ABNnews — Indonesia menghadapi tantangan serius dalam menjaga dan memperkuat prinsip negara hukum. Laporan World Justice Project (WJP) tahun 2024 dan 2025 yang dirilis 28/10/2025 menunjukkan adanya penurunan yang berkelanjutan dalam beberapa aspek kunci penegakan hukum dan hak asasi di Indonesia.
Hal ini perlu menjadi perhatian utama pemerintah dan masyarakat untuk menghindari dampak negatif yang lebih luas terhadap demokrasi dan kepercayaan publik.
Pembatasan Kekuasaan Pemerintah yang Lemah
Sistem check and balances di Indonesia dinilai belum berjalan secara efektif. Lembaga legislatif kurang mampu mengimbangi kekuatan eksekutif, sehingga membuka peluang penyalahgunaan kewenangan yang berpotensi melemahkan prinsip negara hukum.
Pengaruh “tidak pantas” pemerintah terhadap sistem peradilan menjadi sorotan besar, yang membuat independensi lembaga peradilan kian terancam oleh tekanan politik dan ekonomi.
Kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan kekuasaan memperkuat persepsi negatif masyarakat terhadap kinerja pemerintah dalam menjaga supremasi hukum. Namun, lembaga yudikatif sendiri diharap lebih mandiri dan mampu memerankan dirinya sesuai perundang-undangan yang menaunginya.
Lembaga legislatif juga disorot tajam karena lemahnya pengawasan mereka terhadap pemerintah sehingga memungkinkan penyalahgunaan kekuasaan. Alih-alih mengontrol pemerintah, malah justru DPR yang dikendalikan pemerintah, hal ini diakui sendiri oleh anggota Fraksi Golkar, Soedison Tandra.
Pemenuhan Hak Dasar yang Terabaikan
Hak kebebasan berekspresi dan kebebasan pers di Indonesia menghadapi pembatasan serius. Berdasarkan laporan Amnesty International dan Clooney Foundation for Justice (2025), terdapat tindakan represif yang berulang terhadap jurnalis dan aktivis, termasuk peretasan situs media dan kriminalisasi melalui Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Masih segar dalam ingatan para wartawan, bagaimana jurnalis CNN Indonesia, Diana Valencia, kartu persnya dicabut oleh Biro Pers, setelah dia bertanya tentang program Makan Bergizi Gratis dan kasus keracunan MBG. Pencabutan kartu pers ini menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk Dewan Pers dan Aliansi Jurnalistik Independen (AJI) Jakarta, yang menilai tindakan tersebut sebagai upaya pembungkaman kebebesan pers.
Meskipun pemerintah berupaya merespon kritik, sebagian besar kasus pelanggaran kebebasan berpendapat tetap berlanjut, mempersempit ruang demokrasi. Pemerintahan Prabowo juda dituding melakukan tindakan represif terhadap aktivis dan demonstran yang menyuarakan aspirasi publik, seperti saat terjadi demonstrasi di bulan Agustus-September lalu. Selain itu, perlindungan terhadap hak asasi manusia masih lemah, dengan sedikit tindakan tegas terhadap pelanggaran HAM, termasuk diskriminasi terhadap kelompok minoritas dan rentan.
Pelemahan Sistem Peradilan
Sistem peradilan Indonesia menghadapi tantangan besar berupa rendahnya tingkat independensi dan masih maraknya korupsi. WJP mencatat adanya pengaruh politik dan ekonomi yang kuat dalam proses peradilan, sehingga keadilan sulit ditegakkan secara adil dan obyektif. Korupsi yang merajalela di lembaga peradilan juga menurunkan kepercayaan masyarakat pada sistem hukum.
Selain itu, proses peradilan yang lamban menjadi hambatan dalam penegakan hukum yang efektif, memperpanjang sengketa dan membiarkan ketidakadilan terus berlangsung. Upaya monitoring dan pelibatan klinik hukum universitas dalam memerangi korupsi peradilan menjadi langkah penting namun masih kurang masif.
Dibawah pemerintahan Prabowo, publik tetap berharap berbagai kasus korupsi dapat dituntaskan terutama kasus-kasus bernilai triliunan yang jelas merugikan negara. Kotak pandora korupsi seperti kasus korupsi di Pertamina, kasus kuota Haji, pengemplangan pajak, kasus tambang pelanggar perijinan dan lain-lain, sudah mulai dibuka oleh Menteri Keuangan Purbaya, tinggal menunggu ketegasan dan political will Prabowo.
Dari sini diharapkan lembaga peradilan menunjukkan taringnya sebagai lembaga yang independen, profesional, transparan dan akuntabel sehingga dapat mengadili kasus-kasus ini yang selama ini ditutup-tutupi dan sulit diuangkap.
Contoh Kasus dan Data Terkini
Indonesia menempati peringkat 68 dari 142 negara dalam Indeks Rule of Law WJP 2024, dengan skor yang menurun dibandingkan tahun sebelumnya, khususnya pada aspek Fundamental Rights dan Constraints on Government Powers.
Di regional Asia Pasifik, Indonesia berada di posisi 9 dari 15 negara, di bawah negara seperti Selandia Baru, Australia, dan Jepang.
Kasus-kasus digital repression selama protes tahun 2025 menunjukkan praktek pembatasan kebebasan berkumpul dan berpendapat serta penyalahgunaan kekuasaan aparat keamanan.
UU ITE masih digunakan untuk menyasar jurnalis dan aktivis walaupun pemerintah telah menerbitkan ketentuan pembatasan penyalahgunaan, dengan hampir 90% kasus yang mestinya dihentikan justru tetap diproses hukum.
Upaya Perbaikan yang Dituntut
Untuk memperbaiki kualitas negara hukum di Indonesia, diperlukan beberapa langkah strategis sebagai berikut:
Memperkuat independensi lembaga peradilan dengan menjamin pemisahan kekuasaan dan bebas dari intervensi politik dan ekonomi.
(1) Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintahan melalui reformasi birokrasi dan sistem pelaporan publik yang terpercaya.
(2) Memastikan perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan berekspresi dengan mengharmonisasikan regulasi serta menjaga ruang demokrasi untuk semua pihak.
(3) Mempercepat proses peradilan dan memberantas korupsi dalam sistem hukum secara tuntas, dengan dukungan pengawasan masyarakat sipil dan lembaga independen.
(4) Melakukan edukasi dan pemberdayaan masyarakat termasuk melalui program pendidikan hukum dan advokasi agar warga negara aktif dalam pengawasan penegakan hukum.
Peradilan yang Sefrekuensi dengan Pemerintah
Peradilan di era pemerintahan Prabowo perlu memerankan diri dengan beberapa cara untuk mendukung program pemerintah dan menjaga independensi serta integritasnya:
Menegakkan Hukum dengan Adil dan Tidak Tepat Pilih: Peradilan harus memastikan bahwa hukum ditegakkan secara adil dan tidak memihak, sehingga masyarakat percaya pada sistem hukum di Indonesia.
Meningkatkan Profesionalisme dan Integritas Hakim: Hakim harus memiliki integritas dan kemampuan yang tinggi dalam menjalankan tugasnya, serta menjaga profesionalisme dalam membuat keputusan.
Mengoptimalkan Fungsi Kontrol: Peradilan harus menjalankan fungsi kontrol terhadap pemerintah dan lembaga lainnya untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan memastikan bahwa keadilan ditegakkan.
Mendukung Pemberantasan Korupsi: Peradilan harus berperan aktif dalam memberantas korupsi dengan mengadili kasus-kasus korupsi secara transparan dan akuntabel.
Menjaga Independensi: Peradilan harus menjaga independensinya dari pengaruh politik dan pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan hakim.
Dengan demikian, peradilan yang se-frekuensi dapat memainkan peranannya dalam mendukung program pemerintah Prabowo dan menjaga kepercayaan masyarakat pada sistem hukum di Indonesia. Kenaikan gaji hakim sebesar 280% yang diumumkan oleh Presiden Prabowo dapat menjadi langkah awal untuk meningkatkan kesejahteraan dan profesionalisme hakim.
Dengan semua peran yang diperbaiki itu maka diyakini, indeks negara hukum Indonesia akan kembali naik kelas ke tingkat yang lebih baik. Wallahu’alam bissawab.
Oleh Sobirin Malian | Dosen Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan











