ABNnews – Kabupaten Blora, Jawa Tengah, mencatat angka perceraian yang mengkhawatirkan sepanjang tahun 2025. Pengadilan Agama (PA) Kelas 1B Blora melaporkan, total perkara perceraian mencapai 1.888 kasus.
Angka tersebut didominasi oleh permohonan dari pihak istri, yang dikenal sebagai cerai gugat, sebanyak 1.429 perkara. Sisanya, 459 perkara, adalah cerai talak yang diajukan oleh suami.
“Jadi totalnya sebanyak 1.888 perkara perceraian,” ujar Panitera Muda Gugatan sekaligus Plt Panitera Muda Hukum PA Blora, Fitri Istiawan, dikutip kompas.com Kamis (25/12/25).
Faktor Ekonomi Jadi Pemicu Mayoritas Gugatan
Fitri Istiawan menjelaskan bahwa dominasi cerai gugat (diajukan istri) didorong oleh faktor-faktor ekonomi.
“Alasan utama pihak perempuan mengajukan cerai gugat adalah suami yang tidak bekerja, bekerja tetapi tidak memberikan nafkah, atau memberikan nafkah tetapi jumlahnya kurang. Jadi akhirnya menjadi pencetus masalah awalnya dari situ,” kata Fitri.
Tingginya gugatan dari istri juga disebabkan oleh kemandirian finansial. Menurut Fitri, jika perempuan sudah memiliki penghasilan atau pekerjaan yang lebih baik daripada suami, mereka cenderung lebih mudah mengambil keputusan cerai.
“Kalau perempuan itu sudah kerja, punya penghasilan sendiri, kalau suami enggak kerja kayak seolah-olah dia melepas pun dengan mudahnya karena dia sudah punya ekonomi sendiri kan gitu. Kecuali kalau dia ibu rumah tangga memang benar-benar menggantungkan ke suami, dia mikir anaknya. Tapi ya rata-rata memang mayoritas awalnya dari ekonomi,” jelasnya.
Selain masalah ekonomi, faktor lain yang turut menjadi penyebab perceraian adalah perselingkuhan dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).













