ABNnews — Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi berencana mengirim anak-anak yang dianggapnya nakal ke barak TNI untuk dididik ala militer. Kebijakan itu akan diterapkan Dedi mulai Jumat, 2 Mei 2025. Namun belakangan wacana tersebut menuai kritik keras.
Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra menilai rencana tersebut tidak hanya sebagai bentuk nyata militerisasi di ranah sipil, tetapi juga bertentangan dengan prinsip HAM.
Menurut dia, pelibatan TNI untuk menjawab persoalan siswa nakal secara jelas menyalahi fungsi TNI itu sendiri. Kata Ardi, Dedi sudah sepatutnya menyadari garis demarkasi antara urusan sipil dan militer.
“Rencana kebijakan ini menunjukkan sikap inferioritas sipil terhadap militer yang dalam tahap tertentu berbahaya bagi kehidupan sipil dan demokrasi,” ujar Ardi melalui keterangan tertulis, Rabu (30/4).
Dia mengatakan pelibatan TNI dalam membina siswa nakal juga tidak tepat di tengah kritik tajam terhadap institusi TNI akibat perilaku kekerasan prajurit di ranah sipil.
Selain itu, mereka yang dianggap siswa nakal itu juga masih tergolong dalam usia “anak” yang dalam prinsip HAM harus diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip hak anak yang jauh dari budaya kekerasan.
“Kami mengingatkan bahwa dalam kurun waktu 6 bulan saja TNI memiliki rekam jejak kekerasan yang berulang-kali dipertontonkan di hadapan publik,” imbuhnya.
Berdasarkan catatan Imparsial, terdapat sejumlah kasus kekerasan anggota TNI kepada masyarakat sipil.
Mulai dari kasus penyerangan kampung dan pembunuhan seorang warga sipil pada November 2024 di Deli Serdang, kasus pembunuhan bos rental pada Januari 2025 di Tangerang, kasus Sabung Ayam yang mengakibatkan terbunuhnya 3 anggota Polisi pada bulan Maret 2025 di Lampung, dan kasus pembunuhan jurnalis perempuan oleh anggota TNI pada bulan Maret 2025 di Banjarbaru.
“Mengakarnya kultur kekerasan di tubuh TNI jelas-jelas menunjukkan bahwa kebijakan yang akan diambil oleh Dedi Mulyadi tidak hanya keliru tetapi juga berbahaya,” ucap Ardi.
“Jangan sampai alih-alih perilaku siswa berubah menjadi lebih baik, kebijakan pembinaan oleh TNI justru malah mempertebal budaya kekerasan di kalangan pelajar,” tandasnya.
Ardi berpendapat pendekatan militer yang coba digunakan Dedi untuk “membina” siswa nakal jelas mencederai semangat demokrasi dan jauh dari nilai-nilai HAM.
Padahal, di saat yang bersamaan ini, ada Pasal 4 ayat (1) UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengatur tentang prinsip pendidikan harus diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM.
Berdasarkan segala permasalahan tersebut di atas, Imparsial mendesak Dedi untuk menghentikan rencana kebijakan pelibatan TNI dalam pembinaan siswa nakal. Selain itu, dia meminta Menteri Dalam Negeri untuk mencegah agar rencana tersebut tidak berjalan.