ABNnews – Industri pulp dan kertas nasional terus menunjukkan peran strategis sebagai salah satu penggerak perekonomian Indonesia. Di saat yang sama, sektor ini juga bersiap melakukan transformasi besar menuju industri yang lebih berkelanjutan dan rendah emisi.
Hal tersebut mengemuka dalam Seminar Pembukaan Rapat Kerja Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Tahun 2025 yang mengusung tema Beyond Growth: Transforming Indonesia’s Pulp and Paper Industry Towards a Sustainable Future.
Dalam sambutannya, Plt Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika menegaskan sektor industri agro masih menjadi tulang punggung industri pengolahan nonmigas (IPNM).
Berdasarkan data Pusat Data dan Informasi Kemenperin, pada Triwulan III 2025 industri agro mencatat kontribusi sebesar 51,74 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) industri pengolahan nonmigas. Kontribusi tersebut didominasi industri makanan dan minuman sebesar 41,06 persen, disusul industri pengolahan tembakau 3,98 persen, industri kertas dan barang dari kertas 3,68 persen, industri kayu 1,99 persen, serta industri furnitur 1,02 persen.
“Kinerja ini juga tercermin dari Indeks Kepercayaan Industri (IKI) November 2025 yang berada di level 53,45 dan PMI di angka 53,3. Keduanya masih berada di zona ekspansif,” ujar Putu.
Sebagai bagian dari industri agro, sektor pulp dan kertas memiliki kontribusi signifikan terhadap ekonomi nasional. Sepanjang 2024, nilai ekspor industri pulp dan kertas Indonesia mencapai USD 8,09 miliar dengan volume 11,98 juta ton, sementara nilai impor tercatat USD 3,42 miliar.
Hingga pertengahan 2025, terdapat 113 perusahaan pulp dan kertas di Indonesia dengan total kapasitas produksi mencapai 11,43 juta ton pulp dan 21,31 juta ton kertas. Sektor ini menyumbang 3,68 persen terhadap PDB nonmigas nasional.
Secara global, Indonesia menempati peringkat ketujuh produsen pulp dunia dan peringkat keenam produsen kertas terbesar dunia, seiring kapasitas industri yang terus berkembang.
“Industri pulp dan kertas menyerap lebih dari 288 ribu tenaga kerja langsung dan sekitar 1,2 juta tenaga kerja tidak langsung,” ungkap Putu.
Meski mencatatkan kinerja positif, industri pulp dan kertas dihadapkan pada tantangan global untuk mempercepat transformasi menuju industri berkelanjutan. Saat ini, sektor industri menyumbang sekitar 34 persen emisi nasional, dengan kontribusi industri pulp dan kertas mencapai 15,55 persen dari total emisi sektor industri.
Pemerintah pun menegaskan komitmennya untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) sektor industri pada 2050, sekaligus mendukung target NZE nasional pada 2060 atau lebih cepat. Salah satu upaya yang dilakukan melalui penyusunan roadmap dekarbonisasi industri pulp dan kertas nasional.
Roadmap tersebut mencakup peningkatan efisiensi energi, pemanfaatan energi terbarukan, penguatan bauran energi bersih, pengelolaan limbah terintegrasi, hingga adopsi teknologi maju seperti carbon capture and storage (CCS/CCUS) serta pemanfaatan biomassa berkelanjutan.
Selain itu, Kemenperin juga mendorong penerapan ekonomi sirkular melalui pemanfaatan kertas daur ulang (KDU) sebagai bahan baku industri. Model ini dinilai mampu menghemat energi hingga 60 persen dibandingkan produksi pulp dari bahan baku primer.
“Ekonomi sirkular tidak hanya menurunkan emisi dan limbah, tetapi juga menciptakan nilai tambah ekonomi, mengurangi ketergantungan impor, serta membuka peluang green jobs di berbagai daerah,” tegas Putu.
Dalam kesempatan tersebut, APKI diharapkan berperan aktif sebagai mitra strategis pemerintah dalam memperkuat sinergi antarpelaku industri, mendorong efisiensi energi, modernisasi proses produksi, serta percepatan adopsi teknologi rendah karbon.
Rapat Kerja APKI 2025 diharapkan menghasilkan rekomendasi dan langkah konkret untuk memperkuat daya saing industri pulp dan kertas nasional, sekaligus meneguhkan posisi Indonesia sebagai salah satu produsen utama pulp dan kertas dunia.













