ABNnews – Pakar Hukum Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Profesor Suparji Ahmad, menilai wacana menempatkan Polri di bawah Kemendagri yang digulirkan anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDIP Deddy Sitorus sangatlah berbahaya.
Menurutnya, akan lebih berbahaya lagi jika Polri berada jika menterinya berasal dari partai politik.
“Kalau kemudian ditempatkan di bawah Kemendagri juga masalah malah riskan. Malah riskan artinya kalau Mendagrinya itu (dari) partai politik, malah bahaya,” kata Suparji kepada wartawan. Sabtu (30/11/24).
“Kalau persoalannya bahwa sekarang ada semacam politisasi Polri, potensi politisasi akan lebih tinggi kalau di Kemendagri seandainya menterinya dari partai politik. Sehingga menjadi risiko kalau ditempatkan di situ,” sambung dia.
Terkait tudingan adannya intervensi Polri di ajang Pemilu, Suparji menegaskan yang perlu diperbaiki adalah pengawasan terhadap seorang pejabat yang menempatkan Polri secara subyektif. Bukan malah mempersoalkan struktur keberadaannya.
“Kalau misalnya pihak-pihak tertentu menempatkan polisi dalam kepentingan kelompok atau subjektifnya itulah yang harus diperbaiki, tidak boleh seperti itu. Tapi perbaikannya bukan pada konteks kedudukan struktur Polri. Tapi lebih bagaimana pengawasan kepada pejabat yang bersangkutan,” jelas dia.
Dirinya menilai, apabila Polri di bawah Kemendagri, itu bisa mempersempit kewenangan Polri. Sebab, Polri hanya sebagai ‘inspektoral kementerian’ bila di bawah Kemendagri.
“Kemudian saya kira bahwa kalau di bawah Kemendagri, akan mempersempit tentang kewenangan, fungsi. Karena kan menjadi inspektoral kementerian saja. Sedangkan yang dilayani Polri kan secara keseluruhan,” jelasnya.
Di sisi lain, Suparji juga mengharapkan adanya perbaikan di tubuh Polri. Mulai budaya instansi maupun individu, akuntabilitas serta profesionalitas sebagai aparat penegak hukum.
“Ya perbaikan mulai aturan, dari sisi pengawasan ditingkatkan supaya akuntabilitasnya, transparansinya terjamin,” harap Suparji.
“Harus ada budaya bagaimana polisi itu adalah alat negara. Harus membangun budaya, membangun culture baik secara individual maupun secara struktural bahwa itu adalah adanya sebagai alat negara,” katanya.
Sebelumnya, Ketua DPP PDIP Deddy Yevri Sitorus mengungkapkan bahwa partainya sedang mempertimbangkan untuk mendorong Polri berada di bawah kendali TNI atau Kemendagri.
Pertimbangan ini muncul setelah hasil Pilkada Serentak 2024 di beberapa wilayah, di mana PDIP merasa mengalami kekalahan akibat keterlibatan aparat kepolisian, yang mereka sebut sebagai “parcok” (partai cokelat).
“Perlu diketahui bahwa kami sudah sedang mendalami kemungkinan untuk mendorong kembali agar Kepolisian Negara Republik Indonesia kembali di bawah kendali Panglima TNI. Atau agar Kepolisian Republik Indonesia dikembalikan ke bawah Kementerian Dalam Negeri,” ujar Deddy dalam konferensi pers terkait pelaksanaan dan temuan Pilkada Serentak 2024 di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat.
Deddy menilai baiknya kepolisian fokus terhadap tugas pengamanan terhadap masyarakat. Di luar kewenangan itu, baiknya bukan menjadi ranah kepolisian.
“Tugas polisi mungkin, jika nanti DPR RI bersama-sama bisa menyetujui, menjaga lalu lintas kita supaya aman dan lancar. Berpatroli keliling dan rumah-rumah agar masyarakat hidup dengan tenang,” tutur anggota DPR RI ini.
“Ada bagian reserse yang bertugas mengusut, melakukan, menyelesaikan kasus-kasus kejahatan untuk sampai ke pengadilan. Di luar itu saya kira tidak perlu lagi. Karena negara ini sudah banyak institusi yang bisa dipakai untuk menegakkan ini,” ujarnya.