ABNnews – Hilirisasi nikel Indonesia makin jadi sorotan dunia. Tak hanya sukses meningkatkan nilai tambah dalam negeri, Indonesia kini tercatat sebagai produsen baterai kendaraan listrik terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok. Hal ini diungkap langsung oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia.
“Ekosistem baterai untuk mobil listrik di Indonesia, dengan nilai investasi mencapai USD20 miliar, telah menempatkan negara kita sebagai produsen baterai terbesar kedua di dunia setelah China,” ujar Bahlil dalam peresmian Migas Corner di Gedung Rektorat Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Kamis (17/7/2025).
Menurut Bahlil, keberhasilan ini tak lepas dari kebijakan hilirisasi yang digencarkan pemerintah. Indonesia tak lagi sekadar mengekspor bahan mentah, melainkan mengolahnya langsung di dalam negeri menjadi produk bernilai tinggi, seperti cell battery hingga komponen mobil listrik.
“Jangan lagi kirim bahan mentah, nilai tambahnya di luar negeri, kita cuma main ekspor bahan baku. Kalau begitu apa bedanya kita dengan zaman VOC?” tegasnya.
Bahlil menambahkan, Indonesia selama ini menjadi pemasok utama bahan baku untuk industri negara lain. Namun kini, melalui hilirisasi, Indonesia mulai berdaulat atas kekayaan alamnya.
Tak main-main, pemerintah bahkan tengah mempersiapkan investasi jumbo untuk memperkuat posisi Indonesia di industri kendaraan listrik dunia.
“Nanti bulan November ada investasi USD100 miliar atau Rp1.600 triliun. Sekarang kita bangun lagi dari China dan Korea, sekitar USD8 miliar, salah satu yang terbesar dalam pengolahan nikel menjadi cell battery,” ungkapnya.
Tak hanya berhenti di baterai, Presiden Prabowo disebut sudah memberi mandat agar Indonesia juga memproduksi mobil listrik jadi. Artinya, Indonesia tak ingin hanya jadi penyuplai, tapi juga pemain utama industri kendaraan listrik global.
Sebagai Menteri ESDM, Bahlil menyatakan bahwa misi besar pembangunan energi nasional saat ini adalah swasembada energi dan hilirisasi sektor energi dan minerba.
Pemerintah, kata dia, terus mendorong reaktivasi sumur migas idle, pembangunan infrastruktur gas, hilirisasi mineral dan batu bara, serta percepatan transisi energi melalui energi baru terbarukan (EBT) dan inovasi teknologi.
Selain itu, ia menggarisbawahi pentingnya peran kampus dan mahasiswa dalam mendukung agenda hilirisasi dan transisi energi ini.
“Mahasiswa adalah bagian dari agen perubahan menuju kemandirian energi dan kedaulatan sumber daya alam kita,” tuturnya.
Bahlil meyakini, jika hilirisasi terus dijalankan secara konsisten, Indonesia tidak hanya akan menguasai rantai pasok industri baterai dan mobil listrik, tapi juga akan menjadi negara dengan kemandirian energi yang kuat dan berkelanjutan.