ABNnews – Sektor industri manufaktur Indonesia kembali menunjukkan performa yang solid di tengah dinamika geopolitik dan geoekonomi global. Indeks Kepercayaan Industri (IKI) November 2025 tercatat sebesar 53,45 poin, yang artinya tetap berada dalam zona ekspansi.
Angka ini memang sedikit melambat 0,05 poin dari bulan sebelumnya (53,50), namun optimisme pelaku industri justru makin meninggi, didukung oleh sinyal positif permintaan domestik.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arief, menyebut ada kabar baik dari laporan SIINas mengenai “Mesin Baru Pertumbuhan Industri Manufaktur” dari pelaku industri yang telah memulai produksi dan membangun fasilitas baru.
Meskipun IKI berada di zona hijau, terdapat sinyal bahaya dari variabel produksi yang turun 1,08 poin menjadi 47,49, menandakan kontraksi yang telah berlangsung selama enam bulan.
“Kontraksi pada variabel produksi ini dipengaruhi oleh pelaku industri yang mengambil sikap wait and see dalam meningkatkan output, seiring permintaan yang belum sepenuhnya pulih, serta tekanan eksternal lain seperti fluktuasi nilai tukar dan dinamika geopolitik,” ujar Febri, Kamis (27/11).
Namun kabar baiknya, variabel pesanan justru naik 0,68 poin menjadi 55,93, mencerminkan adanya peningkatan pada permintaan domestik. IKI berorientasi domestik naik 0,37 poin ke level 52,71, seolah menunjukkan rebound dari kebijakan pemerintah yang mendorong belanja dalam negeri.
Secara umum, 78 persen responden menyatakan kegiatan usahanya berjalan membaik atau stabil. Optimisme pelaku industri terhadap kondisi usaha enam bulan mendatang juga menunjukkan tren positif, naik hingga 71 persen.
Kemenperin mencatat, sebanyak 22 dari 23 subsektor industri pengolahan nonmigas berada pada fase ekspansi, dengan kontribusi hingga 98,8 persen terhadap PDB Industri Pengolahan Nonmigas.
Dua subsektor dengan IKI tertinggi adalah Industri Pengolahan Tembakau (KBLI 12): Produksi rokok Oktober 2025 mencapai 27,9 miliar batang (naik 7,3%). Namun, secara kumulatif produksi rokok turun 1,91% akibat rokok ilegal yang merugikan negara.
Kedua, Industri Farmasi, Produk Obat Kimia dan Obat Tradisional (KBLI 21): Ekspansi dipengaruhi peningkatan pesanan, terutama pesanan luar negeri! Ekspor subsektor ini mencapai US$ 81,87 juta pada September 2025.
Febri menegaskan, Kemenperin mendukung penuh langkah tegas Presiden Prabowo Subianto dalam melindungi sektor industri dalam negeri, termasuk melalui penguatan kebijakan pembatasan impor selektif serta pemberantasan barang ilegal.
“Kami mendukung langkah-langkah tegas yang diusung oleh Presiden Prabowo Subianto dalam memperkuat struktur industri nasional serta melindungi pelaku usaha dalam negeri dari berbagai tekanan global, seperti banjir impor dari Tiongkok dan dampak tarif resiprokal AS,” ungkapnya.
Kemenperin kini fokus menyiapkan berbagai fasilitas fiskal, nonfiskal, dan kawasan industri untuk menarik lebih banyak investasi asing, didukung oleh stabilitas makroekonomi domestik dan Indeks Keyakinan Konsumen yang terus meningkat.













