banner 728x250

Mengenang Peristiwa G30S PKI: Setengah Abad Lebih Berlalu, Perdebatannya Tak Pernah Usai

Monumen Pancasila Sakti berdiri sebagai saksi bisu peristiwa G30S PKI. (Foto: istimewa)

ABNnews — Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) PKI merupakan salah satu catatan kelam sejarah bangsa Indonesia. Dalam satu malam, enam jenderal TNI Angkatan Darat diculik dan dibunuh, lalu jenazah mereka ditemukan di sumur tua yang disebut ‘Lubang Buaya’.

Peristiwa G30S PKI memicu keruntuhan “Rezim Orde Lama” di bawah Presiden Soekarno dan menandai kelahiran Orde Baru di bawah Soeharto, menjadikannya titik balik terbesar dalam perjalanan bangsa.

Sebelum peristiwa tersebut pecah, situasi politik Indonesia pada awal 1960-an sangat kompleks, ditandai dengan konsep Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme) yang diusung Presiden Soekarno. Konsep ini membuat PKI (Partai Komunis Indonesia) semakin menguat posisinya di mata pemerintahan.

Di sisi lain, pembubaran pesaing PKI seperti Partai Masyumi dan PSI pada Agustus 1965, serta melemahnya NU dan PNI, semakin memuluskan jalan PKI untuk menduduki kabinet. Namun, kekuatan PKI yang membesar justru menimbulkan ketegangan sengit dengan TNI AD, terutama para jenderal yang merasa terancam.

Perseteruan ini memanas di tengah isu Dewan Jenderal yang dituduh akan mengkudeta Soekarno, serta kekhawatiran PKI atas kondisi kesehatan Presiden yang memburuk.

Di tengah memuncaknya ketegangan, petinggi PKI mulai bergerak. Puncaknya, pada malam 30 September menuju 1 Oktober 1965, PKI di bawah pimpinan D.N. Aidit melancarkan aksi penculikan para jenderal sebagai upaya untuk merebut kekuasaan dan melemahkan militer.

Pasukan penculik yang dipimpin Letkol Untung (dari unsur Cakrabirawa dan pengawal presiden) mendatangi rumah para target mulai sekitar pukul 03.15 WIB. Enam jenderal berhasil diculik dan kemudian dibunuh, yaitu: Letjen Ahmad Yani, Mayjen S. Parman, Mayjen M.T. Haryono, Mayjen R. Suprapto, Brigjen D.I. Panjaitan, dan Brigjen Sutoyo Siswomiharjo.

Mereka semua dibawa ke Lubang Buaya dan dimasukkan ke dalam sumur tua. Meskipun Jenderal A.H. Nasution berhasil lolos, ajudannya Pierre Tendean diculik dan putrinya Ade Irma Suryani tewas tertembak.

Hingga kini, salah satu tragedi terbesar dalam sejarah Indonesia tersebut terus dikenang sekaligus diperdebatkan, terutama terkait siapa sebenarnya dalang di balik tragedi itu.

Lebih dari setengah abad berlalu, diskusi mengenai G30S PKI tidak pernah benar-benar usai dan terus menjadi bagian integral dalam menelaah sejarah politik modern Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *