banner 728x250

Polemik Transaksi Tunai Ditolak, Menkeu Purbaya dan Gubernur BI, Perry Warjiyo Diminta Turun Tangan

Banyak gerai toko kini menggunakan pembayaran digital. (Foto: istimewa)

ABNnews — Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa dan Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo diminta untuk turun tangan mengatasi polemik penolakan pembayaran tunai oleh berbagai gerai.

Hal itu dikatakan Ketua Komisi VII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay. Ia mengatakan gerai yang meminta pelanggan untuk membayar secara nontunai, seperti via kartu maupun kode cepat QRIS, telah menjamur sehingga perlu ditertibkan.

“Menteri Keuangan dan Gubernur BI harus turun tangan. Apalagi sudah banyak orang yang kritis dan mencermati masalah ini,” kata Saleh, dalam keterangannya, Kamis.

“Jangan lemah dalam menegakkan aturan. Apalagi aturan tersebut secara eksplisit disebutkan di dalam undang-undang,” ucap dia.

Dia mengatakan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, secara eksplisit mengatur bahwa setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah, kecuali karena terdapat keraguan atas keasliannya.

Ketentuan tersebut, tuturnya, memiliki konsekuensi hukum. Oleh sebab itu, selaku ketua komisi yang membidangi urusan perindustrian, Saleh menilai, Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia bertindak tegas.

“Sekali lagi, kalau ini dibiarkan akan berdampak negatif bagi kehidupan sosial, ekonomi, dan politik di Indonesia,” ucapnya.

Pernyataan itu disampaikan Saleh merespons viralnya sebuah video di media sosial. Akun Instagram @arli_alcatraz mengunggah sebuah video terkait seorang konsumen lansia ditolak pembayaran tunai oleh sebuah toko roti pada Kamis (18/12) di halte Transjakarta yang berlokasi di Monas.

Dalam video dimaksud terlihat seorang pria memprotes toko roti tersebut karena menolak pembayaran dengan uang tunai. Toko roti itu disebut mengharuskan pembayaran menggunakan QRIS.

Saleh mengaku kerap mendapat perlakuan serupa. Menurut dia, kondisi ini tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang dan prinsip negara hukum yang dianut Indonesia.

“Saya sendiri saja, di beberapa restoran dan gerai, sering ditolak kalau mau bayar cash (tunai). Katanya, ketentuannya seperti itu dari atasan. Padahal, atasan mereka itu adalah warga negara biasa. Karena itu, dia tidak boleh buat undang-undang yang mengikat warga negara lain. Kalau semua orang boleh buat aturan seperti itu, dipastikan akan terjadi carut-marut. Wibawa negara sebagai negara hukum akan sangat dilemahkan,” katanya.

Ia mengatakan tidak semua kalangan masyarakat memahami teknologi digital, termasuk seorang nenek yang viral karena ditolak untuk membayar secara tunai oleh toko roti.

“Kasihan, dia ditinggalkan zaman. Padahal, menurut undang-undang, setiap orang harus menerima pembayaran pakai uang cash. Hanya dikecualikan jika uang tersebut diduga palsu dan yang menduga, harus membuktikannya. Jika tidak ada bukti bahwa uangnya palsu, tidak ada alasan untuk menolak pembayaran cash,” ucap Saleh.

Oleh sebab itu, ia meminta pejabat yang berwenang mengambil sikap tegas. Menurut dia, pihak yang memerintahkan untuk hanya menerima pembayaran nontunai harus diperiksa.

“Harus diminta keterangan dan pertanggungjawabannya. Kalau dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk dan ditiru orang lain. Restoran dan gerai yang meminta bayaran cashless sekarang sudah menjamur. Bahkan sering sekali orang tidak jadi belanja karena tidak punya kartu,” kata Saleh.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *