ABNnews – PT Pertamina (Persero) melalui Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) berhasil menghidupkan kembali anjungan EZB di lepas pantai Subang yang sudah 14 tahun nonaktif. Reaktivasi ini menghasilkan produksi awal 374 barel minyak per hari (BOPD) dari dua sumur: EZB-1S dan EZB-3S yang mulai diuji produksi pada 26 Oktober 2025.
General Manager PHE ONWJ Muzwir Wiratama mengatakan langkah mengaktifkan kembali fasilitas lama ini merupakan strategi penting untuk menjaga level produksi migas nasional, mengingat banyak lapangan yang sudah beroperasi selama puluhan tahun.
“Ini bukti komitmen kami menjalankan nilai Amanah dalam mengelola aset negara. Misi kami adalah membangunkan kembali potensi yang masih ada untuk kontribusi nyata bagi produksi nasional,” ujar Wira.
Ia menegaskan, proses reaktivasi sumur tua tidak bisa dikerjakan sembarangan. Tim harus memastikan ulang kondisi fasilitas, menganalisis data bawah permukaan, hingga menentukan metode produksi yang paling pas.
Menurut Wira, produksi dari anjungan EZB ini berhasil didapat melalui optimalisasi gas lift, metode yang diibaratkannya seperti memberi “napas buatan” untuk membantu minyak naik ke permukaan.
“Keberhasilan ini adalah hasil kompetensi para Perwira PHE ONWJ. Kami menemukan metode paling efektif untuk mengangkat sisa minyak dari sumur tua tersebut,” jelasnya.
Namun, Wira menegaskan capaian 374 BOPD ini baru langkah awal. PHE ONWJ sudah menyiapkan rencana lanjutan untuk mengoptimalkan sumur lain di anjungan yang sama, di antaranya EZB-1L, EZB-4, dan EZB-2.
Sementara itu, VP Corporate Communication Pertamina, Muhammad Baron, menyebut keberhasilan ini sejalan dengan target pemerintah dalam memperkuat ketahanan energi nasional.
“Pertamina berkomitmen meningkatkan produksi migas dan menambah cadangan untuk mendukung swasembada energi nasional,” tegas Baron.
Sebagai Subholding Upstream, PHE bertanggung jawab atas pengelolaan lapangan migas Pertamina di dalam dan luar negeri. Khusus di Regional Jawa, wilayah operasinya mencakup area hulu migas di DKI Jakarta, Banten, Lampung, Bangka Belitung, dan Jawa Barat.
Regional ini menekankan praktik Good Corporate Governance (GCG) dan standar HSSE dalam setiap kegiatan operasional, sekaligus menjaga keberlanjutan lingkungan dan kontribusi bagi masyarakat sekitar.













