banner 728x250

Batik Siger Mendunia! Rahasianya Bukan Cuma Motif, Tapi Cara Kerja Ramah Lingkungan

Foto dok BRI

ABNnews — Di sebuah rumah batik di sudut Kota Bandar Lampung, suasana tampak sibuk. Tangan-tangan para pengrajin cekatan memainkan canting di atas kain putih yang perlahan berubah menjadi karya seni.

Di balik aktivitas itu, ada sosok Laila Al Khusna, perempuan yang berhasil membangun Batik Siger menjadi ikon batik khas Lampung dan simbol pemberdayaan perempuan daerah.

Kecintaan Laila terhadap batik bukan hal kebetulan. Ia tumbuh dari keluarga pengusaha batik, sehingga sejak kecil dekat dengan wastra nusantara. Namun semangatnya makin besar setelah UNESCO menetapkan batik sebagai warisan budaya Indonesia pada 2009. Ditambah kebijakan pemerintah daerah yang mendorong setiap provinsi memiliki batik khas untuk ASN dan BUMN, peluang itu langsung ditangkapnya.

“Saya melihat peluang itu. Tapi saat itu tidak ada pembatik di Lampung karena mayoritas berasal dari Jawa,” kata Laila.
Berbekal ilmu dari orang tuanya, ia mendirikan Lembaga Kursus dan Pelatihan Batik Siger pada 2008. Dari sanalah awal lahirnya Batik Siger.

Namun perjalanan di awal tak mudah. Laila bahkan harus berkeliling ke RT, kelurahan, hingga komunitas ibu-ibu arisan untuk mencari peserta pelatihan.

“Tidak ada yang mau saat itu. Sampai akhirnya ada yang berminat. Motivasi saya hanya satu: agar ilmu orang tua bermanfaat dan bisa mengangkat martabat daerah,” tuturnya.

Kini perjuangan itu terbayar. Banyak alumninya yang sukses membuka usaha batik sendiri. Sementara Batik Siger terus berkembang dan menjadi salah satu identitas budaya Lampung.

Sekitar 80% penjualan Batik Siger berasal dari pasar Lampung, sementara sisanya tersebar di berbagai kota Indonesia melalui e-commerce.

Satu hal yang membuat Batik Siger berbeda adalah komitmen ramah lingkungan. Sekitar 70% proses pewarnaan sudah menggunakan bahan alami, sedangkan penggunaan pewarna sintetis dilakukan dengan sistem penyaringan limbah agar air buangan tetap netral.

“Kami berusaha semaksimal mungkin mengurangi penggunaan bahan sintetis dan menerapkan zero waste. Sisa kain pun kami manfaatkan untuk produk lain,” ujarnya.

Berkat konsistensi itu, Batik Siger meraih Penghargaan Upakarti pada 2014 karena dinilai berhasil memberdayakan masyarakat sekaligus peduli lingkungan.

Laila juga mengakui bahwa perkembangan Batik Siger tidak terlepas dari peran Rumah BUMN BRI. Ia mulai mengikuti pembinaan sejak 2011.

“Lewat Rumah BUMN BRI kami belajar manajemen, pemasaran, digital marketing, hingga cara menggunakan e-commerce. Bahkan diajarkan cara meminjam ke bank dengan benar,” ungkapnya.

Menurutnya, program tersebut sangat membantu UMKM agar bisa naik kelas, bukan hanya dari sisi keuangan, tetapi juga strategi bisnis.

Terpisah, Direktur Mikro BRI, Akhmad Purwakajaya, menegaskan komitmen BRI dalam mengembangkan UMKM melalui pembinaan, permodalan, serta perluasan akses pasar.

“Strategi ini untuk memperkuat ekosistem UMKM di Indonesia agar mampu bersaing, bertahan, dan menghasilkan nilai tambah,” ujarnya.

Kini, Batik Siger bukan hanya produk fesyen. Ia menjadi simbol perubahan dari perempuan untuk daerah, dari budaya untuk dunia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *