ABNnews — Indonesia Airlines Group (INA) menjadi salah satu maskapai terbaru yang hadir di industri penerbangan Indonesia. Maskapai ini didirikan oleh Calypte Holding Pte Ltd, perusahaan berbasis di Singapura.
Berbeda dengan maskapai lainnya, INA hanya melayani rute internasional tanpa penerbangan domestik di Indonesia. Maskapai ini secara resmi didaftarkan melalui notaris pada 7 Maret 2025 dengan nama Indonesia Airlines Group. Nantinya, maskapai ini akan beroperasi dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.
INA menjadi sorotan publik setelah menyatakan akan mengudara. Pengamat Penerbangan Alvin Lie mempertanyakan legalitas operasional INA di Indonesia, mengingat perusahaan ini berbadan hukum di Singapura tetapi berencana beroperasi di Indonesia.
“Bagi saya aneh. Badan hukum asing mendirikan airline dengan nama Indonesia dan akan berbasis di Bandara Soekarno-Hatta. Ini tidak mungkin,” katanya.
Alvin mengatakan, ada etika dan protokol diplomatik jika perusahaan negara lain ingin menggunakan kata “Indonesia”. Pemerintah negara tersebut seharusnya berkonsultasi untuk mendapat persetujuan dari pemerintah Indonesia. “Sepertinya penggunaan nama dan lambang negara tidak boleh dipakai sebagai merek dagang oleh Badan Hukum Asing,” katanya.
Dia berujar, perusahaan yang berbadan hukum di luar negeri tidak dapat mengajukan izin usaha penerbangan di Indonesia. “Hanya perusahaan berbadan hukum Indonesia yang bisa melakukannya, dan setidaknya 51 persen sahamnya harus dimiliki oleh warga negara Indonesia,” tegasnya.
Selain itu, Alvin juga mengungkapkan bahwa hingga saat ini Indonesia Airlines belum mengajukan permohonan Air Operator Certificate (AOC) atau izin usaha penerbangan kepada Kementerian Perhubungan.
<Dia juga menyoroti modal dasar maskapai yang disebut hanya sebesar USD20.000, yang menurutnya sangat tidak mencukupi. “Paid up capital hanya USD20,000? Hanya cukup untuk beli 1 biji ban A320. Bagi saya aneh,” tambahnya.
Soal izin usaha penerbangan INA, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) buka suara. Plt Dirjen Perhubungan Udara, Lukman F Laisa mengaku pihaknya belum menerima pengajuan perizinan pendirian dan operasional dari maskapai Indonesia Airlines.
“Hingga saat ini, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan belum menerima pengajuan perizinan ataupun permohonan terkait pendirian dan operasional perusahaan angkutan udara niaga berjadwal tersebut,” kata Lukman dalam keterangan tertulis.
Lukman menambahkan, jika mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 35 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara, setiap badan usaha yang akan menjalankan kegiatan angkutan udara niaga berjadwal di Indonesia wajib memiliki Sertifikat Standar Angkutan Udara Niaga Berjadwal.
Kemudian, perusahaan penerbitan harus mempunyai Sertifikat Operator Pesawat Udara/ AOC (Air Operator Certificate) sesuai dengan PM 33 tahun 2022 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 119 tentang Sertifikasi Pengoperasian Pesawat Udara untuk Kegiatan Angkutan Udara yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara setelah memenuhi seluruh persyaratan administratif, teknis, dan operasional yang telah ditetapkan.
“Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan senantiasa berkomitmen untuk memastikan bahwa seluruh operasional maskapai penerbangan di Indonesia telah memenuhi ketentuan regulasi demi menjamin keselamatan, keamanan, dan kenyamanan penerbangan,” katanya.
Sebagai informasi, Indonesia Airlines didirikan oleh Calypte Holding Pte Ltd, sebuah perusahaan asal Singapura yang bergerak di bidang energi terbarukan, penerbangan, dan pertanian.
Chief Executive Officer Indonesia Airlines dan Executive Chairman Calypte Holding Pte Ltd, Iskandar mengatakan, Indonesia Airlines hanya akan berfokus pada penerbangan internasional yang berbasis di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.
Pada tahap awal, maskapai ini akan mengoperasikan 20 armada yang akan didatangkan secara bertahap yang terbagi 10 unit pesawat berbadan kecil (Airbus A321neo atau A321LR) dan 10 unit pesawat berbadan lebar (Airbus A350-900 dan Boeing 787-9).
Iskandar berkomitmen untuk menjadikan Indonesia Airlines sebagai salah satu maskapai penerbangan internasional terbaik. Untuk mencapainya, pihaknya menyiapkan tim terbaik yang telah berpengalaman di berbagai maskapai besar di dunia.
Ia menjelaskan, Direktur Operasional direkrut dari Singapore Airlines yang telah berpengalaman lebih dari 40 tahun dan merupakan salah satu pilot pertama di dunia yang menerbangkan pesawat Airbus A380.
Nantinya Direktur Komersial diisi oleh sosok berpengalaman yang telah bekerja selama lebih dari 21 tahun di berbagai maskapai besar seperti Emirates, Asiana Airlines.
“Departemen operasi penerbangan akan dipimpin oleh salah satu pilot terbaik Indonesia yang saat ini bekerja di maskapai asing,” katanya.
Sementara untuk posisi Direktur Produk dan Layanan akan diisi oleh sosok dari Brunei Darussalam yang telah bekerja di Royal Brunei dan Emirates selama 25 tahun.
“Layanan kabin menjadi salah satu perhatian khusus CEO di mana untuk menghasilkan layanan kabin terbaik ia telah merekrut seorang Manajer Awak Kabin dari British Airways yang juga bagian dari Komite Korporasi Pramugari Eropa (EBAA) dan seorang Wakil Manajer Awak Kabin dari Emirates,” katanya.
Dari berbagai sumber