ABNnews – Indonesia sedang memasuki babak krusial dalam memperkuat ketahanan ekonominya di tengah gejolak global yang masih penuh ketidakpastian. Di tengah tensi geopolitik dunia, perlambatan ekonomi global, hingga pasar yang makin tidak stabil, pemerintah menegaskan bahwa transformasi ekonomi menjadi senjata utama untuk memastikan pertumbuhan yang tahan banting.
Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam gelaran Ecoverse 2025: Economy and Environment Resilience Summit sekaligus peluncuran Bloomberg Businessweek Indonesia di Jakarta, Kamis (20/11).
Airlangga membeberkan bahwa Indonesia kini tengah tancap gas lewat tiga pilar transformasi besar: pertumbuhan hijau, akselerasi digital, dan pertumbuhan inklusif.
“Indonesia terus bertransformasi. Presiden menekankan bahwa kita harus membangun ekonomi yang lebih cepat, lebih tangguh, lebih bersih, dan lebih berkeadilan,” tegas Airlangga.
1. Pilar Pertumbuhan Hijau: Indonesia Serius Jadi Kekuatan Energi Bersih?
Pemerintah makin agresif mendorong transisi energi. Mulai dari pengembangan energi terbarukan, pembuatan prototipe PLTS, perluasan bioenergi dari B40 ke B50, bioethanol, SAF, hingga bensin sawit semuanya sedang dikebut.
Tak hanya itu, proyek Green Super Grid, jaringan transmisi energi raksasa dari Sumatera hingga Nusa Tenggara, telah disiapkan untuk menopang konektivitas sekaligus mendukung pembangunan data center trilateral antara Indonesia, Singapura, dan Johor. Proyek PLTSa juga digenjot, dengan target 33 proyek rampung sebelum 2029.
2. Pilar Akselerasi Digital: Ekonomi Digital RI Siap Jadi Raksasa Baru?
Airlangga mengungkapkan, ekonomi digital Indonesia kini sudah menyentuh USD 90 miliar dan diproyeksikan meroket menjadi USD 360 miliar pada 2030. Peluncuran Digital Economy Framework Agreement (DEFA) akan mempercepat integrasi perdagangan digital ASEAN dan semakin memperluas potensi ekonomi digital nasional.
QRIS pun semakin mendunia.
“QRIS sudah digunakan di Thailand, Malaysia, Filipina, Singapura, Vietnam, Laos, Brunei, Jepang, dan Korea. Dipakai oleh 57 juta konsumen!” ungkap Airlangga.
Tak berhenti di situ, pemerintah juga fokus membangun teknologi masa depan seperti AI, semikonduktor, genome sequencing, hingga quantum computing, serta memperbanyak jumlah startup sebagai motor inovasi generasi baru.
3. Pilar Pertumbuhan Inklusif: Ekonomi Maju, Tapi Semua Harus Dapat Manfaat
Menurut Airlangga, pertumbuhan ekonomi tidak boleh hanya dinikmati di kota besar. Pemerintah memperkuat pembiayaan bagi petani, UMKM, industri kecil, hingga program pembiayaan perumahan. Target penciptaan green jobs juga terus meluas sejalan dengan transisi energi.
Untuk itu, berbagai program reskilling dan upskilling dikebut di sektor energi bersih, manufaktur modern, dan ekonomi digital agar tenaga kerja Indonesia siap bersaing di pasar global.
“Dengan tiga pilar ini, Indonesia memperkuat posisinya sebagai mitra yang konstruktif dalam membangun ekonomi masa depan yang lebih tangguh. Green growth must translate into real impact bagi Indonesia, kawasan, dan dunia.”tandasnya.













