banner 728x250

Pengamat: Banyak Urusan Negara yang Lebih Prioritas Ketimbang RUU Anti-Flexing

Ilustrasi. (Foto: istimewa)

ABNnews — Dosen Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Septi Nur Wijayanti buka suara soal Rancangan Undang-Undang (RUU) Anti-Flexing yang diusulkan anggota DPR Fraksi Gerindra Ahmad Dhani.

Secara filosofis, Septi menilai tujuan RUU itu memang baik karena berusaha mencegah gaya hidup konsumtif serta konflik akibat kecemburuan sosial.

Meski begitu, ia menegaskan ada banyak aspek yang harus dipertimbangkan secara matang sebelum rancangan regulasi itu benar-benar diwujudkan.

“Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan adalah, apakah aturan itu hanya ditujukan bagi pejabat negara, atau berlaku bagi seluruh rakyat,” kata Septi dalam keterangan yang dikutip pada Jumat (12/09).

Selain itu, definisi pamer pun harus disusun sejelas mungkin agar tidak menimbulkan masalah hukum baru. Septi menuturkan apabila RUU tersebut tetap disahkan, pendekatan humanis melalui edukasi dan literasi digital lebih tepat ketimbang menjatuhkan sanksi pidana.

Dia meyakini pendekatan berbasis literasi lebih mampu mengubah perilaku masyarakat menggunakan media sosial secara bijak, tanpa harus mengkriminalisasi tindakan pamer yang tidak selalu terkait dengan tindak pidana. “Kita lebih memprioritaskan edukasi kepada masyarakat, bukan kriminalisasi,” ujar dia.

Lebih lanjut, Septi seperti dikutip dari antaranews, mengatakan bahwa meski memiliki niat baik, RUU Anti-Flexing seharusnya bukan menjadi prioritas negara saat ini.

Menurutnya, masih banyak rancangan undang-undang lain yang jauh lebih mendesak untuk dibahas, salah satunya RUU Perampasan Aset yang sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

“Masih banyak urusan negara yang lebih prioritas untuk dibahas. Misalnya RUU Perampasan Aset yang sangat penting untuk pemberantasan korupsi,” ujar dia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *