ABNnews — Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan keprihatinan mendalam sekaligus sikap tegas terhadap perilaku seorang da’i yang mencium anak perempuan di depan umum sebagaimana viral di media sosial, karena telah melanggar prinsip perlindungan anak.
“KPAI menilai bahwa perilaku demikian tidak pantas dilakukan, melanggar norma sosial, norma agama, dan prinsip perlindungan anak,” ujar Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Waktu Luang, Budaya, dan Agama, Aris Adi Leksono.
KPAI menilai meskipun sebagian pihak memandang tindakan tersebut sebagai bentuk kasih sayang, tetapi perilaku demikian tidak pantas dilakukan apalagi di ruang publik.
Tindakan itu juga berpotensi masuk dalam ranah pelanggaran hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Berdasarkan telaah hukum KPAI, Pasal 76E UU Nomor 35 Tahun 2014 menegaskan larangan bagi setiap orang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan yang memaksa anak melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
Sementara dalam UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS dijelaskan bahwa setiap bentuk tindakan fisik atau nonfisik yang bersifat seksual dan dilakukan tanpa persetujuan korban, termasuk mencium, menyentuh, atau meraba bagian tubuh anak dengan konotasi seksual, merupakan tindak pidana kekerasan seksual.
Dari sisi norma agama, kata Aris, seluruh agama mengajarkan penghormatan terhadap martabat dan kehormatan anak. Dalam ajaran Islam misalnya, terdapat adab jelas dalam memperlakukan anak agar tidak menimbulkan keraguan moral atau rangsangan yang bersifat seksual.
“Tindakan mencium anak di ruang publik, apalagi disertai sorotan media, dapat memberikan contoh yang keliru dan mengaburkan batas antara kasih sayang dan pelanggaran privasi tubuh anak,” ujarnya.
KPAI menilai tindakan tersebut, meskipun mungkin tanpa niat jahat, dapat mengarah pada kekerasan seksual nonfisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf (a) UU TPKS, karena merendahkan atau melecehkan martabat anak.
Selain itu, tindakan seperti itu dapat memicu trauma atau kebingungan pada anak terkait batas tubuh dan rasa aman dirinya.
Sebagai pedoman, KPAI menegaskan bahwa bagian tubuh anak yang tidak boleh disentuh oleh orang lain, selain orang tua untuk alasan perawatan, kesehatan, atau keamanan, meliputi bagian tubuh yang tertutup pakaian dalam, serta bibir dan area wajah tanpa izin anak.
“Kami mengingatkan publik dan tokoh agama agar berhati-hati dalam mengekspresikan kasih sayang kepada anak di ruang publik. Semua tindakan fisik harus memperhatikan norma sosial, agama, dan persetujuan anak,” kata Aris.
KPAI merekomendasikan agar aparat penegak hukum, Kementerian Agama, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI), melakukan klarifikasi serta asesmen perlindungan anak untuk memastikan ada atau tidaknya pelanggaran hukum, sekaligus menjamin keamanan psikologis anak yang bersangkutan.
Untuk mencegah kejadian serupa, KPAI juga mendorong lembaga keagamaan dan pendidikan agar memperkuat edukasi perlindungan tubuh dan privasi anak atau body safety education dalam kurikulum pendidikan karakter dan agama.
Selain itu orang tua diimbau mendampingi anak dalam memahami batas tubuh (body boundaries) serta mengajarkan anak untuk berani menolak jika merasa tidak nyaman disentuh atau dicium.
Media massa dan masyarakat juga diminta tidak menyebarluaskan ulang video atau gambar anak yang terkait kasus tersebut.
“Perlindungan anak tidak mengenal siapa pelaku atau status sosialnya. Prinsip utama yang harus dipegang adalah kepentingan terbaik bagi anak,” kata Aris.
Minta Maaf
Ulah Gus yang bernama asli Mohammad Elham Yahya Luqman, yang mencium anak di panggung saat berdakwah ini diketahui mengundang banyak kecaman, tak hanya dari masyarakat, tetapi juga Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar.
Nasaruddin bahkan terang-terangan menyebut tindakan itu bertentangan dengan moralitas dan harus menjadi musuh bersama. “Bukan hanya saya sebagai Menteri Agama, saya person juga ya. Semua tindakan-tindakan yang bertentangan moralitas itu adalah harus menjadi musuh bersama,” ujar Nasaruddin Umar.
Usai aksinya dibanjiri kecaman, Elham Yahya Luqman, akhirnya meminta maaf. Ia menyebut insiden tersebut sebagai kekhilafan pribadi dan menegaskan komitmennya untuk memperbaiki diri.
“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Kediri, 11 November 2025 jam 14.00 WIB. Dengan penuh kerendahan hati, saya Muhammad Elham Yahya Al-Maliki saya pribadi memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat atas beredarnya video yang menimbulkan kegaduhan. Saya mengakui bahwa hal tersebut merupakan kekhilafan dan kesalahan saya pribadi,” ujarnya.
Ia berjanji menjadikan peristiwa tersebut sebagai pelajaran berharga agar tidak terulang kembali di masa depan.
“Saya berkomitmen untuk memperbaiki dan menjadikan peristiwa ini menjadi pelajaran berharga agar tidak mengulangi hal serupa di masa mendatang dan saya juga bertekad untuk menyampaikan dakwah dengan cara yang lebih bijak sesuai dengan norma agama, etika dan budaya bangsa, serta menjunjung akhlakul karimah,” lanjutnya.
Ia juga menjelaskan bahwa video yang kini viral merupakan video lama yang telah dihapus dari seluruh media resminya. “Perlu saya sampaikan bahwa video yang beredar merupakan video lama dan telah kami hapus dari seluruh media resmi kami,” katanya.
Terkait anak-anak dalam video tersebut, ia menegaskan mereka berada di bawah pengawasan orang tua masing-masing dan rutin mengikuti pengajiannya.
“Dan perlu saya sampaikan bahwa anak dalam video viral tersebut adalah mereka yang dalam pengawasan orang tuanya yang mengikuti rutinan pengajian saya,” ujar dia.
Meski begitu, ia tetap menyampaikan penyesalan atas kegaduhan yang terjadi.
“Namun demikian, saya tetap memohon maaf atas hal tersebut. Demikian permohonan maaf dan klarifikasi ini saya sampaikan. Semoga Allah Taala mengampuni kekhilafan kita semua dan senantiasa membimbing langkah kita di jalan kebaikan. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,” tutupnya.













