ABNnews — Taman Safari Indonesia Bogor menjadi sorotan publik setelah sejumlah mantan pemain Oriental Circus Indonesia (OCI) bersuara mengungkap dugaan kekerasan dan eksploitasi yang mereka alami selama bekerja di lingkungan sirkus tersebut.
Para mantan pemain OCI melaporkan bahwa mereka mengalami penyiksaan fisik, termasuk pemukulan dan pemaksaan bekerja dalam kondisi sakit. Pengakuan ini memicu gerakan boikot terhadap TSI yang viral di media sosial.
Ajakan boikot juga dilontarkan kuasa hukum mantan pemain Sirkus OCI, Muhammad Soleh. Hal tersebut diusulkan lantaran 3 pimpinan Taman Safari Indonesia yang juga pimpinan OCI telah mengabaikan rekomendasi Komnas HAM Tahun 1997 soal adanya pelanggaran eksploitasi pemain sirkus OCI.
“Taman Safari lahir itu kakak OCI, karena keringat, karena kekejaman terhadap para pemain sirkus. Ketika Taman Safari masih berkutat menolak entitas yang berbeda, tapi tidak fokus kepada esensi masalah, 60 balita yang dipisahkan dari orang tua ada baiknya kita memboikot Taman Safari,” kata Soleh mengutip kompastv.com. “Karena Taman Safari besar lahir, dibangun dari kekejaman terhadap 60 anak-anak pemain sirkus ini,” lanjutnya.
Soleh menegaskan, pernyataan yang disampaikannya tidak berbicara Taman Safari sebagai badan hukum. Tetapi, soal 3 pemilik TSI yang juga pimpinan OCI agar mau menjalankan rekomendasi Komnas HAM.
“Jansen Manansang, Frans Manansang, Tony Sumampouw, selesai kurang apa lagi, bahwa dia takut kalau itu diboikot oleh masyarakat silakan nggak ada masalah, maka selesaikan rekomendasi ini sejak tahun 97, terjadinya eksploitasi anak,” kata Soleh.
Sebelumnya Komnas HAM dalam rekomendasinya menyampaikan 4 pelanggaran yang dilakukan Jansen Manansang, Frans Manansang, Tony Sumampouw dalam kasus eksploitasi pemain sirkus OCI.
Pertama, pelanggaran terhadap hak anak untuk mengetahui asal-usul identitas hubungan kekeluargaan dan orang tuanya.
Kedua, pelanggaran terhadap hak-hak anak untuk bebas dari eksploitasi yang bersifat ekonomis.
Ketiga, pelanggaran terhadap hak-hak anak untuk memperoleh pendidikan umum yang layak yang dapat menjamin masa depan.
Adapun keempat adalah, pelanggaran terhadap hak anak untuk mendapatkan perlindungan keamanan dan jaminan sosial yang layak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Diketahui sejumlah mantan pekerja sirkus OCI sebelumnya mengadukan dugaan eksploitasi dan pelanggaran hak asasi manusia kepada Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) di Jakarta Selatan, Selasa, 15 April 2025.
Tindak kekerasan, perbudakan, dan eksploitasi anak yang disampaikan para mantan pekerja diduga terjadi sejak tahun 1970-an oleh para pemilik OCI dan Taman Safari Indonesia.
Delapan orang perwakilan korban yang hadir, sebagian besar perempuan paruh baya, menceritakan kronologi mereka dipekerjakan sejak masih anak-anak sebagai pemain sirkus di OCI.
Mereka mengaku mengalami berbagai bentuk penyiksaan seperti dipukul, disetrum, dipaksa bekerja dalam kondisi sakit, dipisahkan dari anaknya, hingga dipaksa makan kotoran hewan.
Mengutip tempo.co, Komisaris Taman Safari Indonesia dan pelatih satwa di Oriental Circus Indonesia (OCI), Tony Sumampouw, membantah perusahaannya mengeksploitasi para pekerja sirkus OCI. “Apa yang disampaikan sama sekali mengada-ada,” ujar Tony saat dihubungi lewat pesan WhatsApp, Selasa, 15 April 2025.
Sementara Wakil Menteri HAM Mugiyanto mengatakan ada beberapa kemungkinan pelanggaran HAM dari cerita para korban. “Ada perbudakan, penyiksaan, pelanggaran hak atas rasa aman, hak atas pendidikan, kemudian hak atas identitas,” katanya di hadapan para korban, pendamping korban, dan wartawan.
Ia mengatakan Kementerian HAM akan mengambil langkah agar kejadian-kejadian tersebut tidak terulang lagi. Selain itu, kata Mugiyanto, kementeriannya akan berkoordinasi dengan kementerian/lembaga lain untuk menindaklanjuti kasus ini.