banner 728x250

Menperin Paksa Raksasa Kimia Jepang Pindah Kantor Pusat Asia Tenggara ke Indonesia

Foto dok Kemenperin

ABNnews – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus tancap gas memperkuat daya saing industri kimia nasional! Sektor Polivinil Klorida (PVC) dan Chlor-Alkali Plant (CAP) disebut vital karena menjadi jantung rantai pasok manufaktur.

“Selama ini, industri kimia menjadi jantung dari rantai pasok manufaktur nasional. Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya menjaga iklim usaha yang kondusif, menjamin pasokan bahan baku seperti garam industri, serta memastikan ketersediaan energi gas bumi bagi sektor tersebut,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Rabu (22/10).

Pernyataan Menperin ini disampaikan usai bertemu langsung dengan jajaran direksi AGC Chemicals Company dari Jepang dan PT Asahimas Chemical.

Dalam audiensi tersebut, Menperin Agus Gumiwang melontarkan permintaan mengejutkan. Ia meminta PT Asahimas Chemical dan induk perusahaannya, AGC Chemicals Company, untuk mempertimbangkan pemindahan kantor pusat regional (headquarter) mereka dari Thailand ke Indonesia.

“Indonesia memiliki pasar besar, tenaga kerja kompetitif, dan ekosistem industri yang semakin matang. Sudah saatnya Indonesia menjadi pusat kendali operasi AGC di Asia Tenggara,” tegas Agus.

Langkah ini dinilai akan memperkuat komitmen investasi AGC yang telah mencapai USD 1,6 miliar melalui PT Asahimas Chemical, sekaligus menegaskan kepercayaan global terhadap prospek industri manufaktur nasional. Perusahaan yang telah beroperasi 36 tahun di Cilegon ini sudah menyerap lebih dari 3.000 tenaga kerja.

Saat ini, PT Asahimas Chemical memproduksi komoditas vital seperti PVC (750.000 ton per tahun), Kaustik Soda (679.800 ton per tahun), dan Monomer Vinil Klorida (VCM) (800.000 ton per tahun). Produknya menjadi fondasi bagi lebih dari 400 industri, mulai dari pipa plastik hingga komponen otomotif.

Menperin juga mengungkap langkah strategis pemerintah untuk melindungi industri: Revisi SNI 59:2017 tentang Resin Polivinil Klorida (PVC). Revisi ini bertujuan menjadikan SNI PVC sebagai instrumen non-tarif (NTB) untuk melindungi industri dalam negeri.

“Revisi SNI ini bukan sekadar panduan teknis, tetapi langkah strategis untuk memperkuat kemandirian industri hulu kita,” jelas Agus.

Data Kemenperin Bikin Was-was! Meskipun industri PVC surplus ekspor USD 321,3 juta di 2024, impor PVC dari Tiongkok meningkat signifikan hingga 22,2% per tahun.

Selain isu PVC, Menperin menyoroti tantangan lain: ketersediaan bahan baku garam industri! Kebutuhan garam industri CAP mencapai 2,3 juta ton per tahun, sementara pasokan domestik masih bergantung pada impor hingga 90%.

“Ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi pengembangan industri garam nasional. Pemerintah akan memperkuat industrialisasi garam untuk mendukung substitusi impor,” tegasnya.

Agus menutup dengan menegaskan pentingnya pasokan gas bumi (HGBT) yang diklaim memiliki dampak lima kali lipat lebih besar dibandingkan nilai fasilitas yang diberikan, sebagai bukti kebijakan energi efektif memperkuat daya saing industri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *