ABNnews – Di tengah tren hidup sehat, sebuah temuan ilmiah terbaru dari Seoul National University of Science and Technology di bawah pimpinan Prof. Joon-Goo Lee memicu kekhawatiran.
Makanan yang selama ini dikenal sebagai sumber nutrisi, seperti buah dan sayur, ternyata berpotensi terkontaminasi senyawa berbahaya: Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs).
PAHs adalah senyawa organik hidrofobik yang terdiri dari cincin aromatik berfusi dan dikenal bersifat karsinogenik (pemicu kanker).
Polusi Hingga Memanggang Jadi Sumber PAHs!
Pada pangan nabati (buah dan sayur), PAHs bisa muncul karena paparan polusi udara (dari emisi kendaraan atau industri), penggunaan air irigasi yang tercemar serta penyerapan dari tanah yang terkontaminasi. Senyawa ini dapat menempel di permukaan atau terserap ke jaringan makanan yang dapat dimakan.
Pada pangan hewani (daging dan ikan), PAHs umumnya terbentuk saat proses pengolahan dan memasak. Menurut studi, selama memanggang (barbeque), atau menggoreng, PAHs terbentuk akibat pembakaran tidak sempurna dari lemak dan komponen organik.
Bagian makanan yang paling berbahaya? Senyawa ini cenderung terkonsentrasi pada bagian makanan yang gosong atau sangat kecokelatan.
Produk lain yang sering terukur mengandung PAHs termasuk daging asap, ikan asap, keju asap, dan kopi sangrai.
Ilmuwan Temukan Metode Cepat QuEChERS untuk Deteksi Kanker!
Kehadiran PAHs yang karsinogenik ini mendesak perlunya pengawasan di seluruh rantai pasok pangan. Karena metode pengujian konvensional lambat dan rumit, tim Prof. Lee mengajukan metode alternatif yang lebih cepat dan ramah lingkungan: QuEChERS (Quick, Easy, Cheap, Effective, Rugged, and Safe).
Metode QuEChERS ini mampu mempercepat analisis, meningkatkan akurasi, dan mempermudah persiapan sampel.
* Cara Kerja: Tim menggunakan cairan asetonitril untuk ‘mengambil’ PAHs dari makanan, lalu sampel disaring dan dimurnikan menggunakan bahan penyerap.
* Akurasi Tinggi: Saat diuji dengan teknik gas chromatography-mass spectrometry, metode ini mampu mendeteksi PAHs dalam jumlah sangat kecil, mencapai kisaran mikrogram per kilogram makanan.
“Metode ini tidak hanya menyederhanakan proses analisis, tetapi juga menunjukkan efisiensi deteksi yang tinggi dibandingkan metode konvensional. Teknik ini dapat diaplikasikan pada berbagai jenis makanan,” kata Prof. Lee, dikutip dari Science Daily.
Prof. Lee menambahkan, penerapan teknik ini di industri pangan berpotensi besar untuk meningkatkan efektivitas pengujian keamanan makanan, mengurangi biaya, dan memperbaiki keselamatan kerja.













