ABNnews – Sektor manufaktur Indonesia makin ngebut jelang akhir 2025. Aktivitas industri kembali naik ke zona ekspansi didorong meningkatnya permintaan di pasar domestik. Berdasarkan laporan S&P Global, Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia menyentuh level 53,3 pada November 2025, naik dari posisi 51,2 bulan sebelumnya.
Angka ini juga menjadi capaian tertinggi sejak Februari 2025, menunjukkan kondisi operasional industri nasional yang makin solid.
“Capaian ini tentu memberi semangat, meski PMI bukan satu-satunya dasar kami dalam menentukan kebijakan. Kami tetap mengacu pada IKI karena indikator itu lebih spesifik menggambarkan dinamika subsektor dan sentimen industri,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Senin (1/12).
Lonjakan PMI tersebut didorong peningkatan pesanan baru yang menjadi tertinggi dalam 27 bulan terakhir. Mayoritas pelaku industri menyebut lonjakan permintaan berasal dari pasar domestik, sementara permintaan ekspor justru melemah cukup tajam.
Situasi ini membuat produsen kembali meningkatkan kapasitas produksi setelah stagnasi sebelumnya, bahkan memperbesar stok barang jadi untuk mengantisipasi permintaan lanjutan.
Tak hanya itu, perusahaan juga mencatat penumpukan pekerjaan terbesar dalam empat tahun terakhir. Kondisi ini membuat sejumlah pelaku industri kembali merekrut tenaga kerja baru, meskipun tidak seagresif periode sebelumnya. Aktivitas pembelian bahan baku pun meningkat seiring optimisme pelaku usaha.
“Di tengah perlambatan beberapa pasar ekspor utama, permintaan domestik kembali menjadi jangkar pertumbuhan,” lanjut Menperin. “Industri kita adaptif dan bergerak menyesuaikan kapasitas untuk menjaga momentum.”
Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian terus memperkuat fondasi sektor manufaktur melalui efisiensi, integrasi rantai pasok berbasis bahan baku lokal, hingga peningkatan tenaga kerja terampil. Transformasi menuju industri hijau dan inovasi proses juga menjadi agenda utama untuk menjaga daya saing jangka panjang.
Dalam laporan S&P Global, PMI manufaktur kawasan ASEAN juga meningkat dari 52,7 ke 53,0 pada November 2025. Indonesia berada di zona ekspansif bersama Thailand (56,8), Vietnam (53,8), Myanmar (51,4), dan Malaysia (50,1). Sementara Filipina masih tertekan di zona kontraksi dengan skor 47,4.
Negara besar di luar kawasan juga mencatat ekspansi, seperti India (59,2), Amerika Serikat (52,5), Australia (51,6), dan China (50,6), menandakan aktivitas industri global mulai stabil meski pemulihan masih tidak merata.
Kemenperin memastikan pihaknya terus memantau indikator manufaktur sebagai bahan penyusunan kebijakan.
“Kami yakin sektor manufaktur tetap menjadi tulang punggung ekonomi nasional. Prioritas kami menjaga iklim usaha, mendorong nilai tambah, serta mengawal transformasi industri berkelanjutan,” tutup Agus.













