, Nawawi meminta kementerian maupun lembaga menaruh atensi serius terhadap penyampaian LHKPN. Menurutnya, penyampaian LHKPN merupakan bentuk pertanggungjawaban pejabat ke masyarakat.
“Kami mendorong berbagai instansi menjadikan LHKPN sebagai instrumen penting dalam pertanggungjawaban pejabat publik kepada masyarakat dalam bentuk penyampaian LHKPN yang benar-benar isinya dan sesuai dengan kenyataannya,” ungkap Nawawi.
Selain sebagai pertanggungjawaban pejabat publik kepada masyarakat, LHKPN merupakan instrumen penting untuk fungsi monitoring terhadap sistem administrasi pemerintah, serta untuk mengukur kedalaman korupsi sekaligus efektivitas pemberantasan korupsi di Indonesia.
Nawawi juga mengatakan, KPK melaksanakan Survei Penilaian Integritas (SPI) untuk 92 instansi di pusat dan 542 pemerintah daerah.
Berdasarkan hasil skor SPI, ada beberapa sektor yang menjadi perhatian bersama karena masih rentan terjadinya korupsi, seperti sektor pengadaan barang dan jasa, proses perizinan, penyalahgunaan anggaran, dan penyalahgunaan fasilitas negara.
Dalam upaya pencegahan korupsi pemerintah daerah, KPK telah mendorong perbaikan tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik melalui Indeks Pencegahan Korupsi Daerah yang diukur melalui Monitoring Center for Prevention (MCP), yang berfokus pada delapan area.
Melalui MCP, KPK bersinergi bersama pemerintah daerah dan instansi terkait lainnya, sehingga berhasil menyelamatkan keuangan daerah sebesar Rp 114,3 triliun melalui penertiban aset dan penagihan tunggakan pajak daerah.