ABNNews –Ekonom Senior INDEF Prof. Didik Junaidi Rachbini, M.Sc., Ph.D. menegaskan komitmen kolektif CSED yang diinisiasi INDEF, Paramadina, Tazkia, Gontor, dan BIN untuk mengevaluasi satu tahun kinerja Presiden Prabowo dalam mengakselerasi ekonomi syariah.
Dia mengemukakan, nilai strategis sektor yang mencapai Rp 3.000 triliun ini dinilai masih terpinggirkan.
“Evaluasi mendalam dari para ahli ditujukan untuk menghasilkan rekomendasi aksi nyata tahun kedua, mendorong ekonomi syariah sebagai arus utama pemecah masalah nasional,” kata Didik pada Diskusi Publik INDEF, “Evaluasi Ekonomi Syariah di 1 Tahun Pemerintahan Prabowo” Kamis (15/10/2025).
Dalam diskusi itu, Prof. Nur Hidayah, Ph.D, Kepala CSED INDEF mengevaluasi kinerja perbankan syariah pada tahun pertama pemerintahan Presiden Prabowo, yang telah diintegrasikan dalam RPJMN 2025-2029 dan Asta Cita II sebagai pilar utama pembangunan.
Secara makro, katanya, pertumbuhan pembiayaan syariah (8.13% YoY) melampaui konvensional, didorong oleh kebijakan strategis seperti penempatan dana pemerintah Rp200 triliun di Himbara, pendirian Bank Syariah Nasional (BSN) sebagai second anchor, dan peluncuran Bullion Bank.
Disebutkannya, kebijakan likuiditas ini berhasil menurunkan cost of fund dan memperluas pembiayaan ke sektor produktif, meski berisiko evergreening dan perlu pengawasan syariah yang ketat.
“Namun, tantangan implementasi masih signifikan, terutama stagnasinya market share di 7.7%, transformasi KNEKS menjadi Badan Ekonomi Syariah yang belum terealisasi, dan lemahnya koordinasi kelembagaan,” ujar Prof. Nur Hidayah .
Untuk tahun 2026, rekomendasi kunci mencakup percepatan pembentukan badan tunggal penggerak ekonomi syariah, transparansi penyaluran dana Rp200T, optimalisasi peran BSN untuk UMKM halal, serta inovasi produk ZISWAF (SRIA & CWLD) guna mendorong pertumbuhan yang inklusif dan berkualitas, bukan hanya kuantitas semata.
Di forum yang sama, Prof. Dr. Murniati Mukhlisin, M.Acc – Peneliti CSED INDEF menekankan bahwa fondasi ekonomi syariah bertumpu pada kesejahteraan rumah tangga, di mana literasi keuangan syariah yang rendah (43,42%) dan kesenjangan digital menjadi hambatan inklusi utama.
Tantangan krusial adalah fragmentasi kelembagaan dan koordinasi yang lemah antara KNEKS, BPJPH, dan kementerian/daerah, yang memicu tumpang tindih kebijakan dan implementasi tidak merata. Untuk mengakselerasi ekosistem halal yang berkontribusi Rp 9.827 triliun terhadap PDB, diperlukan tata kelola terpadu, integrasi data dalam National Halal Data Dashboard, serta sinergi pembiayaan yang tepat sasaran bagi UMKM dan keluarga untuk menciptakan pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan.
Nurhastuty Wardhani, M.Sc., Ph.D – Peneliti CSED INDEF menggarisbawahi potensi besar pasar modal syariah Indonesia sebagai sleeping giant yang kini bangun, ditandai pertumbuhan signifikan dengan 7% kenaikan emiten syariah dan kontribusi 30% pada sukuk global.
Namun, lanjut Nurhastuty, tantangan utama terletak pada koordinasi kelembagaan antara OJK dan Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI yang belum terintegrasi, serta standar screening saham syariah yang lebih longgar (rasio utang 45%) dibanding Malaysia (33%).
Nadzar Lendi