banner 728x250

MAKI Sebut Yaqut Dobel Tugas Jadi Pengawas dan Amirul Hajj, Begini Respons Jubir Eks Menag

Kordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman. (Foto: istimewa)

ABNnews — Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) pada Jumat (12/09), menyerahkan bukti-bukti tambahan berupa foto dan dokumen dalam kasus dugaan korupsi kuota haji khusus 2024 ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Saya datang ke KPK menambah data yang terkait dengan dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji, yaitu surat tugas nomor 956 tahun 2024 yang dibuat 29 April 2024 oleh Inspektur Jenderal Kementerian Agama, Pak Faisal, ini tanda tangan dengan barcode,” kata Kordinator MAKI, Boyamin Saiman di Gedung Merah Putih KPK.

Dalam surat tersebut menurut Boyamin, eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (YCQ) bersama beberapa orang lainnya ditugaskan melaksanakan pemantauan ibadah haji 2024. Hal itu kata dia, menjadi dobel tugas untuk Yaqut karena sudah menjadi amirul hajj.

Tugas pemantauan tersebut menurut Boyamin, berbenturan dengan UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

“Jadi Menteri Agama dan Staf Khusus nggak boleh jadi pengawas, apalagi Menteri Agama itu sudah jadi amirul haj, sudah dibiaya negara untuk akomodasi dan uang harian,” ujarnya.

Boyamin melanjutkan, dari tugas tersebut Yaqut diduga menerima uang tambahan sebesar Rp7 juta per hari. “Nah diduga juga diberikan juga ini uang harian sebagai pengawas, sehari Rp7 juta, ya kali 15 hari ya berapa itu,” ucapnya.

Ia menambahkan, permasalahan tersebut bukan sekadar terkait penerimaan Yaqut yang dimaksud. Tapi, adanya pelanggaran UU Nomor 8 Tahun 2019. “Pengawas luar itu DPR, BPK dan BPKP segala macam, pengawas internal itu adalah dari APIP, APIP itu orang-orang Inspektorat Jenderal, inspektur lah, pengawasnya Kementerian Agama,” tutur dia.

“Maka di sini menjadi dobel, bukan sekadar dobel anggaran, tapi nggak boleh sebenarnya, nggak boleh Menteri Agama, Staf Khusus jadi pengawas, karena pengawas harus APIP, atau orang dari Inspektorat Jenderal,” katanya.

Tak berhenti di situ, Boyamin menyebut ada dugaan penggunaan fasilitas negara bagi para istri pejabat Kemenag saat berhaji.

“Istri-istri pejabat foto-fotonya saya sudah serahkan, yang berangkat dengan haji furoda tapi di sananya menerima fasilitas negara, hotel dan makan. Itu kan harusnya enggak boleh,” katanya.

Ia mengungkap, ada pula sejumlah pihak atau asisten pejabat yang berangkat haji sebagai petugas haji tanpa mengikuti seleksi maupun ujian untuk petugas haji. Bukti dan temuan MAKI ini sudah diberikan kepada KPK untuk didalami.

“Petugas haji kan harus ada ujian dan ada kemampuan dan melayani. Tapi karena ini hanya pembantu dan tukang pijet, dia melayani majikannya saja, tidak melayani jemaah,” ujar Boyamin.

Respons Jubir Yaqut
Terpisah, juru bicara mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, Anna Hasbie menilai pernyataan MAKI soal dobel tugas adalah keliru.

“Perlu diluruskan agar tidak menyesatkan opini publik. Pertama, tudingan Boyamin bahwa Menteri Agama dan staf khusus tidak boleh menjadi pengawas haji adalah keliru dan tidak memahami regulasi,” kata Anna dalam keterangan tertulis.

Kata Anna, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, Menteri Agama justru secara resmi ditetapkan sebagai Amirul Hajj.

Dia menyebut, tugas utama Amirul Hajj adalah memimpin misi haji Indonesia serta memastikan kelancaran pelaksanaannya, dibantu oleh satu tim yang setiap tahun dibentuk dengan komposisi 6 orang unsur pemerintah dan 6 orang unsur ormas Islam.

Anna mengatakan, keberadaan Tim Amirul Hajj bukan temuan baru. Tim ini, kata Anna, selalu ada setiap musim haji, bahkan jauh sebelum periode Gus Yaqut. Susunan Tim Amirul Hajj 2024 juga jelas dan transparan, terdiri dari perwakilan Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan.

Kemudian, Kementerian Koordinator PMK, Kementerian Perhubungan, serta tokoh-tokoh ormas Islam seperti PBNU, Muhammadiyah, MUI, hingga Nasyiatul Aisyiyah. “Dengan demikian, tim ini adalah mandat resmi dan bukan rekayasa personal untuk mencari keuntungan,” ujarnya.

Sementara itu, Anna juga merespons soal pernyataan Boyamin yang menyebut bahwa Yaqut menerima uang Rp7 juta per hari selama 15 hari saat menjadi pengawas haji, membuat adanya anggaran ganda. “Ketiga, tudingan mengenai uang harian Rp7 juta per orang perlu diluruskan,” tuturnya.

Dia menjelaskan, honorarium dan biaya perjalanan Amirul Hajj beserta tim diatur secara resmi dalam PMA No 24 tahun 2017. Pelaksanaannya, kata Anna, dilakukan dengan dasar hukum yang jelas, dapat diaudit, serta sama sekali tidak melanggar aturan.

“Menyebut hal ini sebagai dugaan korupsi adalah tuduhan yang prematur, mengada-ada, dan menyesatkan publik,” ucapnya.

Kemudian, dia juga merespons soal Boyamin yang menyebut pengawasan seharusnya hanya dilakukan DPR, BPK, atau BPKP. Pernyataan ini, kata Anna, hal itu, menunjukkan ketidakpahaman mengenai fungsi Amirul Hajj.

“Amirul Hajj bukanlah lembaga pengawas dalam arti audit keuangan, melainkan pemimpin misi haji yang bertugas memastikan aspek teknis, operasional, dan pelayanan jamaah berjalan dengan baik,” katanya.

Anna menyebut, pengawasan internal tetap dilakukan oleh pihak Inspektorat Jenderal Kemenag (APIP). Sementara, pengawasan eksternal tetap berada pada lembaga berwenang seperti DPR, BPK, dan BPKP. Tidak ada tumpang tindih, apalagi pelanggaran hukum.

Oleh karena itu, Anna mengatakan, pernyataan Boyamin Saiman sesungguhnya lahir dari kesalahpahaman terhadap regulasi dan praktik penyelenggaraan haji. Mengaitkan tugas Amirul Hajj dengan dugaan korupsi, katanya, adalah logika keliru yang berpotensi menyesatkan masyarakat.

“Kami menegaskan bahwa apa yang dijalankan oleh Menteri Agama (Amirul Hajj) dan timnya adalah sesuai dengan ketentuan undang-undang dan tata kelola resmi negara,” tuturnya.

Selain di UU Nomor 8 Tahun 2019, Peraturan Menteri Agama Nomor 24 Tahun 2017 juga mengatur tentang tugas dan hak Amirul Hajj serta anggota timnya. Pasal 6 PMA No 24/2017 menegaskan bahwa Amirul Hajj, Wakil, Sekretaris, Anggota, maupun Staf Sekretariat berhak memperoleh biaya perjalanan dinas, uang harian, fasilitas lain sesuai ketentuan, serta mendapatkan asuransi.

“Artinya, keberadaan biaya Amirul Hajj itu merupakan bagian dari mekanisme resmi yang diatur negara,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *