ABNnews – Indonesia makin serius bertransformasi menuju era kendaraan rendah emisi karbon. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memperkuat kerja sama dengan berbagai mitra internasional, termasuk Jepang, demi mempercepat pengembangan industri otomotif yang ramah lingkungan dan berdaya saing global.
Langkah konkret itu diwujudkan lewat penyelenggaraan The 6th Indonesia–Japan Automobile Dialogue dan The 1st Biofuel Co-Creation Task Force Meeting, yang digelar di Jakarta pada 11 November 2025. Forum ini jadi momentum penting memperdalam sinergi dua negara di bidang teknologi otomotif masa depan.
“Forum ini merupakan bentuk kerja sama strategis antara Kemenperin RI dan Ministry of Economy, Trade and Industry (METI) Jepang, untuk mempercepat transisi menuju mobilitas rendah karbon melalui pendekatan multiple pathways, termasuk kendaraan elektrifikasi dan biofuel,” kata Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita, Rabu (12/11).
Direktur Jenderal ILMATE Setia Diarta menegaskan, pemerintah berkomitmen penuh untuk mencapai target Net Zero Emission 2060 melalui program Low Carbon Emission Vehicle (LCEV).
“Program LCEV ini mencakup berbagai teknologi, termasuk pengembangan mesin fleksibel yang bisa menggunakan biofuel. Kami harap dampaknya terasa di seluruh rantai industri, dari hulu hingga hilir,” ujarnya.
Dari Kementerian ESDM, Dirjen EBTKE Eniya Listiani Dewi menambahkan bahwa sinergi lintas sektor penting untuk mempercepat adopsi energi bersih.
“Pemerintah saat ini menjalankan program biodiesel, bioetanol, bioavtur, hingga green diesel atau HVO. Targetnya, penerapan E10 di tahun 2028,” jelas Eniya.
Sementara itu, Deputi Kemenko PIPK Rachmat Kaimuddin menyoroti pentingnya menjaga keseimbangan antara ketahanan energi, pertumbuhan ekonomi, dan keberlanjutan lingkungan.
“Sekitar 20–30% energi Indonesia masih impor, terutama minyak untuk transportasi. Dengan target pertumbuhan ekonomi 8% pada 2030, kami ingin kurangi impor demi ketahanan energi nasional,” tegasnya.
Dari pihak Jepang, Tanaka Kazushige, Dirjen Manufacturing Industries Bureau METI, menyebut Indonesia punya peran penting sebagai basis industri dan ekspor otomotif di Asia.
“Kombinasi antara bioenergi Indonesia dan teknologi Jepang akan membawa masa depan otomotif yang lebih cerah. Kolaborasi ini bukan cuma antar pemerintah, tapi juga sektor swasta,” kata Tanaka.
Dalam forum tersebut, juga dibahas inisiatif teknis dalam Biofuel Co-Creation Task Force antara METI, JAMA, dan Kementerian ESDM. Fokus utamanya adalah pengujian dan standardisasi bahan bakar E10 dan B50, serta rencana produksi etanol dan hydrotreated vegetable oil (HVO) pada 2027.
Perwakilan METI, Keisuke Hosonuma, mengungkap Jepang menargetkan penerapan E10 pada 2030 dan E20 pada 2040. Sedangkan Hitoshi Hayashi dan Yosuke Nomura dari JAMA menegaskan pentingnya sinergi antara Pertamina, GAIKINDO, dan pemerintah Indonesia dalam memperkuat kebijakan biofuel nasional.
Dari Indonesia, Edi Wibowo (Kementerian ESDM) dan Lies Aisyah (LEMIGAS) memaparkan kemajuan program B40 serta uji B50 yang didukung proyek Cilacap dan Plaju Green Refinery.
Partisipasi industri juga terlihat kuat. PT Kilang Pertamina Internasional memamerkan produk Pertamina Renewable Diesel (HVO), sementara APSENDO menyoroti potensi molases sebagai bahan baku bioetanol nasional.
Acara ini turut dihadiri berbagai pihak seperti Kemenko Perekonomian, Kemenhub, BRIN, BPDPKS, Pertamina, GAIKINDO, AISI, GIAMM, ITB, hingga Komite Teknis Bioenergi Cair.
Dengan terselenggaranya dua forum strategis ini, kerja sama Indonesia–Jepang diyakini akan mempercepat era kendaraan rendah emisi di Tanah Air, sekaligus memperkuat posisi Indonesia di kancah otomotif global.













