ABNnews – Menteri Agama Nasaruddin Umar bikin ruangan riuh dengan pernyataannya saat menghadiri Halaqah Musyawarah Kerja Nasional dan Pelantikan Pengurus Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) di Jakarta, Selasa (30/7).
Ia menyebut bahwa karakter Islam di Indonesia begitu ramah, bahkan sampai tak butuh nabi.
“Kalau di Indonesia (sebagai negara maritim) nggak perlu nabi, cukup ustad,” ucap Nasaruddin, disambut gelak tawa dan tepuk tangan para undangan yang hadir.
Pernyataan itu ia sampaikan dalam konteks perbedaan budaya antara negara kontinental dan negara maritim. Menurutnya, budaya di negara-negara kontinental cenderung keras, sehingga membutuhkan kehadiran nabi untuk membawa ajaran yang menenangkan. Sementara Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki budaya yang lebih lunak dan terbuka.
Nasaruddin menegaskan, Islam yang berkembang di Indonesia membawa nafas rahmatan lil alamin Islam yang damai, inklusif, dan toleran hingga kini menarik perhatian dunia internasional. Bahkan, sejumlah negara besar mulai “impor” pemahaman Islam ala Indonesia.
“United Kingdom (UK) minta training imam dari Indonesia,” katanya.
Permintaan itu, lanjut dia, disampaikan saat Presiden Prabowo Subianto berkunjung ke Inggris beberapa waktu lalu. Pemerintah Indonesia pun menyanggupi permintaan itu dengan mengirim ustad dan mubaligh sebagai mentor imam di sana.
Hal serupa juga datang dari Amerika Serikat. Dengan populasi muslim yang terus bertumbuh, kebutuhan imam semakin meningkat.
Pemerintah AS pun meminta pengiriman ustad dari Indonesia untuk memperkuat pemahaman keagamaan para imam mereka.
Tak hanya negara Barat, negara-negara Timur Tengah pun melirik ustad Indonesia. Nasaruddin menyebut, Qatar dan Uni Emirat Arab (UEA) telah meminta pengiriman sekitar 250 imam dari Indonesia.
“Kenapa mereka nggak minta dari Mesir atau Turki? Tapi justru pilih Indonesia,” ujar mantan Wakil Menteri Agama itu.
Ia menilai, hal ini membuktikan bahwa pemahaman Islam dari Indonesia bisa berbaur dengan budaya manapun, baik di negara sekuler seperti Barat maupun di kawasan konservatif seperti Timur Tengah.
Lebih lanjut, Nasaruddin menjelaskan bahwa belajar Islam di Indonesia kini jadi alternatif utama, karena kondisi di beberapa negara Timur Tengah tak lagi kondusif akibat konflik dan perang. Indonesia, kata dia, justru menawarkan ketenangan dan suasana yang mendukung untuk memperdalam Islam Studies.
Dalam kesempatan itu, Ketua Umum ISNU Kamaruddin Amin menambahkan bahwa ISNU siap bersinergi dengan pemerintah, terutama di bidang pendidikan.
Ia menyoroti rendahnya angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi Indonesia yang baru menyentuh 40 persen, padahal standar negara maju seharusnya di atas 60 persen.
ISNU, kata Kamaruddin, berkomitmen untuk memperkuat peran akademisi dan cendekiawan Islam dalam membangun sistem pendidikan nasional yang inklusif dan adaptif.













