ABNnews — Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri membongkar sindikat pembobol bank yang menyasar rekening dormant. Sembilan orang ditetapkan sebagai tersangka, dua di antaranya diduga terlibat penculikan Kepala Kantor Cabang Bank BRI Cempaka Putih, Ilham Pradipta.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Helfi Assegaf dalam konferensi pers pada Kamis kemarin, menyebut aksi pembobolan rekening itu dilakukan sindikat pada Jumat 20 Juni 2025 lalu. Sindikat sudah sempat memindahkan dana Rp204 miliar dari salah satu rekening dormant atau tidak aktif di bank pemerintah
“Sindikat pembobol bank dengan modus melakukan akses ilegal untuk pemindahan dana di rekening dormant secara in absentia atau tanpa kehadiran fisik nasabah senilai Rp204 miliar,” kata Helfi.
Ia mengatakan, dari sembilan pelaku, dua di antaranya merupakan tersangka kasus penculikan dan pembunuhan Ilham Pradipta. Dua tersangka tersebut adalah C alias K (41) dan DH (39). Mereka merupakan bagian dari otak perencanaan penculikan dan pembunuhan Ilham.
“Dari sembilan pelaku di atas, terdapat dua orang tersangka berinisial C alias K serta DH sebagai sindikat jaringan pembobolan dana nasabah yang menargetkan rekening dormant yang juga terlibat dalam kasus penculikan terhadap kacab yang saat ini ditangani oleh Dirreskrimum Polda Metro,” kata Helfi.
Dalam perkara pembobolan bank kali ini, Helfi menjelaskan bahwa C merupakan aktor utama atau mastermind. Dia mengaku sebagai bagian dari Satgas Perampasan Aset dari kementerian.
“Peran (C) selaku mastermind atau aktor utama dari kegiatan pemindahan dana tersebut dan mengaku sebagai Satgas Perampasan Aset yang menjalankan tugas negara secara rahasia,” ucap Helfi.
Dia juga bahkan membuat ID card palsu yang mencantumkan identitas salah satu lembaga pemerintah. Tujuannya untuk meyakinkan kepala cabang bank pembantu di Jawa Barat berinisial AP (50) bahwa mereka merupakan bagian dari Satgas Perampasan Aset yang tengah bertugas.
“Itu mengaku dari salah satu lembaga dengan membuat ID card, di salah satu lembaga di pemerintahan kita. Sehingga mereka bisa meyakinkan orang-orang yang direkrut tadi untuk bisa membantu,” jelas Helfi.
Sedangkan DH (Dwi Hartono) bertugas sebagai orang yang melakukan pencucian uang. Dia bekerja sama dengan para eksekutor pembobolan untuk memindahkan dana dari rekening terblokir.
“Peran (DH) sebagai pihak yang bekerja sama dengan pelaku pembobolan bank untuk melakukan pembukaan blokir rekening dan memindahkan dana terblokir,” ungkap Helfi.
Selain itu, penyidik juga menetapkan tujuh tersangka lainnya dalam kasus ini. Rinciannya AP (50) selaku Kepala Cabang Pembantu BNI di Jawa Barat dan GRH (43) selaku consumer relations manager (CRM).
Berdasarkan perannya, AP bertugas memberikan akses ke aplikasi core banking untuk melakukan pemindahan dana secara in absentia. Sementara itu, GRH berperan sebagai penghubung antara jaringan sindikat pembobol bank dengan kepala cabang pembantu.
Selanjutnya kelompok pembobol atau eksekutor, yakni DR (44), yang berperan sebagai konsultan hukum untuk melindungi sindikat pembobol bank serta aktif dalam perencanaan eksekusi pemindahan dana.
Kemudian, NAT (36), yang merupakan mantan pegawai teller BNI dan bertugas melakukan akses ilegal di aplikasi serta memindahkan dana di rekening dormant ke lima rekening penampungan.
Lalu, tersangka R (51), yang berperan sebagai mediator untuk mencari dan mengenalkan kepala cabang dan menerima aliran dana hasil kejahatan, dan pelaku TT (38), yang berperan menerima dan mengelola uang hasil kejahatan.
Terakhir adalah kelompok pencucian uang, yakni IS (60). Dia berperan menyiapkan rekening penampungan dan menerima uang hasil kejahatan.
Akibat perbuatannya para tersangka terancam dijerat Pasal 49 ayat (1) huruf a dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 juncto Pasal 55 KUHP. Kemudian, Pasal 46 ayat (1) juncto Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008.
Lalu, Pasal 46 ayat (1) juncto Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008. Selanjutnya, Pasal 82, Pasal 85 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana. Kemudian, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010.