banner 728x250

Akhirnya Disahkan ICAO, Bahan Bakar Pesawat dari Limbah Sawit RI Siap Mendunia

Direktur Jenderal Perhubungan Udara Lukman F Laisa. Foto: Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (Ditjen Hubud)

ABnnews – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (Ditjen Hubud) mengumumkan capaian penting Indonesia di forum International Civil Aviation Organization (ICAO). Indonesia resmi mendapatkan pengesahan nilai Life Cycle Assessment (LCA) default untuk Sustainable Aviation Fuel (SAF) berbahan baku Palm Oil Mill Effluent (POME), yang membuka jalan bagi SAF nasional masuk ke pasar global.

ICAO memang menjadikan penggunaan SAF sebagai agenda prioritas untuk menekan emisi CO₂ penerbangan internasional lewat program Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation (CORSIA).

Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Lukman F. Laisa, mengatakan Indonesia memiliki potensi besar sebagai produsen utama SAF berkat ketersediaan bahan baku yang melimpah. Karena itu, Indonesia mengajukan penetapan nilai default LCA untuk SAF dari limbah sawit POME.

Dalam proses penyusunan dan pengajuan nilai default tersebut, Ditjen Hubud menggandeng Kementerian Luar Negeri serta dua mitra teknis:
1. IPOSS (Indonesia Palm Oil Strategic Studies) – organisasi non-profit yang fokus pada keberlanjutan industri sawit.

2. PT Tripatra – perusahaan yang bergerak di bidang engineering dan energi.


POME sendiri adalah residu dari proses produksi Crude Palm Oil (CPO) dan termasuk dalam positive list ICAO. Artinya, SAF berbahan baku POME berpeluang memberikan penurunan emisi besar dan sangat kompetitif dibanding SAF berbahan baku lain.

“Pada Januari 2025, Indonesia melalui Indonesia CAEP Member sudah mengajukan perhitungan nilai LCA Default Value untuk SAF dari POME,” ujar Lukman.

Setelah melalui serangkaian penilaian teknis di Committee on Aviation Environmental Protection (CAEP), ICAO Council akhirnya mengesahkan nilai LCA default tersebut pada akhir November 2025.

Nilai yang ditetapkan adalah 18,1 gram CO₂/MJ, sebagaimana tercantum dalam dokumen “CORSIA Default Life Cycle Emissions Values for CORSIA Eligible Fuels” untuk kategori HEFA Conversion Process.

Lukman menegaskan, pengesahan ini merupakan langkah besar menuju percepatan produksi SAF nasional.

“Dengan nilai emisi yang sangat kompetitif dan mampu memberikan emission saving hingga 80% dibanding bahan bakar fosil, POME kini diakui resmi sebagai bahan baku SAF oleh ICAO. Ini momentum emas bagi Indonesia memasuki pasar SAF global,” ujarnya.

Pengajuan nilai LCA default itu melalui rangkaian proses ketat, termasuk perbandingan hasil perhitungan dengan ahli independen dari University of Hasselt, Belgia, hingga verifikasi oleh Joint Research Centre – European Commission. Semua tahapan diuji di berbagai level pembahasan CAEP sebelum akhirnya disahkan ICAO Council.

Namun, Lukman mengingatkan masih banyak pekerjaan lanjutan. Salah satunya memastikan ketersediaan bahan baku POME yang memadai dan memiliki traceability yang baik agar produksi SAF bisa berkelanjutan.

“Kami berharap dukungan dari pemerintah pusat dan daerah, BUMN, pelaku industri, asosiasi, hingga sektor penerbangan. Perlu kerja bersama dari regulasi, insentif, investasi, hingga fasilitas pendukung. Indonesia punya peluang besar menjadi pemain utama SAF di kawasan,” tegasnya.

Kemenhub memastikan akan terus memperjuangkan posisi Indonesia dalam forum penerbangan internasional, sekaligus mempercepat pengembangan SAF sebagai bagian transformasi keberlanjutan transportasi udara nasional.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *