ABNnews – Di lembah hijau perbukitan Sumatera Barat, berdiri sebuah stasiun tua yang masih tegak menantang waktu Stasiun Sawahlunto.
Bangunan berarsitektur Indische Empire Style itu menyimpan lebih dari sekadar sejarah rel dan batu bara tapi juga kisah tentang kerja keras, teknologi, dan warisan bangsa.
Diresmikan pada 1 Januari 1894, Stasiun Sawahlunto dulu menjadi jantung kota tambang batu bara Ombilin, salah satu proyek infrastruktur paling ambisius Pemerintah Hindia Belanda. Dari sinilah batu bara hitam dikirim menuruni lembah lewat rel bergigi menuju Pelabuhan Teluk Bayur (dulu Emmahaven). Setiap pagi, peluit lokomotif dan kepulan asap hitam jadi tanda kehidupan dimulai di kota tambang kecil itu.
Dari semua kisah tambang dan rel di Sawahlunto, satu legenda masih hidup: Mak Itam, lokomotif uap hitam legendaris seri E1060 buatan Jerman tahun 1966.
Mak Itam dikenal tangguh menaklukkan jalur curam dan bergigi di perbukitan Sumatera Barat. Suara desis uapnya dulu jadi alarm alami warga Sawahlunto tanda tambang mulai berdenyut, dan kehidupan berjalan.
“Stasiun Sawahlunto dan Mak Itam bukan sekadar peninggalan masa lalu. KAI berkomitmen menjaga warisan ini agar tetap hidup lintas generasi,” ujar VP Public Relations KAI, Anne Purba.
Saat kejayaan tambang batu bara meredup di awal 2000-an, Sawahlunto sempat terdiam. Namun KAI bersama Pemkot Sawahlunto mengubah kesunyian itu menjadi momentum kebangkitan.
Bangunan stasiun direvitalisasi dan beralih fungsi menjadi Museum Kereta Api Sawahlunto pada 17 Desember 2005, diresmikan langsung oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Di halaman depannya, Mak Itam kembali berdiri gagah bukan lagi menarik gerbong tambang, tapi menarik perhatian dunia. Kini, museum ini jadi bagian dari Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto (WTBOS) yang telah diakui UNESCO sebagai Warisan Dunia.
Ruang-ruang operasional disulap jadi galeri interaktif. Mesin telegraf, sinyal, hingga dokumen pengangkutan batu bara menjadi saksi bisu masa kejayaan industri Indonesia.
Museum buka setiap hari: 🕗 Senin–Jumat 08.00–16.00 WIB 🕘 Sabtu–Minggu & Libur 09.00–17.00 WIB 📍 Kelurahan Pasar, Kecamatan Lembah Segar, Kota Sawahlunto
Momen paling bersejarah terjadi saat Simposium Internasional “We Are Site Managers” (23–27 Agustus 2025). Setelah sekian lama terdiam, Mak Itam kembali beroperasi.
Lokomotif legendaris itu menempuh 8 perjalanan (4 kali pulang-pergi) dari Stasiun Sawahlunto ke Stasiun Muarakalaban. Deru uap dan sorak penonton menjadi momen haru seolah masa lalu menyalami masa kini.
“Transformasi Stasiun Sawahlunto menghidupkan kembali denyut kota. Kawasan ini kini jadi ruang komunitas, edukasi, dan wisata budaya,” tutup Anne.