ABNnews — Setidaknya 14 anak meninggal dunia pada Minggu (05/10), setelah mengonsumsi obat batuk sirup bermerek Coldrif di negara bagian Madhya Pradesh, India. Dr. Praveen Soni, yang meresepkan Coldrif, serta perusahaan Sresan Pharmaceuticals telah ditetapkan sebagai terdakwa utama dalam kasus ini.
Sehari sebelum peristiwa, Kementerian Kesehatan India pada Sabtu (04/10), menemukan kandungan dietilen glikol (DEG) dalam jumlah jauh melebihi batas aman pada sampel Coldrif yang diproduksi oleh Sresan Pharma.
Pernyataan Kemenkes India yang dikutip di media menyebutkan bahwa sampel sirup obat batuk Coldrif diambil atas permintaan pemerintah Madhya Pradesh dari lokasi-lokasi produksi milik M/S Sresan Pharma di Kanchipuram, Tamil Nadu.
“Sampel-sampel tersebut ditemukan mengandung DEG melebihi batas yang diizinkan,” menurut pernyataan itu.
Kementerian tersebut menambahkan bahwa inspeksi-inspeksi yang berdasarkan risiko telah dimulai di tempat-tempat produksi dari seluruh 19 obat yang diambil sampelnya, tersebar di enam negara bagian.
Produk yang dijual dengan merek Coldrif Cough Syrup itu akhirnya dilarang beredar. “Penjualan sirup ini telah dilarang di seluruh wilayah Madhya Pradesh,” kata Menteri Utama Negara Bagian Madhya Pradesh Mohan Yadav.
Otoritas di Negara Bagian Tamil Nadu dan Kerala, menurut laporan media lokal, juga telah melarang peredaran produk tersebut. “Penjualan produk lain dari perusahaan yang memproduksi sirup ini juga akan dilarang.”
Obat batuk sirup buatan India telah menjadi sorotan global dalam beberapa tahun terakhir, menyusul laporan kematian akibat penggunaannya di berbagai negara, termasuk lebih dari 70 anak di Gambia pada tahun 2022.
Pada 2023, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan peringatan untuk produk sirup obat batuk buatan India yang ditemukan di Kepulauan Marshall, Mikronesia, dan Irak, dengan menekankan bahwa produk tersebut mengandung “DEG dan EG dalam jumlah yang tidak dapat diterima.”