banner 728x250

Pabrik Oleokimia Terancam Stop Produksi, Kemenperin Blak-blakan Soal Pasokan Gas

Foto dok Kemenperin

ABNnews– Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melakukan kunjungan kerja ke PT Sumi Asih, salah satu perusahaan oleokimia di Bekasi, untuk mendengar langsung persoalan pembatasan pasokan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT). Kemenperin menegaskan pasokan gas yang tidak stabil bisa mengancam keberlangsungan industri dalam negeri.

Manajemen PT Sumi Asih menjelaskan bahwa sejak 13 Agustus 2025, kapasitas produksi mereka tertekan akibat pembatasan pasokan. Berdasarkan surat PGN, jatah gas hanya diberikan maksimal 48% dari kontrak bulanan pada 13–19 Agustus, lalu 65% pada 20–22 dan 25–29 Agustus, serta 70% pada 23–24 dan 30–31 Agustus. Jika penggunaan gas melebihi kuota, perusahaan harus membayar penalti hingga 120% dari harga LNG.

Akibatnya, PT Sumi Asih menanggung risiko operasional tinggi. Sebagai eksportir dengan kontrak ke Tiongkok dan Eropa, mereka tetap berproduksi meski kena penalti. Normalnya, kebutuhan gas perusahaan mencapai 1.500 MMBTU per hari. Namun jika pasokan turun di bawah 1.085 MMBTU, pabrik terpaksa berhenti total.

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif mengungkapkan masalah bukan hanya pada teknis pasokan, tapi juga pola distribusi gas.

“Pasokan gas dengan harga di atas USD 15 per MMBTU justru lancar, tapi HGBT sekitar USD 6 malah terbatas. Ini berarti pasokan sebenarnya ada, hanya tidak disalurkan sesuai harga yang ditetapkan pemerintah,” ujar Febri saat meninjau PT Sumi Asih, Jumat (22/8).

Febri menegaskan gas bumi sangat vital dalam industri oleokimia, bukan hanya sebagai energi tetapi juga bahan baku, misalnya untuk pasokan hidrogen di Hydrogenation Plant. Menurutnya, pasokan yang tidak stabil akan mengurangi utilisasi produksi, menurunkan daya saing ekspor, dan berdampak pada tenaga kerja.

“Industri itu ibarat kapal tanker, tidak bisa langsung berbelok. Kalau gas tiba-tiba dipangkas, risikonya bukan hanya turunnya utilisasi dan hilangnya kontrak ekspor, tapi juga kerusakan mesin dan hilangnya nilai produksi besar,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia menegaskan keberadaan HGBT terbukti meningkatkan penerimaan negara. “Industri oleokimia penerima HGBT mencatatkan kenaikan setoran pajak hingga enam kali lipat. Tapi saat pasokan kembali dibatasi, kontribusinya turun lagi ke level sebelum HGBT. Ini bukti nyata bahwa HGBT bukan hanya menyelamatkan industri, tapi juga menguntungkan negara,” ungkap Febri.

Karena itu, Kemenperin mendesak agar produsen gas mencabut deklarasi gangguan pasokan yang menjadi dasar pembatasan. “Tanpa kepastian hukum ini, industri sulit menyusun perencanaan dan menjaga investasi,” tegasnya.

Kemenperin menegaskan komitmennya untuk mencari solusi bersama pemangku kepentingan. Stabilitas pasokan energi disebut menjadi faktor penting dalam menjaga investasi, melindungi tenaga kerja, dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *