ABNnews – Lalu lintas penerbangan Indonesia kini menunjukkan pemulihan signifikan, hampir setara dengan kondisi sebelum pandemi. Namun, masih ada fakta yang memprihatinkan: hampir separuh perawatan pesawat dilakukan di luar negeri, terutama untuk mesin dan komponen kritis. Akibatnya, nilai tambah ekonomi, kesempatan kerja, dan pengembangan teknologi nasional mengalir ke luar negeri, padahal potensi pasar MRO Indonesia diperkirakan lebih dari USD 1,5 miliar per tahun. Di sisi lain, hal ini menunda pertumbuhan kapasitas industri dalam negeri dan mengurangi kesempatan tenaga kerja terampil untuk mengembangkan keahliannya.
Untuk mengantisipasi kondisi ini, pemerintah perlu mendorong pembentukan Pusat-Pusat Keunggulan MRO yang fokus pada Airframe, Engine Wide Body, dan Engine Narrow Body. Pusat keunggulan ini akan menjadi inti ekosistem MRO nasional yang terintegrasi, mendorong terbentuknya beberapa MRO tambahan di tingkat berikutnya. Setidaknya tiga sampai empat MRO baru dapat muncul dari ekosistem ini, masing-masing dengan potensi perputaran bisnis sekitar USD 125 juta per tahun hanya dari kontribusi tenaga kerja terlatih. Dengan model ini, Indonesia tidak hanya menghemat devisa tetapi juga membangun kapasitas industri yang berkelanjutan.
Dalam ekosistem tersebut, PT Nusantara Turbin dan Propulsi (NTP) merupakan salah satu pemain yang berkontribusi pada pengembangan kapasitas perawatan mesin dan propulsi. Namun NTP bukan satu-satunya; PT Garuda Maintenance Facility AeroAsia Tbk (GMF AeroAsia) fokus pada perawatan badan pesawat, sedangkan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) dan beberapa pabrikan komponen lainnya mendukung sisi manufaktur. NTP berperan sebagai bagian dari jaringan MRO nasional yang saling melengkapi, membantu pengembangan tenaga ahli dan teknologi lokal, serta memperkuat daya saing Indonesia dalam industri dirgantara. Kolaborasi semacam ini memastikan rantai perawatan pesawat di Indonesia lebih efisien, fleksibel, dan berkelanjutan.
Pemerintah memiliki peran strategis sebagai fasilitator dan penjamin keberlanjutan kebijakan. Beberapa langkah strategis dapat ditempuh:
1. Regulasi keselamatan berbasis AOC – Memastikan pesawat Indonesia melakukan perawatan dasar di MRO bersertifikat nasional. Ini sah secara hukum internasional karena didorong oleh keselamatan penerbangan, bukan proteksi industri.
2. Fasilitas logistik khusus MRO – Skema Pusat Logistik Berikat (PLB) memungkinkan distribusi suku cadang lebih cepat, efisien, dan bebas hambatan biaya serta waktu.
3. Dana pengelolaan mesin pesawat – Engine Leasing Fund mendukung pengelolaan aset mesin di dalam negeri, sehingga investasi jangka panjang menjadi lebih terjamin dan terkontrol.
Selain regulasi dan pembiayaan, Pusat Keunggulan MRO juga mendorong efisiensi dan fleksibilitas layanan. Maskapai Indonesia dapat memperoleh perawatan lebih cepat, biaya lebih terkendali, dan proses yang lebih predictable. Ekosistem ini juga membuka peluang bagi tenaga kerja terampil, pengembangan teknologi lokal, dan pertumbuhan industri pendukung. Dengan kata lain, setiap bagian dari rantai nilai MRO—dari perawatan, perbaikan, hingga manufaktur—dapat menjadi kontributor nyata bagi ekonomi nasional.
Untuk implementasi, perlu dibentuk Task Force lintas-kementerian permanen, dengan Pusat Keunggulan sebagai sekretariat teknis. Agar keberlanjutan dan stabilitas kebijakan terjaga, Task Force ini sebaiknya dinaungi oleh Peraturan Presiden (Perpres). Hal ini akan memperkuat dasar hukum, menjamin konsistensi lintas periode pemerintahan, serta memastikan setiap kontrak dan regulasi yang terkait dengan ekosistem MRO tidak berubah secara sepihak. Dukungan lembaga pembiayaan seperti PT SMI dan PT PII memungkinkan terciptanya rantai nilai lengkap: dari pembiayaan, perawatan, hingga manufaktur komponen pesawat. NTP, bersama GMF, PTDI, dan pemain nasional lainnya, menjadi bagian dari jaringan MRO yang solid, saling melengkapi, dan mampu menghadirkan standar layanan yang lebih baik di tingkat regional.
Membangun kemandirian MRO bukan hanya soal efisiensi atau penghematan devisa. Ini soal kedaulatan ekonomi dan teknologi, membuka ribuan lapangan kerja baru, dan menyiapkan Indonesia sebagai hub MRO regional Asia Tenggara. Jika separuh dari lebih seribu pesawat yang terdaftar di Indonesia dirawat di dalam negeri, potensi penghematan devisa dan kontribusi ekonomi langsung bisa mencapai ratusan juta dolar per tahun, sekaligus menciptakan ekosistem industri berkelanjutan yang mampu bersaing di tingkat internasional.
Kini saatnya langkah besar diwujudkan: pemerintah mengunci arah melalui regulasi dan insentif yang jelas, industri bersinergi membangun Pusat Keunggulan, dan lembaga pembiayaan mendukung keberlanjutan investasi. NTP, bersama GMF, PTDI, dan pemain nasional lainnya, menjadi bagian dari jaringan MRO Indonesia yang kuat dan terpadu. Saatnya kolaborasi lintas sektor, saatnya industri MRO Indonesia tumbuh mandiri, berdaulat, dan menjadi kekuatan regional yang tangguh.
Depok, 15 Oktober 2025
*Teuku Gandawan Xasir – Konsultan dan pakar di Institut Strategi Indonesia, praktisi teknologi dan komunikasi korporasi, alumnus ITB yang fokus pada kemandirian energi, pertahanan nasional, dan tata kelola industri berdaulat.