ABNnews — Koalisi Nasional Perlindungan Keluarga (KNPK) mengecam kasus pesta LGBT. KNPK menilai, kasus itu harus menjadi perhatian bagi seluruh pihak, karena sangat merusak norma serta bertentangan dengan hukum.
Ketua KNPK, Prof Euis Sunarti mengatakan, kasus pesta LGBT, yang belakangan ini terjadi di wilayah Jakarta dan juga pernah terjadi di daerah lainnya dinilai sangat terorganisir dari sistem pelaksanaan hingga pendanaannya.
Tidak jarang orang-orang yang berada di dalam kelompok itu, terjebak dan terikat dengan sistem yang ada, karena pergerakan yang dilakukan juga sangat masif untuk merekrut orang-orang baru.
“Ada orang yang menyediakan pendanaannya, sewa kamar dan dia mau mengeluarkan dana itu untuk sama-sama membuat suatu pesta. Ini kan ramai-ramai bahkan ada satu orang untuk merekrut didata dan diseleksi, kemudian yang datang itu didorong lagi untuk mau mengajak orang lagi,” kata Euis Sunarti, Jumat (07/02).
“Ini teroganisir karena ada gerakan LGBT itu yang ingin memperbanyak, supaya kalau semakin banyak itu semakin sulit ditangani. Ini kan mengorganisir dan membuat sistemnya dan mungkin juga menjebak orang supaya terikat sulit keluar, akhirnya membesar dan terus membentuk jejaring,” sambungnya.
Untuk itu pihaknya, lanjut Prof Euis seperti dikutip dari rri.co.id,, meminta agar masyarakat lebih waspada dalam menangkal pergerakan dari kelompok LGBT yang dapat berkembang di tengah masyarakat.
Ia menekankan salah satu kuncinya adalah memperkuat pondasi ketahanan keluarga, sehingga pengaruh negatif dari lingkungan luar bisa dicegah.
“Kalau fungsi-fungsi keluarga dan interaksi minim sehingga antar anggota keluarga tidak bisa diketahui, terjadilah seseorang itu akan mengikuti lingkungannya dibandingkan perhatian terhadap keluarganya,” ucapnya.
“Keluarga itu seharusnya berketahanan, punya nilai-nilai yang baik, semua menjalankan peran fungsinya dengan normal. Kita harus perbaiki ketahanan keluarga itu,” imbuhnya.
<span;>Sebelumnya kasus pesta LGBT yang terjadi di wilayah Jakarta, diungkap oleh kepolisian. Polda Metro Jaya mengungkap ada sebanyak 56 peserta yang telah diamankan kepolisian. Mereka memiliki latar belakang beragam, mulai dari pekerja swasta, guru hingga dokter.
<span;>Polisi menjerat para pelaku dengan <span;>Pasal 33 Jo Pasal 7 dan atau Pasal 36 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Pornografi, serta Pasal 296 KUHP, dengan ancaman pidana penjara maksimal 15 tahun.