banner 728x250

Wacana Bahlil Kepala Daerah Dipilih DPRD Dinilai Nirempati, Bangsa Masih Berduka

Ilustrasi. (Foto: istimewa)

ABNnews — Wacana pemilihan kepala daerah atau Pilkada dikembalikan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), mengemuka di saat kondisi bangsa masih dirundung duka akibat serangkaian bencana di Sumatera.

Usulan itu disampaikan Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia dalam acara puncak HUT ke-61 Golkar di Istora Senayan, Jakarta, Jumat (05/12).

Koalisi Sipil menilai wacana tersebut terlontar pada momentum yang kurang tepat. Pasalnya, saat ini publik lebih membutuhkan perhatian pemerintah pada penanganan korban bencana dan pemulihan wilayah terdampak ketimbang urusan Pilkada.

“Wacana tersebut menunjukkan sikap nirempati karena disampaikan di tengah kegagapan pemerintah merespons darurat bencana di Sumatera,” tulis pernyataan bersama koalisi yang dikutip pada Minggu (07/12)

“Mereka menyebut persoalan biaya politik tidak disebabkan oleh mekanisme pilkada langsung, melainkan oleh “biaya kampanye yang tidak terkendali—termasuk praktik politik uang seperti jual beli suara maupun jual beli kandidasi,” sambung pernyataan tersebut.

Koalisi menyebut gagasan itu inkonstitusional dan menggerus kedaulatan rakyat. “Mengembalikan Pilkada menjadi tidak langsung melalui DPRD adalah langkah keliru dan tidak menyentuh akar masalah.”

Koalisi menegaskan politik uang berlangsung masif di seluruh arena elektoral dan bahwa tingginya beban kandidasi bersumber dari mahar politik, survei elektabilitas, hingga belanja jaringan politik yang tidak transparan.

Langkah menghapus pilkada langsung dinilai tidak konsisten dan berpotensi membuka kembali ruang transaksi gelap di parlemen daerah.

Koalisi mengingatkan upaya serupa pernah terjadi pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan dinilai sebagai kemunduran demokrasi karena mengurangi hak rakyat untuk menentukan pemimpinnya secara langsung.

Mereka menilai pilkada langsung merupakan instrumen penting sirkulasi kepemimpinan nasional setelah reformasi.

Mereka meminta pemerintah dan DPR fokus memperbaiki tata kelola pemilu dengan memperkuat pengaturan dana kampanye, meningkatkan efektivitas penegakan hukum, memperbaiki sistem audit, mendorong transparansi pendanaan politik, dan mempercepat penerapan teknologi seperti e-recap.

Koalisi juga menuntut pemerintah menjalankan Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 mengenai pemilu serentak nasional dan daerah.

Koalisi mendorong pendanaan pilkada sepenuhnya melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) agar tidak terjadi ketimpangan anggaran antardaerah, serta mengajak publik, akademisi, dan media untuk mengawal pilkada langsung sebagai instrumen kontrol rakyat terhadap kekuasaan lokal.

Adapun Koalisi Sipil terdiri dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Pusat Studi Konstitusi (Pusako) FH Universitas Andalas, Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Indonesia Corruption Watch (ICW), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Themis Indonesia, Migrant CARE, Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI), Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), dan Remotivi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *